Tintasiyasi.id.com -- Pada tanggal 14 Juli yang bertepatan peringatan Hari Pajak Nasional, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pajak merupakan tulang punggung, sekaligus instrumen yang sangat penting bagi sebuah bangsa dan negara untuk mencapai cita-citanya (https://www.cnnindonesia.com, 14 Juli 2024).
Sri Mulyani juga sangat bangga karena perkembangan penerimaan pajak yang setiap tahun terus membaik (https://www.liputan6.com, 14 Juli 2024).
Memang tidak mengherankan sikap bangga Menteri Keuangan ini. Sebab, dalam sistem kapitalisme pajak adalah salah satu sumber penting pemasukan negara selain utang. Maka tidak heran jika pemerintah juga menambah obyek pajak, barang-barang yang semula tidak ditarik pajaknya akhirnya terkena pajak. Mengubah skema pembayaran pajak, hingga wacana kenaikan pajak dari 11% menjadi 12%.
Bahkan Menteri Keuangan sendiri mengatakan akan memaksimalkan pajak, walau akan mengejar sampai ke lubang semut (https://finance.detik.com, 4 November 2019)
Sungguh miris rasanya, mungkin bagi orang menengah keatas pajak terasa bukan apa-apa tapi bagaimana dengan rakyat bawah? Semakin terasa tercekik karena banyaknya pungutan yang ada.
Berbeda dengan sistem kapitalisme, dalam Islam pajak diambil hanya ketika sumber-sumber pemasukan Baitul Mal tidak cukup memenuhi anggaran belanja yang bersifat wajib, baik dalam keadaan krisis maupun tidak.
Tidak semua kaum muslim diambil pajaknya, hanya laki-laki yang memiliki kelebihan harta. Sifatnya juga hanya temporal dan kondisional saja.
Soal pemasukan negara dalam sistem Islam bisa kita lihat cuplikan dari kitab Al-Amwal karangan Syekh Abdul Qadim Zallum. Pada Bab Pendapatan Negara disebutkan ada 3 bagian dalam Baitul Mal yaitu bagian fai dan kharaj, bagian kepemilikan umum dan bagian shadaqah. Yang dari masing-masing bagian ini jika dirinci akan ditemukan banyak sekali sumber pendapatan negara.
Berbagai sumber pemasukan itu nantinya akan dikelola oleh Baitul Mal yang semua pengaturannya disusun berdasarkan ketentuan syariat dan Khalifah tidak akan menyerahkan sedikitpun pengelolaannya kepada swasta apalagi asing.
Karena Khalifah akan bertanggung jawab penuh menggunakan syariat Islam untuk menjaga dan mensejahterakan rakyatnya, bukan mengeksploitasinya. Karena Khalifah serta jajarannya yakin bahwa kepemimpinannya akan dimintai pertanggung jawaban diakhirat nanti. Wallahu a'lam bishshowwab.[]
Oleh: Sera Alfi Hayunda
(Aktivis Muslimah)