TintaSiyasi.id -- Negara Indonesia adalah negara penghasil sawit terbesar di dunia, dan seperti yang kita ketahui sawit adalah bahan baku pembuatan minyak goreng. jadi sangat aneh sekali jika negara penghasil sawit terbesar ini terus menaikkan harga minyak goreng di pasaran, apalagi kenaikan harga terjadi disaat produksi minyak kepala sawit mentah (CPO) sedang naik.
Dalam laman CnnIndonesia.com (20/07/2024), di jakarta, tepatnya di pasar tradisional Lenteng Agung, harga Minyakita tembus Rp.16.000, hal ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga Minyakita terbaru yang disebutkan oleh Menteri Perdagangan, Zulkifli yakni Rp.15.700 per liter.
Beberapa pedagang yang diwawancarai menyebutkan sudah menjual Minyakita seharga Rp. 16.000 sejak lama.
Meskipun tertulis harga Rp. 14.000 namun mereka mengaku bahwa modalnya saja lebih dari itu, sehingga tidak mungkin dijual dibawah harga modal. Pedagang juga menyebutkan harga Minyakita masih lebih murah jika dibandingkan dengan harga minyak merek lainnya. Pak Menteri juga menyebutkan alasan kenaikan harga adalah karena penyesuaian harga eceran minyak goreng dengan biaya produksi yang terus naik, dan akibat pergeseran nilai mata uang rupiah.
Dampak Kenaikan Harga Akibat Kapitalisme
Saat ini kenaikan harga minyak goreng akan sangat menekan perekonomian masyarakat, bahkan para pengamat ekonomi ikut prihatin sebab kebijakan ini terjadi disaat bahan pokok lainnya juga mengalami kenaikan. Rakyat dengan perekonomian menengah ke bawah terutama yang tidak berpenghasilan tetap akan sangat dirugikan, karena minyak adalah bahan pokok yang dibutuhkan, naiknya harga minyak pasti berdampak besar pada kehidupan mereka.
Hampir semua bahan pokok mengalami kenaikan, rakyat yang sudah menderita menjadi lebih menderita lagi pada akhirnya, setiap kebijakan pemerintah tidak ada yang berpihak kepada nasib mereka. Kesulitan ekonomi menjadi beban berat yang harus dipikul oleh setiap keluarga miskin. Para pedagang makanan pun sangat dirugikan dengan adanya kenaikan harga ini.
Padahal sejak tahun 2023 ekspor CPO menyumbang 33,72% devisa negara. Produksi CPO Indonesia mencapai 47 juta metrik ton. Dengan potensi sebanyak ini, mengapa minyak goreng di Indonesia ditetapkan dengan HET yang tidak sesuai dengan kantong rakyat kelas menengah? Pemerintah dengan sistem kapitalisme ini sangat mungkin mengubah aturan sesuai kehendak hatinya, apalagi jika ada kepentingan dan keuntungan yang akan dia dapatkan.
Tak ubahnya pengusaha, pemerintah juga menghitung untung rugi dengan rakyatnya sendiri. Selalu ada alasan yang dikatakan jika terjadi lonjakan atau kenaikan harga, seakan-akan tidak ada solusi terbaik yang mereka dapatkan untuk rakyat selain menaikkan harga bahan pokoknya. Negara juga membebaskan produksi sawit kepada para pengusaha atau swasta, mereka bebas memiliki lahan seluas-luasnya, dan memproduksi serta menjual sendiri minyak olahan mereka.
Islam Memberikan Solusi
Dalam Islam, negara wajib memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya. Dalam kasus minyak goreng seperti ini, negara sendirilah yang akan mengatur produksi sawit, dan mendistribusikannya dalam bentuk minyak goreng, sehingga sampai dengan baik kepada masyarakat untuk dikonsumsi.
Negara juga akan menetapkan kebijakan tentang individu yang ingin memiliki lahan, dengan syarat lahan tersebut bukan masuk dalam kategori milik umum, berbeda dengan negara kapitalis yang membiarkan para pengusaha mengubah hutan menjadi lahan perkebunan secara membabi buta.
Islam melarang setiap hal yang akan menimbulkan kerusakan alam, serta melarang pengambilan lahan umum menjadi milik individu atau swasta. Negara juga boleh memberikan status tanah mati (tidak dikelola selama 3 tahun) kepada orang yang membutuhkan dan mampu mengelolanya, sehingga orang tersebut bisa mencari nafkah untuk keluarganya.
Negara juga akan menyediakan berbagai bantuan pertanian untuk para petani, termasuk petani sawit, bantuan tersebut bisa berupa edukasi teknologi, alat-alat pertanian yang canggih, pupuk terbaik, bahkan bantuan lahan atau uang yang akan diberikan langsung oleh negara kepada petani yang membutuhkan.
Dalam urusan luar negeri, negara tidak akan melakukan ekspor sebelum kebutuhan di dalam negeri terpenuhi dan tersedia untuk masyarakat keselurahan. Negara juga memastikan setiap pasar memiliki persediaan bahan pokok, dan mengawasi setiap aktivitas jual-beli yang dilakukan, untuk itu negara akan menunjuk seorang hakim pasar (qadi misbah) untuk mengawasi dan memberikan sanksi kepada pelaku kecurangan yang terjadi di pasar.
Begitulah jika syariat Islam dijalankan, penerapan hukum Islam secara menyeluruh akan memberikan kehidupan yang damai dan sejahtera bagi seluruh rakyat negara. Sebab dalam negara Islam pemerintah adalah pelayan rakyat, bukan penguasa, sehingga apapun kebijakan yang ditetapkan hanya untuk kemaslahatan rakyat. Kesadaran akan hubungan dengan Allah SWT juga akan menjadikan pejabat negara yang adil dan jujur sebab sadar akan pertanggungjawaban atas segala perbuatannya kelak di akhirat. []
Audina Putri
Aktivis Muslimah