Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pakar Ekonomi Katakan Indonesia Saat Ini Deindustrialisasi

Minggu, 14 Juli 2024 | 11:52 WIB Last Updated 2024-07-18T03:37:37Z
TintaSiyasi.com -- Pakar Ekonomi Islam Dr. Arim Nasim mengatakan Indonesia saat ini sedang dalam deindustrialisasi. "Padahal kalau saya melihat Indonesia saat ini deindustrialisasi, terutama dalam konteks tutupnya pabrik-pabrik tekstil. Itu sebenarnya kan lebih banyak," bebernya di acara Kabar Petang Live: Akibat tak Fokus Soal Industrialisasi, Ekonomi RI dalam Bahaya? di YouTube Khilafah News, Kamis (11/07/2024).

Ia memaparkan dengan membanjirnya barang-barang produk impor itu menyebabkan pabrik-pabrik tekstil dalam negeri kalah bersaing akhirnya bangkrut. Inilah yang kemudian disebut fenomena deindustrialisasi di Indonesia. Namun, Indonesia baru sampai pada tahap perkembangan industri menengah dalam yang dalam bahasa pengamat ekonomi Indonesia itu mengalami proses deindustrialisasi prematur. 

"Jadi, belum sampai pada negara industri, sudah deindustrialisasi duluan. Disebabkan kita memang menjadi negara yang dijajah oleh negara-negara kapitalis, termasuk dalam konsep ekonomi dan perindustriannya," ujarnya.

Menurutnya, fenomena deindustrialisasi di Indonesia bukan konteks deindustrialisasi dalam konteks setelah negara itu sampai pada puncak industri berat kemudian terjadilah deindustrialisasi. Yaitu negara industri yang bergerak di sektor industri berat atau industri terkait dengan industri senjata (pertahanan negara) sebagaimana negara-negara maju, 

"Kalau saya lihat di Indonesia sebenarnya belum terjadi industrialisasi secara sempurna. Karena kalau kita bicara terkait industrialisasi atau menjadi negara industri itu manakala sebuah negara yang sudah sampai puncak. Kalau menurut teori kapitalis Barat itu berada pada industri high (industri tinggi). Yaitu, ketika industri tersebut menghasilkan teknologi terutama untuk kepentingan pertahanan negara atau bahasa politiknya Industri berat," ujarnya.

Sementara itu, ia mengingatkan, Indonesia masih pada tahapan industri menengah. Industri yang memperkuat sektor pertanian dan industri yang bergerak di bidang pangan.

"Saya melihat yang dimaksud dengan deindustrialisasi dalam konteks Indonesia itu muncul ketika maraknya penutupan beberapa pabrik terutama pabrik tekstil. Ada 30 pabrik tekstil yang tutup kemudian menyebabkan PHK," cercanya.

Mengenai indikator deindustrialisasi, ia menilai, ada dua yang harus dilihat. Pertama, kontribusi industri manufaktur kepada PDB, yang di Indonesia saat ini mungkin itu dianggap turun. Kedua, memang terjadi PHK besar-besaran.

"Cuman kalau ditanya mana yang lebih dulu apakah karena daya beli melemah kemudian terjadi deindustrialisasi, atau akibat deindustrialisasi kemudian daya beli itu menurun," ungkapnya.

Arim juga mengungkap fakta terkait daya beli masyarakat menurun disebabkan karena banyaknya pekerja di PHK. Sehingga tidam punya pekerjaan. Kemudian saling berkelindan. Banyaknya industri yang tutup karena daya beli masyarakat yang lemah sehingga pasar mereka tidak laku.

"Kalau kita bicara terkait dengan deindustrialisasi di negeri-negeri kaum Muslim atau negara-negara berkembang sebenarnya sudah terjadi. Bahkan sejak umat Islam atau negara-negara berkembang yang merupakan pecahan dari negara Islam yang pada saat itu di sebut dengan runtuhnya Turki Utsmani. Disitulah sebenarnya terjadi deindustrialisasi di negeri-negeri kaum Muslim itu sudah lama," ungkapnya.

Sehingga, lanjut dia, di negara-negara berkembang yang merupakan pecahan dari negara Utsmani atau negara Islam itu kemudian menjadi negara-negara jajahan negara-negara Barat. Maka perkembangan teknologi atau industri itu kemudian dibatasi hanya sampai level industri menengah.

"Mereka, yaitu Barat yang sudah menguasai industri tinggi itu. Kemudian tidak memberikan kesempatan untuk negara-negara berkembang itu kemudian naik menjadi industri berat atau industri maju yang itu menjadi bagian yang diperlukan bagi sebuah negara yang ingin mandiri," tandasnya.[] Heni

Opini

×
Berita Terbaru Update