Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Meruntuhkan Ideologi Kapitalisme dan Menyokong Bangkitnya Kembali Peradaban Islam

Sabtu, 27 Juli 2024 | 15:59 WIB Last Updated 2024-07-27T08:59:34Z


TintaSiyasi.id -- Sehebat apapun juga ideologi manusia tidak pernah sempurna. Apabila hanya sekedar ideologi buatan manusia, maka ideologi itu dapat saja rapuh oleh karena beberapa faktor (John T Jost): 

(1) Ordinary citizens political attitudes lack the kind of logical consistency and internal coherence); 
(2) Most people are unmoved by ideological appeals; 
(3) There are really no substantive differences in terms of philosophical or ideological content; 
(4) There are no fundamental psychological differences between proponents of left-wing and right-wing ideologies.

Kapitalisme  jika dipaksakan kedudukannnya sebagai ideologi layaknya ideologi komunisme, maka kapitalisme adalah ideologi ciptaan manusia, yakni ideologi dengan founding father-nya adalah Adam Smith. Oleh karenanya kapitalisme, ideologi ciptaan manusia ini bisa menjadi rapuh jika 4 gejala faktor keambrukan ideologi yang sangat rawan itu melingkupi objek maupun subjek ideologi ini. Jadi, kekuatan kapitalisme akan lenyap ketika 4 faktor penumbang ideologi merangsek, menggerogoti akarnya yang rapuh. 

Nasib yang sama juga bisa dialami oleh Pancasila yang konon juga ditasbihkan sebagai ideologi negara. Namun, sayangnya boleh jadi kita sekarang masih merasa memiliki ideologi Pancasila, namun sebenarnya kita hanya sekedar memiliki jasadnya, karena ruh Pancasila tidak lagi kita miliki. Kita lebih menggeluti dan mati-matian menerapkan ideologi liberal kapitalstik dan bercampur dengan sosial komunisme yang sangat sekuler dibandingkan menggeluti dan menerapkan ideologi Pancasila itu. Padahal,  keduanya, baik kapitalisme maupun komunisme sebenarnya telah dying, sekarat.

Benar memang, manusia hidup membutuhkan ideologi, tetapi tidak semua ideologi mampu menuntun manusia mencapai visi hidup yakni hidup setelah mati (kampung akhirat). Hanya Islam sebagai ideologi (mabda) yang mampu mewujudkan visi tersebut. Oleh karena itu, ideologi yang tidak mengandung kebenaran objektif cenderung akan ditinggalkan oleh pendukungnya dan menggantinya dengan ideologi lain. Religi adalah jawabnya. Lebih tepatnya Religi Islam yang sekaligus ditempatkan sebagai ideologi yang paripurna, bukan ciptaan manusia melainkan ideologi yang langsung diturunkan oleh Alloh swt kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya.

Keruntuhan Peradaban Islam Akibat Akibat Keraguan Umat Terhadap Ideologi Islam.

Ideologi Islam yang dijamin mampu mengatasi segala permasalahan hidup manusia ternyata justru dicampakkan oleh umat manusia itu sendiri dan memilih ideologi yang rapuh, baik kapitalisme maupun komunisme. Akhirnya sistem kekhalifahan yang nota bene didasarkan pada ajaran Islam kaffah yang berdiri kokoh selama 1300 tahun, kini kita saksikan telah runtuh sejak 101 tahun yang lalu. Upaya untuk mengambalikannya pun terseok-seok lantaran umat Islam tidak memiliki visi dan misi yang sama dan menyatu. Banyak golongan di antara mereka yang lebih menyukai remah-remah duniawi yang menipu dan meninabobokkan semangat juang mengembalikan kecermelangan peradaban Islam. Di sisi lain, orang atau pun kelompok yang 'mati-matian' memperjuangkan tegaknya kembali peradaban Islam melalui sistem kekhalifahan justru dipersekusi, diintimidasi hingga dikriminalisasi oleh penguasa dzalim yang berkubang dalam perkawinan ideologi sesat baik kapitalisme maupun komunisme. Ironis...!

Ramai dibicarakan soal daftar penceramah radikal 2022, versi illegal. Dalam daftar itu ada nama saya, Prof. Suteki dan ada nama Ustadz Abdul Shomad (UAS). UAS pernah menjadi perbincangan hebat di semua lini media massa lantaran pada tanggal 16 Mei 2022 dicekal oleh Singapura untuk masuk meskipun hanya untuk berlibur, bukan berdakwah dengan tabligh akbar. Terakhir terdapat penjelasan dari Kementerian Dalam Negeri Singapura tentang alasan UAS dicekal, antara lain menganut ideologi berbahaya dan ekstremis. Ideologi apa gerangan yang dimaksud? Apakah komunisme? Apakah liberalisme? Tentu keduanya tidak. Saya duga pasti terkait dengan ideologi Islam yang antara lain menurunkan konsep sistem pemerintahan Islam yang disebut khilafah dan karakteristik lain yang memang berasal dari sumber Al-quran, misalnya soal penyematan kata kafir bagi non muslim. Hal itu antara lain yang menyebabkan UAS disebut sebagai orang yang berbahaya. Ini saya kira sebuah fitnah yang keji.

Terkait dengan penceramah radikal yang nota bene banyak berasal dari intelektual muslim, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwahid, menyebut ada lima ciri penceramah radikal. Salah satunya, BNPT menyebut penceramah radikal adalah yang mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional. Kreteria pertama ini tendensius dan rawan dijadikan alat gebuk pada ajaran Islam Khilafah.

Apakah khilafah itu sebuah ideologi? Ataukah hanya sistem pemerintahan sebagaimana monarki, demokrasi, teokrasi? Untuk menjawab hal ini, kita perlu flashback ke belakang. Tahun 2020 pernah santer isu penyusunan HIP--yang sekarang sudah dihapus RUU-nya. 

Untuk apa sebenarnya RUU HIP ini dibuat? 
Kecurigaan saya ternyata terbukti ketika fraksi-fraksi pengusungnya sengaja menolak dimasukkannya Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan larangan menganut ideologi komunisme dan marxisme-leninisme. Protes umat Islam menggema menolak RUU HIP karena penolakan Tap MPRS tersebut sebagai politik hukumnya. Perkembangan terakhir inisiator RUU HIP setuju memasukan Tap MPRS tersebut dengan syarat agar paham lain yang mengancam dan bertentangan dengan Pancasila dicantumkan juga sebagai ideologi terlarang. Seperti saya sebutkan di muka, Sekjen PDIP menyebut ada dua ideologi yang dimaksud, yaitu Khilafahisme dan Radikalisme. 

Khilafahisme hendak disejajarkan dengan ideologi terlarang komunisme. Hal ini dapat dipandang pelecehan dan penistaan ajaran Islam. Khilafah bukan isme tapi sistem pemerintahan yang berbasis pada ideologi Islam. Mengkriminalkan ajaran Islam adalah tindakan gegabah dan menistakan agama. Jika Indonesia menyatakan belum menerima sistem kekhalifahan sebagai sistem untuk mengatur penyelenggaraan negara, tentu tidak serta merta menempatkan ajaran Islam ini sebagai isme yang dilarang dan bertentangan dengan Pancasila. Ini bukan apple to apple. 

Khilafah adalah bagian dari ajaran agama Islam di bidang politik (siyasah). Dalam hal ini ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang kemudian dilanjutkan oleh para Khalifah setelah beliau. Oleh karena  itu ajaran agama maka Ia tak layak disejajarkan dengan paham lain buatan manusia yang bukan ajaran agama. Maka khilafah tak pantas ditambahi isme sebagaimana paham buatan manusia seperti Kapitalisme, komunisme, radikalisme, dll.

Jika kesesatan berpikir tentang khilafah dibiarkan, maka bisa saja nanti ajaran Islam yang lain akan juga disejajarkan dengan ajaran atau isme buatan mausia. Bisa saja mereka akan melecehkan kesucian ajaran haji dengan haji-isme, jihad-isme, zakat-isme, jilbab-isme, dll. Padahal itu jaran islam yang pasti baik buat manusia karena datang dari Allah SWT, sang Pencipta alam semesta.

Narasi khilafahisme disejajarkan dengan komunisme jelas sangat menodai ajaran agama Islam. Dampak buruknya penyamaan ini adalah menyamakan pendakwah khilafah (HTI) disamakan dengan pengusung komunisme (PKI). Jika sengaja menyejajarkan ajaran agama dengan paham lain buatan manusia, maka itu merendahkan bahkan melecehkan ajaran agama. Menyamakan Khilafah dengan paham komunisme, radikalisme dan paham lain yang negatif adalah termasuk merendahkan ajaran agama Islam. Bahkan dapat dikategorikan menodai ajaran agama islam. Jadi dapat dinilai sebagai penistaan agama. 

Dalam hal ini dapat dinilai sebagai bentuk permusuhan atau kebencian terhadap ajaran agama Islam. Dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran Pasal 156a KUHP bahwa harus diingat unsur utama untuk dapat dipidananya Pasal 156a adalah unsur sengaja jahat untuk memusuhi, membenci dan/atau menodai ajaran agama (malign blasphemies). Sedangkan menyatakan terkait khilafah sebagai ideologi kemudian dikampanyekan dan dibuat opini seolah-olah sesuatu kejahatan dihadapan dan/atau ditujukan kepada publik, artinya dapat dinilai unsur sengaja, terpenuhi.

Pasal 156a KUHP berbunyi:

"Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: 

a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".

Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa khilafah itu betul-betul bagian dari ajaran Islam yang dipelajari dalam kitab-kitab fikih terkait dengan Bab Siyasah. Tidak tepat disejajarkan dengan komunisme, kapitalisme, marxisme-leninisme yang secara formal memang sudah dilarang di Indonesia. Kita mesti fair terhadap ajaran Islam ini, tidak boleh menistakannya dengan cara mengkriminalisasikan. Persoalan khilafah itu tidak atau belum dianggap sesuai dengan alam demokrasi di Indonesia itu persoalan pilihan dan memang tidak boleh dipaksakan apalagi penggunaan kekerasan seperti makar. Namun, siapapun juga tidak boleh menyatakan khilafah itu ajaran terlarang dan harus diperangi dan memburu pendakwahnya seperti seorang penjahat. Ini termasuk penistaan terhadap agama yang dapat dijerat dengan Pasal 156a KUHP sebagaimana telah dibahas di muka.

Perlu diketahui bahwa ternyata masih banyak pejabat negeri ini yang tidak menginsyafi tindakannya karena menyatakan bahwa khilafah adalah sebagai isme dan disejajarkan dengan komunisme yang jelas sebagai ideologi terlarang. Bahkan, ada pejabat yang menyatakan bahwa ASN yang terbukti menganut ideologi khilafah akan diberhentikan tidak dengan hormat dengan tuduhan melecehkan Pancasila berdasarkan Pasal 87 UU ASN. Meskipun pelaku mungkin mengklaim tidak ada niat melecehkan ajaran Islam,  namun akibat yang tidak diinginkan pasti terjadi. Yakni, adanya perasaan keagamaan umat Islam yang tercederai oleh tindakan para pejabat tersebut. 

Untuk itulah jika kita ada kejujuran intelektual, maka perbuatan pejabat itu seharusnya dapat dihindari dan jika tetap pada pendiriannya maka pernyataannya itu dapat dikategorikan sebuah penistaan terhadap agama.

Bagaimana, adakah keujuran intelektual Anda dalam hal penyejajaran sistem pemerintahan Islam khilafah dengan ideologi komunisme? Patutkah kita menduga orang yang menyejajarkan khilafah dengan komunisme dan menyatakannya berbahaya dan merupakan bencana bagi umat Islam telah melakukan penodaan terhadap agama? Pertanyaan besarnya adalah: Mengapa di tengah slogan gerakan antiislamofobia tetap dipelihara sikap islamofobia? Lalu buat apa polisi dunia mempropagandakan kebijakan AntiIslamofobia yang diamini oleh PBB dengan menetapkan tanggal 22 Maret 2022 sebagai Hari AntiIslamofobia? Tampaknya kita tidak dapat percaya begitu saja kepada mereka. Itu program hanya lamis alias just lips service.

Berhukum Progresif Sebagai Solusi Resesi Global Menyongsong Keambrukan Ideologi Kapitalisme

Direktur Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, pernah memberikan komentar penting terkait ancaman resesi yang melanda dunia. Ia menyebut bahwa pelemahan ekonomi itu kemungkinan besar terjadi. Kristalina mengatakan prospek ekonomi global telah "gelap secara signifikan" sejak April 2022 tahun lalu. Ia mengatakan IMF akan menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global di angka 3,6% untuk tahun 2022.

Disebutkan bahwa resesi global ini disebabkan oleh beberapa hal yang terjadi secara hampir bersamaan. Seperti penyebaran inflasi yang lebih universal, kenaikan suku bunga yang lebih substansial, perlambatan pertumbuhan ekonomi China, dan meningkatnya sanksi terkait dengan perang Rusia di Ukraina.

Beberapa riset menyebutkan bahwa resesi ekonomi kemungkinan besar terjadi tahun depan. Terbaru, analisa Nomura Holdings menyebutkan bahwa resesi akan dialami negara-negara ekonomi besar seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Australia, Korea Selatan (Korsel), dan juga zona Euro (Kepala Riset Pasar Global Nomura, Rob Subbaraman).

Enam negara ini berisiko mengalami resesi yang lebih dalam dari perkiraan jika kenaikan suku bunga memicu kegagalan perumahan dan deleveraging," tulis laporan yang dijelaskan Subbaraman itu.

Bagaimana dengan China?

Subbaraman juga memberikan penjelasan terkait China. Menurutnya, China memiliki tren cukup aneh di mana kebijakan nol-Covid tetap diterapkan sementara ekonominya diprediksi bebas dari resesi. Mungkin kita akan kagum dengan keadaan ini, dan boleh jadi hal ini sesuai ramalan NIC bahwa di tahun 2020-an China menjadi raksasa dan ada pula ramalan khilafah baru akan muncul.

Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Inteligent Council/NIC) pada Desember 2004, “A New Caliphate provides an example of how a global movement fueled by radical religious identity politics could constitute a challenge to Western norms and values as the foundation of the global system” [Maping The Global Future: Report of the National Intelligence Council’s 2020 Project].

Dokumen ini berisikan prediksi atau ramalan tentang masa depan dunia tahun 2020 yang telah lalu. Dalam dokumen tersebut, NIC memperkirakan bahwa ada empat hal yang akan terjadi pada tahun 2020-an yakni:

(1) Dovod World: Kebangkitan ekonomi Asia. Cina dan India bakal menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia;

(2) Pax Americana: Dunia tetap dipimpin dan dikontrol oleh AS;

(3) A New Chaliphate: Kebangkitan kembali Khilafah Islam, yakni Pemerintahan Global Islam yang bakal mampu melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat;

(4) Cycle of Fear: Muncul lingkaran ketakutan (fobia), yaitu ancaman terorisme dihadapi dengan cara kekerasan dan akan terjadi kekacauan di dunia—kekerasan akan dibalas kekerasan.

Dari dokumen tersebut jelas sekali bahwa negara-negara Barat meyakini bahwa Khilafah Islam akan bangkit kembali. Menurut mereka, Khilafah Islam tersebut akan mampu menghadapi hegemoni nilai-nilai peradaban Barat yang kapitalistik sekuler.

Bagaimana dengan Indonesia?

Tekanan inflasi tinggi di Amerika Serikat (AS) juga mendorong kenaikan suku bunga acuan lebih tinggi. Secara historis tekanan inflasi tinggi di AS direspon dengan kenaikan suku bunga acuan yang tinggi juga di Indonesia. Ini bisa berpotensi menimbulkan gejolak dan volatilitas karena peranan dollar Amerika Serikat di dalam transaksi dunia lebih dari 60% dan ini memberikan dampak signifikan ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Kalau kita cermati megapa resesi global khususnya di bidang ekonomi adalah karena potensi kenaikan utang dan bunga. Dua hal ini lekat dengan pengelolaan perekonomian berbasis sistem kapitalisme sekuler yang jauh dari tuntunan Alloh dan dengan demikian pasti telah terjadi krisis spiritualitas.

Runtuhnya Sebuah Negeri Bermula dari Krisis Spritualitas. Jika anda bertanya, apa sebab peradaban dunia dewasa ini justru bergerak mengalami kemunduran? Sejak dari ancaman perubahan iklim, ancaman kelaparan (krisis pangan), ancaman peperangan dan ancaman dari berbagai wabah penyakit menular, maka salah satu jawabannya dapat ditemukan dalam Al-Qur'an surah Al-Rum. Di dalam Surah ini, Allah SWT memberitahu sebab-musabab hancurnya kerajaan Persia dan Romawi yang pernah menjadi negara adidaya pada masanya. Jadi inilah sebab musabab runtuhnya dua kerajaan besar di masa lampau (Persia dan Romawi/Konstantinopel).

Dari sisi kemajuan pembangunan infrastruktur (pisik/lahiriah), mereka memang terdepan. Ayat ini juga mengakui hal itu. Namun mereka lalai dalam urusan kehidupan akhirat. Pola kehidupan semacam ini akan berpengaruh pada hukum-hukum yang ditetapkan dan diterapkan, yakni hukum yang tidak memiliki dimensi keluhuran melainkan hanya berdimensi duniawi yang hanya berdasarkan konsensus manusia yang dzalim. Ini terjadi baik dalam sistem sosial  komunisme maupun liberal kapitalisme. Keduanya sekuler dan telah terbukti "menyengsengsarakan" umat manusia dengan tanda-tanda resesi global. Lalu, apa solusinya?

Secara singkat dapat dikatakan kita harus kembali kepada hukum progresif yaitu hukum yang berdimensi spritualitas kehidupan. 

Mengapa begitu?

Karena dimensi spritualitas ini memiliki keluhuran, ketinggian, kemuliaan daripada dimensi duniawi. Dengan demikian, jika menghendaki Peradaban duniawi kokoh, memiliki kedudukan yang mulia, tinggi, berkeadaban  dan tidak mudah jatuh dalam resesi maka kehidupan spritualitas dalam suatu masyarakat hendaknya diperhatikan dan membingkai hukum yang ditetapkan dan diterapkan.

Hukum apa yang sangat progresif itu? Tidak lain adalah hukum Allah, syariah Islam yang agung dalam mengelola kehidupan dalam segala aspeknya yang jauh dari praktik ribawi. Bagaimana bisa diterapkan? Apakah dalam negara demokrasi bisa? Bisa tetapi tidak kaffah dan cenderung prasmanan sehingga sulit juga untuk berkelit dari ancaman resesi global. Satu-satunya cara untuk dapat terjadi penetapan dan penerapan hukum islam adalah sistem pemerintahan islam global yang disebut kekhalifahan atau pun imamah. Sistem Pemerintahan dengan Hukum Islam inilah yang akan menjamin hadirnya keadilan substantif.

Namun, berdasarkan sejarah, kita harus sadar betul bahwa setiap negeri, setiap peradaban tumbuh dan berkembang dalam dua alam sekaligus, secara beriringan (paralel) dalam batas-batas waktu yang telah ditetapkan atasnya. Dan oleh sebab itu, pasti adanya bahwa setiap negeri, setiap peradaban memiliki durasi masa pertumbuhan, perkembangan, dan kejayaannya masing-masing, untuk selanjutnya mengalami keruntuhan pada waktu yang telah ditentukan (oleh Allah) atasnya. Artinya, kekuasaan itu dipergilirkan.

Kebanyakan, pengabaian kehidupan spritual itu terjadi karena tiadanya keyakinan pada diri seorang individu bahwa pertemuan dengan Allah merupakan keniscayaan yang pasti akan terjadi. Dan karena itu, mereka abai untuk melakukan persiapan-persiapan menyambut saat tibanya masa pertemuan yang dijanjikan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan resesi global selalu berulang terjadi.

Pertanyaannya adalah: "Apakah meski terlambat ramalan NIC akan terbukti dengan melihat fakta-fakta yg muncul sekarang ini? Mana yang akan terbukti? Kebangkitan sistem kekhalifahan baru ataukah makin kokohnya raksasa India, China dan Amerika? Atau justru yang akan terjadi adalah Cycle of Fear: Muncul lingkaran ketakutan (fobia), yaitu ancaman terorisme dihadapi dengan cara kekerasan dan akan terjadi kekacauan di dunia—kekerasan akan dibalas kekerasan".


Koordinat Intelektual Muslim Menghadapi Keruntuhan Ideologi Kapitalisme dan Menyongsong Kebangkitan Peradaban Islam.


Para intelektual Muslim mempunyai peran penting untuk mempercepat runtuhnya peradaban kapitalisme dan menyongsong tegaknya kembali khilafah. Agar runtuhnya peradaban kapitalisme atau pun komunisme dipercepat dan sekaligus agar  peradaban manusia yang mulia kembali dapat segera berlangsung, maka umat Islam harus segera mengajukan proposal yang mampu menopang peradaban manusia tersebut dengan seseuatu pedoman hidup yang dibuat sendiri oleh Yang Maha Pembuat (Khalik), yakni berwujud Religi samawati, yakni Islam dengan seluruh ajarannya yang lengkap dan tidak ada keraguan di dalamnya.  Baru kemudian ketika proposal itu sudah disetujui, maka mau atau tidak sistem pemerintahannya pun mesti diganti dengan sistem pemerintahan Islam, yang ideal adalah kekhalifahan dunia. Jika belum bisa, maka sistem pemerintahan itu bisa diterapkan pada negara tertentu. Namun, praktik ini juga sangat rentan mengalami kehancuran jika umat Islam khususnya para intelektual muslimnya tidak bersatu.

Kita yakin bahwa khilafah memang merupakan salah satu ajaran Islam. Namun, istilah ini juga menjadi 'momok' tersendiri bagi penguasa yang berkiblat pada ideologi kapitalisme dan komunisme sekaligus menjadikannya sebagai sasaran kriminalisasi. Mendukung khilafah dituding sebagai penganut paham radikalisme. Padahal khilafah bukan hal baru karena merupakan bagian dari ajaran Islam sebagaimana shalat, puasa, zakat dan haji. Namun ternyata label radikal begitu ampuh untuk menyalahkan dan membungkam suara para intelektual yang sudah lama mengabdi pada dunia pendidikan tinggi tersebut. 

Bahkan, ada tudingan bahwa para intelektual muslim tersebut dipandang kehilangan akal sehat karena dianggap mendukung terorisme dan radikalisme. Padahal yang mereka lakukan adalah mendukung ajaran Islam dan pengembannya yaitu ide khilafah dan pengembannya. Apalagi, kita ketahui bahwa suara intelektual tersebut biasanya tidak sembarangan namun logis-argumentatif. Mereka mempunyai braveness (keberanian) dan vigilante (jiwa pejuang, yakni membela Islam).

Wahai para cendekiawan muslim! Wahai Ulul Albab! Jangan terbungkam! Jadikan pena dan suaramu menjadi pembela kebenaran agar menjadi hujjah di hadapan Allah yang Maha Mengetahui dan yang Maha Benar bahwa: ilmumu adalah ilmu yang bermanfaat yaitu ilmu yang menunjukki pada kebenaran dan mencegah kebathilan.
Beberapa pertanyaan yang perlu diajukan kepada umat ini adalah:

“What will you do if the power of state is given to caliphate? Are you ready? The answer is no!”
“We are never ready to do something!”
Benarkah demikian...?

Kita perlu segera mengambil cermin untuk untuk meneliti kembali seberapa jauh pertanyaan ini mengenai diri kita. Karena mungkin saja selama ini kita menyangka sudah berbuat banyak bagi perjuangan ini padahal kenyataannya ‘nothing’.

Perjuangan untuk menegakkan Syariat Islam adalah sebuah perjuangan akbar yang membutuhkan: niat, semangat, kesungguhan, kesabaran dan pengorbanan  yang juga besar secara konsisten tiada kenal kata menyerah. Perjuangan ini juga membutuhkan pribadi-pribadi tangguh serta adanya organisasi yang terstruktur dengan rapi dan sistematis untuk menyusun sebuah agenda perjuangan sebagai petunjuk secara step by step.

Akhirnya, bukan hanya cendekiawan muslim, melainkan kaum muslimin semua harus mententukan koordinatnya. Berada di barisan pejuang, ataukah di barisan pecundang dalam menegakkan syariat Islam sekaligus meruntuhkan ideologi kapitalisme sekular? Tabik!

Oleh. Prof. Dr. Suteki, S.H.,M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat)

Catatan: 
Makalah disampaikan dalam International Conference of Islamic Civilization 2023. The theme of the conference is “The contribution of Muslim intellectuals in resolving national and global challenges”. Hibryd Mode in 12—13 August 2023.

Opini

×
Berita Terbaru Update