Meski pihak keluarga menganggap insiden kejutan ulang tahun yang berujung maut sebagai musibah, namun polisi tetap memeriksa beberapa teman korban yang terlibat merayakan ulang tahun dengan kejutan tidak sewajarnya. (jawapos.com, 8/7/2024)
Mirisnya, kejutan ulang tahun yang berlebihan sudah menjadi tren di kalangan remaja. Taburan tepung, dilempar telur, diceburkan ke dalam kolam atau memberikan prank kepada anak yang berulang tahun, mulai prank ringan hingga berlebihan yang berdampak pada rasa trauma, cedera serius bahkan berujung kematian seperti kasus FN diatas.
Parahnya, kejutan tersebut sudah menjadi tradisi antar generasi. Sehingga dianggap sebagai sebuah bentuk kewajaran, sebagai bentuk kebahagiaan di masa muda, bukannya dihentikan dan semua itu seringkali dilakukan hanya sekedar untuk keseruan, mengisi konten demi menambah jumlah like dan follower. Inilah bentuk eksistensi diri para remaja saat ini.
Di sisi lain, peristiwa tersebut menggambarkan perilaku remaja yang seringkali spontan tanpa disertai berfikir jauh mengenai resiko tindakan yang mereka lakukan. Perilaku dan cara berpikir yang demikian muncul disebabkan karena ketidakpahaman mereka atas kaidah berpikir dan beramal serta adanya pertanggungjawaban atas setiap perbuatan.
Seharusnya, seseorang mampu berpikir bahwa dirinya hanyalah seorang hamba yang harus senantiasa taat kepada Allah SWT. Tujuan mereka diciptakan di dunia ini untuk beribadah kepada Allah Ta'ala. (QS. Adz-Dzariyat: 56). Hidup di dunia hanya sebentar sebagai tempat persinggahan sebelum kembali menghadap Allah di akhirat kelak. Cara berpikir seperti ini akan menuntun seseorang memiliki kesadaran untuk beramal dengan benar melakukan amal salih sebanyak-banyaknya dan bertanggung jawab atas amalnya.
Sehingga sebelum melakukan perbuatan senantiasa mencari hukumnya. Seperti prank, prank sendiri adalah kebiasaan masyarakat Barat yang juga “sakit”, yang kemudian diekspor ke negeri-negeri Muslim termasuk Indonesia bersamaan dengan pemikiran Barat lainnya, yaitu sekularisme, liberalisme, pluralisme, dan sebagainya. Akibatnya, banyak di antara umat Islam yang ikut-ikutan, khususnya para generasi muda.
Bercanda atau bersenda gurau adalah boleh-boleh saja dalam syariat. Hanya saja, prank adalah senda gurau yang tidak dibenarkan karena penuh kebohongan, membuat kaget dan menakut-nakuti orang lain. Prank termasuk dusta atau kebohongan, dan dilarang dalam ajaran Islam.
Rasulullah saw. bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
“Tidak halal bagi seorang Muslim menakut-nakuti Muslim yang lain.” (HR Abu Dawud, sahih)
Dari Abdurrahaman Bin Abu Laila, beliau berkata, para sahabat Nabi Muhammad SAW bermusafir bersama baginda. Salah seorang dari mereka tertidur lalu ada sebahagian sahabat yang mengambil dan menarik tali yang ada bersamanya sehingga orang yang tidur itu terkejut, maka Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal bagi seorang Muslim membuat saudara Muslimnya terkejut.” (HR. Abu Dawud)
Menurut Imam Al-Munawi, hadis di atas menandakan bahwa menakut-nakuti dan membuat kaget seorang Muslim merupakan perbuatan yang dilarang, apa pun alasan dan motifnya. Bahkan, jika prank dilakukan sengaja dengan niat untuk menghibur, maka dosa yang ditanggung jauh lebih besar.
“Celakalah seseorang yang berkata, kemudian ia sengaja berdusta agar orang di sekelilingnya tertawa. Celakalah ia, celakalah ia.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Dalam sistem Islam, jelas prank semacam ini tidak akan dibiarkan lestari hingga menjadi sebuah tradisi dan banyak diminati.
Karena, selain melanggar syarait, menzalimi orang lain atau bahkan bisa menimbulkan masalah besar yang berkaitan dengan harta, kehormatan, dan jiwa, kebiasaan tersebut tidaklah memberi manfaat kebaikan sama sekali dan justru akan melenakan masyarakat. Waktu mereka hanya akan dihabiskan dengan sekedar bersenang-senang dan jauh dari produktif.
Semua itu semakin normal dilakukan karena sistem pendidikan yang ada pun adalah sistem pendidikan sekuler. Mata pelajaran agama hanya diajarkan sebagai pelajaran, bukan sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran.
Sangat berbeda dengan kehidupan masyarakat yang diatur dengan akidah Islam di bawah Daulah Khilafah. Kondisi ideal kaum Muslim yang Allah sebut sebagai khairu ummah (umat terbaik), yakni umat yang senantiasa taat pada seluruh syariat-Nya, menyeru kepada kebaikan dan senantiasa beramar makruf nahi mungkar, serta menyeru kepada manusia agar taat hanya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Akidah Islam menuntut manusia untuk menyadari bahwa dirinya, kehidupan dan alam semesta hanyalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Kesadaran sebagai makhluk, akan membawa seseorang untuk rela diatur oleh aturan penciptanya. Sehingga, ketika dia beramal dia akan memastikan semua amalnya bersandar pada aturan syariat.
Kehidupan yang dibentuk dengan kidah Islam, Insyaallah akan melahirkan orang-orang yang bertanggung jawab atas amalnya. Masyarakat juga memiliki kesadaran tidak membiarkan atau menormalisasi kebiasaan-kebiasaan buruk melalui amar makruf nahi mungkar. Semua itu juga dikondisikan oleh Daulah Khilafah.
Sebagai negara _ri'ayah,_ Daulah Khilafah tidak berlepas tangan dari kondisi akidah masyarakatnya. Daulah Khilafah akan memastikan kesadaran yang ada di masyarakat berlandaskan akidah Islam melalui sistem pendidikan Islam Daulah Khilafah mengedukasi masyarakatnya.
Sistem pendidikan Islam memiliki visi yang jelas, yaitu mencetak generasi dengan pola pikir dan pola sikap yang islami. Dengan kurikulum yang berlandaskan akidah Islam akan lahir generasi yang tinggi akhlaknya, cerdas akalnya, dan kuat imannya. Didukung dengan ekonomi Islam yang menyejahterakan dan kebijakan yang bersumber pada syariat Islam, seluruh elemen masyarakat dapat merasakan hak pendidikan secara gratis.
Adapun untuk mencapai tujuan pendidikan, maka metode pengajaran dilakukan secara _talqiyan fikriyan,_ yaitu mentransfer atau memindahkan fakta yang diserap oleh alat indra ke dalam otak kemudian fakta tersebut diinterpretasikan dengan informasi yang terkait lalu ditetapkan hukum atas fakta tersebut.
Metode _talqiyan fikriyan_ akan membuat anak-anak memiliki kaidah berpikir benar yang akan menghasilkan amal produktif yang dihasilkan dari berpikir mendalam. Sebagai contoh, anak-anak akan diarahkan untuk mampu berpikir hingga terbentuk kesadaran bahwa hakikat dirinya hanya seorang hamba yang wajib taat kepada aturan Allah Swt. melalui tadabur alam. Mereka diatur oleh aturan Allah agar bisa berjalan sesuai dengan tujuan penciptaannya. Sehingga, ketaatan untuk senantiasa terikat dengan syariat Allah Swt. dalam setiap amal mutlak
harus dilakukan.
Dengan begitu, anak-anak yang lahir dari sistem pendidikan Islam bukan anak-anak yang hanya memikirkan kesenangan semata dalam beramal, namun memahami kesesuaian terhadap hukum syariat. Sehingga, bisa jadi peristiwa kejutan ulang tahun ataupun prank-prank lainnya tidak akan menjadi trend di dalam Daulah Khilafah. Karena, perbuatan tersebut jelas-jelas membahayakan orang lain.
Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis