Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Judi Online Mengancam Umat, Khilafah Solusinya

Jumat, 19 Juli 2024 | 08:55 WIB Last Updated 2024-07-19T01:55:20Z

TintaSiyasi.id -- Judi, sungguh sudah sangat meresahkan. Kalau dahulu aktivitas judi memerlukan pengorbanan waktu untuk sampai ke tempat permainan dan harus memiliki dana yang cukup besar agar bisa bermain judi dan agar bisa ngumpul bersama teman-teman sepermainan. Tapi saat ini cukup hanya dengan memiliki gadget saja di rumah dan dengan modal yang relatif murah. Dengan modal awal lima ribu rupiah saja sudah bisa ikut bermain. 

Itulah ia yang bernama judol atau judi online yang sudah banyak memakan korban. Dan lebih parahnya telah menjangkau semua kalangan. Dari semua usia, mulai dari orang tua hingga anak-anak, mulai dari pria hingga wanita, miskin maupun kaya, rakyat jelata maupun pejabat dan aparat negara.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan kalau jumlah pemain judi online di Indonesia kini tembus 2,7 juta orang. Mirisnya, korban judi online itu didominasi oleh kaum muda berusia 17-20 tahun. Ketua Satgas Pemberantasan Judi Online Hadi Tjahjanto juga mengungkapkan dari jumlah tersebut, ada 80 ribu di antaranya anak-anak berusia di bawah 10 tahun. (Detik News, 19 Juni 2024)

Padahal Allah SWT telah menegaskan pelarangan judi sebagaimana yang terdapat dalam QS Al-Maidah ayat 90 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُوَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِالشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS. Al-Maidah ayat 90)

Dari ayat ini keharaman judi sudah gamblang karena celaan terhadap suatu perbuatan. Bahkan diungkapkan dengan kata perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan, menunjukkan bahwa perbuatan itu haram secara pasti. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini.

Namun hukum judi yang jelas-jelas haram, ternyata tidak menghalangi merebaknya judi online saat ini di tengah masyarakat. Dan pelakunya bukan hanya orang miskin yang ingin kaya secara instan saja, melainkan orang-orang kaya dan terhormat seperti anggota dewan perwakilan rakyat dan aparat. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa perbuatan yang jelas haram ini bisa marak di tengah-tengah masyarakat yang notabene penduduknya mayoritas Muslim?  

Ada beberapa hal yang menyebabkan merebaknya kasus judi online, di antaranya adalah:

Pertama, karena judi online sangat mudah untuk diakses. Sebagai buah dari perkembangan digital yang dikendalikan oleh kapitalisme global yang asasnya adalah manfaat, tidak memperhatikan dampak buruk perkembangan digitalisasi yang digunakan sebagai revolusi industri ala kapitalisme saat ini. Karena itu, penguasa tidak mengantisipasi adanya kemungkinan dampak buruk bagi masyarakat berupa judi, terutama bagi generasi.

Kedua, dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat terkait dengan fakta judi. Banyak masyarakat menyangka yang mereka mainkan hanyalah sekedar permainan (game) biasa, apalagi bagi anak-anak. Sehingga, mereka terlena dengan permainan tersebut. Apalagi poin-poin yang didapatkan dari permainan tersebut bisa ditukar dengan uang, kan menguntungkan.
Ketiga, solusi yang diberikan pemerintah terkait kasus judi ini tidak menyentuh akar masalahnya. Solusi yang diberikan pemerintah dengan mengeluarkan keppres No. 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring yang diterbitkan di Jakarta pada 14 Juni 2024. Sementara platform digitalnya sendiri disediakan oleh pemerintah. Sehingga semua rakyat mudah untuk mengakses situs-situs judi.

Kemudian yang dijerat hukuman hanya pelaku judi saja, bukan bandarnya. Itupun hukuman yang tidak membuat efek jera. Ditambah lagi, anggapan pelaku judi sebagai korban yang wajib diberikan bantuan sosial, bukannya judi makin berkurang malah makin bertambah.

Apalagi adanya situs judi online, aplikasi judol, dan lain-lain, tidak bisa dilepaskan dari peran negara yang telah mengizinkannya. Sebab, ada pajak yang besar bagi negara yang merupakan sumber pendapatan utama negara yang menganut sistem kapitalisme. Karena itu, besar kemungkinan judi tidak bisa dihapuskan karena ada untungnya bagi negara.

Ketiga, pastinya akibat diterapkannya sistem kapitalisme yang akidahnya sekuler yang menganggap Islam terpisah dari peraturan hidup di dunia. Manfaat adalah asas dalam membuat atau mengambil hukum. Karena itu standar negara dalam mengatur masyarakat bukan lagi halal dan haram.

Ketakwaan individu pun sirna, sebab akidah sekulerisme telah membuat rakyatnya merasa Allah tidak ada ketika mereka melakukan pekerjaan haram tersebut. Rakyat dalam sistem kapitalisme menganggap Tuhan hanya ada ditempat-tempat ibadah saja. Dan gaya hidup hedonis membuat masyarakat ingin kaya atau menambah kekayaan dengan cara instan, tanpa harus bekerja keras.

Kontrol masyarakatpun tidak ada. Karena hidup dalam sistem kapitalisme adalah kehidupan yang individualisme, "Yang penting yang main judi bukan aku, bukan keluargaku. Walaupun itu aku atau keluargaku apa urusannya denganmu". Begitulah kondisi hidup dalam sistem kapitalis.

Karena itu kita butuh solusi yang tepat dan menyeluruh dalam menyelesaikan masalah judi, baik online maupun offline yaitu dengan cara Islam. Islam telah menetapkan sanksi pidana bagi pemain judi dan bandar judi adalah sanksi yang dinamakan takzir. Takzir adalah pidana syariah untuk pelanggaran syariah yang tidak ada nash khusus mengenai jenis sanksinya dan tidak ada kaffarah (tebusan)-nya. Jadi hukuman bagi pelaku judi akan ditetapkan oleh khalifah. Kadar hukumannya bisa sampai hukuman mati, jika pelakunya merupakan bandar judi.

Namun, sebelum dikenai sanksi ta'zir maka khalifah harus memberlakukan beberapa hal di antaranya:

Pertama, khilafah akan memastikan bahwa setiap orang memahami hukum haram judi, sanksi keras terhadap pelakunya, melalui pendidikan di keluarga, di masyarakat, kurikulum sekolah, dan platform media massa.

Ada beberapa kriteria permainan yang tergolong judi: Pertama, ada yang dimainkan. Kedua, ada beberapa orang yang ikut bermain. Ketiga, ada penyerahan atau suatu kompensasi bagi yang ikut bermain. Keempat, ada penentuan pemenang dan yang kalah. Dengan konsekuensi yang memang akan mengambil harta yang kalah. Maka, jika suatu permainan telah memenuhi kriteria di atas, baik online maupun offline maka terkategori judi.

Kedua, khilafah tidak akan pernah membuka celah sedikitpun adanya praktek judi, baik offline maupun online. Dengan mengedukasi masyarakat tentang haramnya judi dan bahayanya bagi perkembangan harta. 

Ketiga, Khilafah akan menegakkan hukum ta’ziir (bisa berupa hukuman cambuk) terhadap pelaku judi. Keempat, Khilafah bertanggungjawab untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi warganya, sehingga tidak terjerambab dalam kemaksiatan judi. Oleh karena itu mencampakkan sistem kapitalisme penyebab utama praktek judi harus segera dilakukan dan digantikan dengan sistem Islam Khilafah. Wallahu a'lam bishshowab. []


Fadhilah Fitri, SPd.I.
Analis Mutiara Umat Institute

Opini

×
Berita Terbaru Update