Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Motif Baru di Balik Tawuran

Rabu, 17 Juli 2024 | 21:35 WIB Last Updated 2024-07-17T14:35:32Z
Tintasiyasi.id.com -- Aksi tawuran lagi-lagi pecah di Jalan Basuki Rahmat (Bassura), Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur. Dugaan sengaja buat mencari cuan melalui medsos pun muncul di balik terjadinya aksi tawuran.

Diketahui, tawuran tersebut melibatkan warga RW 01 dan RW 02 pada Kamis (27/6), sekitar pukul 05.30 WIB. Para pelaku tawuran itu menggunakan berbagai benda, seperti batu, petasan dan senjata tajam. 

Tawuran kali ini terjadi dipicu warga saling ejek. Pada awal tahun lalu, telah dibuat deklarasi damai buntut terjadinya tawuran serupa. Kapolres Metro Jaktim Kombes Nicolas Ary Lilipaly, mengatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan tawuran kembali terjadi. Dia merinci diantaranya adalah faktor ekonomi, pendidikan, kehidupan sosial dan budaya. Selain itu, pengawasan orang tua yang kurang. 

Lurah Cipinang Besar Utara, Agung, angkat bicara terkait tawuran yang kerap terjadi di Bassura, Jaktim. Dia menyebut adanya provokasi dari pihak luar menjadi salah satu pemicunya. Selain provokasi dari pihak luar, Agung mengaku mendapatkan informasi bahwa tawuran tersebut juga dijadikan muatan konten di media sosial oleh pelaku. Kepolisian mengungkap bahwa tawuran tersebut hanya ditujukan untuk membuat konten dan menambah follower, sehingga mereka bisa mendapatkan imbalan.
(www.news.detik.com)

Sungguh miris, tawuran  remaja masih terus terjadi di tengah masyarakat, bahkan tawuran dilakukan dengan cara kekinian demi mendapatkan cuan. Hal ini menunjukkan rusaknya generasi dan jelas menunjukkan betapa kebahagiaan berdasarkan materi telah menghujam kuat dalam diri umat termasuk generasi.

Generasi telah kehilangan jati dirinya sebagai pemuda Muslim yang seharusnya taat kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan membawa kebaikan bagi masyarakat. Mereka tidak memahami tujuan hidup yang benar di dunia ini, sebaliknya mereka telah terpengaruh oleh pemikiran sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Alhasil, mereka berperilaku liberal atau melakukan apapun yang mereka inginkan, bahkan menghalalkan segala cara untuk mengejar materi semata.

Semakin banyaknya remaja yang terseret budaya tawuran, menggambarkan gagalnya sistem pendidikan hari ini dalam mencetak generasi berkualitas. Pasalnya, sistem pendidikan yang diterapkan berasaskan sekuler, sehingga bukannya memahamkan remaja akan jadi dirinya yang hakiki, melainkan pemikiran sekuler-liberal yang semakin menguat dalam diri mereka. 

Pendidikan sekuler, sebenarnya buah dari penerapan sistem kehidupan Kapitalisme. Sistem ini telah menjauhkan peran negara sebagai raa'in (pengurus umat), salah satunya adalah membentuk kepribadian mulia pada diri generasi.

Negara hanya memandang SDM sebagai faktor produksi yang akan dibangun untuk memenuhi kepentingan para kapital. Tak heran banyak remaja yang pandai namun krisis moral. Di sisi lain, negara gagal menghindarkan generasi dari tontonan yang tidak mendidik dan tidak menuntunnya untuk bertindak benar, termasuk bagaimana menyalurkan naluri baqa' dengan benar. 

Oleh karena itu, problem tawuran untuk mendapat cuan ini sebenarnya bukan sekadar problem personal, akan tetapi problem sistemik yakni akibat penerapan sistem kehidupan Kapitalisme oleh negara. 

Solusi tuntas atas problem ini adalah hadirnya negara yang berperan sebagai raa'in (pengurus umat) yang bertanggung jawab membentuk ketakwaan individu masyarakatnya dan membangun suasana takwa pada setiap individu. Negara yang dimaksud adalah negara Islam (Khilafah).

Khilafah berkewajiban melindungi generasi dari paparan ideologi Kapitalisme-sekuler yang merusak kepribadian mereka. Hal ini diwujudkan negara melalui penerapan sistem pendidikan Islam yang memiliki tujuan luhur, yakni memahamkan tujuan hidup setiap muslim untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan membawa manfaat bagi umat. 

Selain itu, pendidikan Islam ini juga akan menjadikan anak dapat bertahan hidup dalam situasi apapun, dengan tetap terikat aturan Allah dan Rasul-Nya. Negara juga berkewajiban menyaring dan mencegah tontonan yang tidak mendidik dan menjerumuskan remaja pada krisis moral, seperti konten kekerasan, konten porno atau tayangan yang mengajarkan nilai-nilai liberal. 

Pendidikan berbasis sistem Islam, memadukan tiga peran sentral, yakni: 

Pertama, keluarga. Keluarga dalam hal ini orang tua adalah ujung tombak lahirnya bibit unggul generasi. Khususnya Ibu, merupakan sekolah pertama (madrasatul ula) bagi anak-anaknya. Seorang ibu akan mendidik dan membentuk kepribadian anaknya berbasis akidah Islam. Dengan keimanan yang kokoh, generasi akan selalu terdorong beramal shalih dan terjauhkan dari segala perbuatan maksiat. 

Kedua, masyarakat. Adapun perilaku masyarakat dalam sistem Islam akan selalu kondusif. Masyarakat dalam Khilafah dibentuk menjadi masyarakat bertakwa yang senantiasa beramal makruf nahi munkar. Masyarakat seperti ini akan membentuk suasana yang baik dan positif bagi generasi, sebab generasi hanya akan melihat perbuatan-perbuatan baik masyarakat dan menjadikannya sebagai ukuran kebaikan bagi dirinya.

Ketiga, negara. Negara Khilafah akan menyelenggarakan pendidikan secara komprehensif. Negara wajib menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, mulai dari kurikulum berbasis akidah Islam, sarana dan prasarana, pembiayaan pendidikan, tenaga pengajar profesional, hingga sistem gaji guru yang menyejahterakan.

Dengan penerapan sistem pendidikan Islam inilah, tidak ada satupun individu yang tidak mengenyam pendidikan karena terhalang biaya. Terbentuknya kepribadian Islam pun dilakukan secara menyeluruh atau kepada seluruh rakyat.

Sungguh, hanya mekanisme Khilafah yang mampu mencegah generasi dari perilaku buruk yang merusak dirinya dan masyarakat. Wallahu a'lam bishshawwab 

Oleh: Sumariya
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update