TintaSiyasi.id -- Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat kecanduan internet tertinggi, khususnya media sosial. Penggunaan yang berlebihan ini mengancam kesehatan mental masyarakat. Pengguna di Indonesia menghabiskan rata-rata 191 menit (3 jam 11 menit) per hari untuk menatap layar ponsel dan tablet. (katadata.co.id, 16/02/2024)
Para ahli di Indonesia mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam menangani dampak media sosial terhadap anak dan remaja, seperti yang telah diusulkan di Amerika Serikat. Kepala Asosiasi Dokter Amerika Serikat, Vivek Murthy, mengusulkan penempatan label peringatan pada media sosial, mirip dengan label peringatan pada produk rokok. Meskipun ini tidak menjamin solusi total untuk masalah kesehatan mental, Murthy berharap bahwa langkah ini dapat meningkatkan kesadaran dan mendorong perubahan perilaku di kalangan pengguna. (voaindonesia.com, 18/06/2024)
Di era digital saat ini, penggunaan internet dan media sosial tidak bisa dihindari dan harus dihadapi. Dalam sistem kapitalisme, teknologi dan media sosial bisa menjadi pedang bermata dua, memberikan manfaat atau membawa bahaya bagi penggunanya.
Media sosial bisa memberikan dampak positif jika digunakan untuk tujuan yang baik, seperti memudahkan komunikasi, menjalin pertemanan, berbagi informasi, dan menyebarkan dakwah Islam secara luas. Sayangnya, dampak negatif media sosial sering kali lebih dominan karena paradigma kapitalisme yang mendasarinya. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme, media sosial lebih sering digunakan untuk membuat konten viral, mencari keuntungan, mempromosikan gaya hidup hedonis, dan menyebarkan pola pikir sekuler liberal. Selain itu, media sosial sering digunakan untuk kegiatan kriminal seperti penipuan, pelecehan seksual, kekerasan digital, pinjaman online ilegal, perjudian, dan berbagai dampak negatif lainnya.
Dampak terburuk dari media sosial dalam ideologi kapitalisme adalah penyebaran pemikiran sekuler liberal, terutama di kalangan generasi muda. Pengaruh negatif ini dapat mengubah pola pikir, misalnya, seseorang yang awalnya berkerudung bisa melepas kerudungnya setelah terpapar pemikiran sekuler di media sosial. Contoh lainnya adalah dari BBC news melaporkan, platform media sosial X yang kini mengizinkan konten pornografi, yang bisa diikuti platform lain.
Jika media sosial diberi label "berbahaya", perlu dipastikan definisi "berbahaya" tersebut. Jika terkait kesehatan mental dan aktivitas di dunia nyata, itu wajar. Namun, jika mengacu pada konten yang dianggap radikal oleh kapitalisme, hal ini perlu dipertanyakan karena sering kali platform memblokir konten dakwah yang tidak sejalan dengan pandangan mereka.
Media sosial adalah teknologi yang dapat digunakan dalam Islam untuk tujuan kebaikan, tetapi diharamkan jika menyebarkan konten negatif atau kejahatan. Dalam Islam, media sosial bermanfaat jika digunakan sesuai syariat, memberikan dampak positif dan kemaslahatan bagi umat.
"Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapat dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun." (HR. Muslim)
Negara harus mendukung pengembangan teknologi dan platform yang mendidik serta tidak membiarkan konten pornografi atau konten tidak bermanfaat. Negara juga harus menindak tegas penyebar konten negatif yang merusak pendidikan generasi. Media sosial harus digunakan untuk menyebarkan dakwah, mengajak kebaikan, dan mencegah kemungkaran, memanfaatkan kemajuan teknologi untuk dakwah Islam yang lebih luas.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Nabia Husnul
Aktivis Muslimah