Tintasiyasi.id.com -- Geger! Cuitan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, harga tiket pesawat di Indonesia tercatat paling mahal kedua di dunia setelah Brazil. Hal itu disampaikan lewat akun instagram pribadinya @luhut.pandjaitan, Minggu (14/7).
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno pun merespons dengan membentuk satuan tugas (satgas) yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta Kementerian/ Lembaga (K/L) terkait lainnya. Pembentukan satgas ini diharapkan agar pemerintah dapat menciptakan harga tiket pesawat yang lebih efisien di Indonesia.
Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan salah satu penyebab mahalnya tiket ialah evaluasi operasi biaya pesawat. Dan ia pun bersama tim sedang menyiapkan langkah efisiensi penerbangan untuk menurunkan harga tiket pesawat (tirto.id [14/7]).
Pengusaha maskapai pun akhirnya buka-bukaan soal faktor utama biang kerok yang membuat harga tiket penerbangan domestik mahal. Selain biaya avtur dan biaya operasional, ternyata ada sederet beban pajak yang dikenakan ke lini usaha maskapai.
Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja memaparkan pengusaha maskapai dibebankan pada pajak untuk avtur, pajak dan bea masuk untuk pesawat dan suku cadangnya. Untuk suku cadang saja sudah dikenai bea masuk harus ditambah lagi untuk membayar PPN dan PPNBM-nya. Kemudian, PPN juga berlaku untuk setiap tiket pesawat yang dijual ke masyarakat.
"Dengan demikian terjadi pajak ganda. Padahal di negara lain pajak dan bea tersebut tidak ada," kata Denon dalam keterangannya, Rabu (detikfinance [17/7]).
Lagi Lagi Pajak
Seperti diketahui, saat ini sumber pendapatan negara Indonesia didominasi oleh pajak. Pajak merupakan penopang terbesar APBN di negara Indonesia yang pendapatannya dipergunakan untuk kepentingan pemerintah dan kesejahteraan masyarakat umum. Lantas, benarkah kesejahteraan itu sudah terasa? Atau malah menambah beban belaka?
Dalam sistem kapitalis saat ini, dari mulai pengusaha hingga rakyat jelata dipastikan tidak ada yang lolos dari jerat pajak. Dari mulai pulsa hingga bisnis kelas dunia semua dipajaki. Kebijakan itu jelas menggambarkan betapa rezim kapitalis ini bak rezim pemalak. Membuat rakyat makin sekarat.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Terdiri dari ribuan gugusan pulau yang dihuni oleh berbagai suku bangsa. Pesawat merupakan moda transportasi yang wajib adanya. Kondisi tersebut malah seperti dijadikan ladang cuan untuk meraup pemasukan. Padahal, Islam telah menetapkan larangan bagi negara 'berbisnis' barang kebutuhan dasar rakyat.
Transportasi Tanggung Jawab Siapa?
Islam memandang bahwa tugas seorang pemimpin adalah mengurusi urusan umat. Dan transportasi merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat. Islam sangat memperhatikan masalah ini. Negara wajib menyediakan transportasi yang murah, mudah, cepat, dan aman.
Segala pembiayaan transportasi akan diambil dari kas negara (Baitul Mal). Bukan malah Negara ikut mengambil keuntungan dari penjualan tiket seperti sekarang. Itu nyeleneh!
Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber utama dalam penerimaan kas negara. Pendapatan Baitul Mal diperoleh dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan sumber lain seperti: zakat, kharaj, jizyah, ghanimah, kaffarat, waqaf dan sebagainya yang dikelola untuk kepentingan umat.
Dengan mengelola SDA saja, seharusnya Indonesia sudah cukup untuk menjadi negara yang mandiri; mampu mengurusi urusan umat dan melayani kepentingan mereka. Sehingga pajak tidak menjadi tumpuan kas negara, tidak pula dibebankan kepada seluruh warga.
Bagi Negara, tujuan utama pengadaan transportasi adalah melayani masyarakat bukan sekadar mencari keuntungan saja. Kalaupun harus membayar, dipastikan tidak akan berbiaya mahal. Semua itu bisa berjalan dengan baik jika sistem ekonomi Islam diterapkan secara kaffah. Wallahu'alam bishshowwab.[]
Oleh: Irna purnamasari
(Aktivis Muslimah)