Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Menyoal Problem Anak di Peringatan Hari Anak Nasional

Senin, 29 Juli 2024 | 17:19 WIB Last Updated 2024-07-29T10:19:09Z

TintaSiyasi.id -- Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang ke-40, telah diselenggarakan di Jayapura, Papua, pada selasa 23 juli 2024 yang lalu. Tema yang diangkat, sama seperti tema tahun lalu. Yaitu, 'Anak Terlindungi, Indonesia Maju'. Namun, tema tahun ini dibagi menjadi enam sub tema yaitu Anak Cerdas Berinternet Sehat, Suara Anak Membangun Bangsa, Pancasila di Hati Anak Indonesia, Anak Pelopor dan Pelapor, Anak Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, Pekerja, dan Digital Parenting. (Kompas.com, 18 Juli 2024).

Sejak disahkannya undang-undang kesejahteraan anak nomor empat tahun 1979, pemerintah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan anak dan terus mengoptimalkannya. Salah satunya dengan mendorong kepedulian semua pihak lewat penyelenggaraan peringatan Hari Anak Nasional. 

Namun, lagi-lagi peringatan Hari Anak Nasional hanya sebatas seremonial belaka. Realitasnya, problematika anak hari ini semakin kompleks. Banyak anak yang tidak tercukupi kebutuhan hidupnya. Mulai dari kebutuhan pangan yang bergizi hingga pendidikan yang berkualitas. 

Sebagaimana diketahui angka prevalensi stunting di Indonesia sepanjang 2023 tercatat 21,5 %, hanya turun 0,1 % dari tahun sebelumnya yaitu 21,6 %. Adapun angka putus sekolah tahun 2022-2023 diberbagai tingkat pendidikan mencapai 76.834 orang. Dengan rincian jumlah siswa putus sekolah tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang dan SMK 12.404 orang. (https://sehatnegerikukemkes.go.id)

Lingkungan anak saat ini pun jauh dari jaminan perlindungan dan keamanan. Angka kekerasan pada anak terus meningkat. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melaporkan, kasus sepanjang 2023, mencapai 24.158 kasus. Dari jumlah tersebut kasus yang paling banyak adalah kekerasan seksual yaitu 10. 932 kasus.Pelaku kekerasan terhadap anak, justru berasal dari orang-orang terdekat. Termasuk ayah, ibu, atau kerabat serumah. Rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung bagi anak, kini menjadi tempat yang menakutkan.

Selain itu, munculnya kepribadian anak yang rusak baik pemikiran serta perilakunya. Anak saat ini menjadi pelaku bullying dan kekerasan, pecandu narkoba, pergaulan bebas, miras, pelaku pornografi bahkan kecanduan judi online. Pemerintah mencatat jumlah pemain judi online di Indonesia sekitar 2% adalah anak di bawah usia 10 tahun yang berjumlah 80 ribu orang, sedangkan usia antara 10-20 tahun berjumlah 440 ribu orang.

Berbagai program telah dibuat dan dijalankan oleh pemerintah untuk menyelesaikan persoalan anak. Di antaranya adalah peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan ataupun pengasuhan anak. Menyediakan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, merintis Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) hingga Negara Ramah Anak. 

Namun fakta yang terjadi, semakin jauhnya anak dari kesejahteraan, keamanan, dan pribadi bertakwa, tentu saja upaya-upaya yang dilakukan pemerintah bisa dikatakan tidak membuahkan hasil. Karena, solusi yang diberikan oleh pemerintah dalam menyelesaikan persoalan anak sama sekali tidak menyentuh akar persoalan. 

Jika dicermati, akar permasalahan sebenarnya adalah sekularisme yang mengabaikan peran agama dalam mengatur kehidupan. Sistem sekularisme mengagungkan prinsip kebebasan, sehingga membentuk tingkah laku masyarakat yang buruk. Melakukan perbuatan karena dorongan hawa nafsu, halal dan haram diabaikan. Alhasil, muncullah manusia yang tega melakukan kekerasan terhadap anak, baik fisik maupun seksual.

Ditambah lagi, sekularisme dijadikan asas kurikulum pendidikan hari ini. Akibatnya, lahirlah generasi-generasi yang liberal. Sekularisme-liberalisme terbukti telah menjauhkan keluarga dari peran dan fungsi utamanya dalam membina anak. Para ibu juga disibukkan dengan aktivitas bekerja, sehingga abai dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya. Tidak terpenuhinya berbagai kebutuhan anak, mulai dari kebutuhan pokok, pendidikan maupun kesehatan.

Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan negeri ini, menjadikan negara gagal dalam memberikan kesejahteraan pada rakyatnya. Termasuk menyediakan layanan kesehatan, pendidikan yang gratis dan berkualitas. Peran keluarga dalam mendidik anak makin lemah sementara sistem pendidikan justru membentuk generasi sekuler. 

Begitu pula dengan sistem hukum yang dijalankan di negeri ini, tidak memberikan efek jera bagi para pelakunya. Sehingga, tindak kriminal bahkan kekerasan seksual pada anak terus terjadi berulang. Inilah buah dari penerapan sistem sekularisme yang rusak, yang hanya melahirkan kerusakan dan kebobrokan pada semua lini kehidupan


Khilafah Menjamin Perlindungan Anak

Berbeda dengan penerapan sistem Islam dalam kehidupan. Islam memandang bahwa anak adalah generasi penerus peradaban. Islam telah mewajibkan negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan anak dalam berbagai aspek kehidupan. Negara Islam yakni khilafah akan mewujudkan fungsi dan peran keluarga yang optimal dalam mendidik anak. Orang tua akan memahami tugas dan tanggungjawabnya. Orang tua akan mendidik anak-anaknya dengan pendidikan agama Islam. Tujuannya adalah agar anak menjadi generasi yang shalih atau mempunyai kepribadian Islam. Yang menjadikan pedoman bagi tingkah lakunya adalah halal dan haram.

Di sisi lain, negara juga akan menerapkan sistem pendidikan Islam untuk membentuk generasi berkepribadian Islam, yakni memiliki pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang sesuai dengan Islam. Pendidikan Islam akan menjauhkan peserta didik dari pemikiran yang rusak seperti sekularisme, liberalisme dan sebagainya. 

Selain itu, pemimpin dalam khilafah yaitu khalifah wajib menjadi pelindung (junnah) bagi seluruh rakyatnya termasuk anak-anak. Khilafah akan mewujudkan masyarakat Islami yang memahami syariat. Serta, menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar, sehingga terciptalah lingkungan yang aman bagi anak. Disamping itu, khilafah juga akan menerapkan sistem sanksi yang menjerakan kepada pelaku tindak kriminal maupun kekerasan seksual pada anak. 

Melalui ekonomi Islam, khilafah akan menjamin pekerjaan bagi kepala keluarga sebagai pejuang nafkah. Sehingga, kebutuhan anak akan tercukupi mulai dari sandang, pangan dan papan. Jaminan pendidikan Islam, kesehatan dan keamanannya akan dipenuhi secara langsung oleh khilafah. Sehingga, setiap anak akan mendapatkan pendidikan secara gratis dengan kualitas terbaik. Sungguh kehidupan unggul, terbaik, aman dan Islami akan terwujud dalam khilafah Islam. Insya Allah. []


Oleh: Aqila Deviana, Amd.keb
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update