Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Festival Kuliner Non-halal dan Dukungan Penguasa Kapitalis

Jumat, 12 Juli 2024 | 05:56 WIB Last Updated 2024-07-11T22:56:55Z
Tintasiyasi.id.com -- Festival kuliner nonhalal diselenggarakan di Mal Solo Paragon, Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 3 – 7 Juli 2024. Acara itu menjadi polemik usai mendapat protes dari sejumlah elemen masyarakat hingga dihentikan sementara.

Namun festival ini kembali dibuka hingga hari terakhir pelaksanaannya. Keberanian penyelenggara untuk melanjutkan festival tentu tak lepas dari adanya izin terhadap penyelenggaraan acara yang memang telah dikantongi oleh Mal Solo Paragon. 

Bahkan Walikota Solo, Gibran memberikan kode dukungan dengan cara memarkir mobil dinasnya yang bernomor polisi AD 1 A di lobi Mal Solo Paragon hingga festival berakhir.  Gibran juga mengunggah video gelaran festival itu di akun instagram pribadinya dengan tulisan "Solo kota toleran." 

Meresahkan Masyarakat Mayoritas Muslim

Diselenggarakannya festival kuliner nonhalal di pusat perbelanjaan umum secara terbuka tentu sangat meresahkan masyarakat Solo yang mayoritas muslim. Dan yang lebih menyakitkan, festival ini adalah legal karena penyelenggara telah mengantongi izin. Hal inipun terkonfirmasi dari sikap Walikota Solo, Gibran yang memberikan dukungan secara nyata maupun maya.

Peristiwa ini semakin membuktikan bahwa Undang-undang jaminan halal dan lembaga perlindungan konsumen tidak akan mampu menjadi penjamin pangan halal di masyarakat. Sebab Undang-undang tersebut dibalut oleh sistem kapitalisme sekuler yang hanya fokus pada keuntungan materi. 

Pemerintah memberikan sertifikat halal bukan didorong oleh keimanan kepada Allaah Swt, akan tetapi karena faktor ekonomi. Maka wajar saja jika negara juga membuka peluang, bahkan mengizinkan beredarnya produk haram di tengah masyarakat muslim jika memberikan keuntungan secara ekonomi.

Di sisi lain, dalam sistem yang serba bebas hari ini pemerintah cenderung ambigu dalam menentukan sikap terkait produk haram karena masih terdapat segelintir masyarakat yang mengonsumsi. Kondisi semacam tentu ini berpotensi besar menimbulkan keresahan dan konflik di tengah masyarakat. Hal ini menunjukkan negara gagal melindungi rakyat dari produk haram. 

Lebih dari itu, isu moderasi beragama yang saat ini diaruskan pemerintah memaksa umat Islam membiarkan kemaksiatan dan kemungkaran atas nama toleransi. Sebaliknya, kalangan umat Islam yang melaksanakan perintah Allaah berupa amar makruf nahi munkar justru dituduh intoleran dan radikal.

Islam Menjaga  Kehalalan dan Kethayyiban Makanan dan Minuman

Mengonsumsi produk halal bagi seorang muslim merupakan wujud ketaatan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, dalam Negara Islam (Khilafah) kehalalan makanan dan minuman merupakan perkara penting. Motivasinya sama sekali bukan keuntungan materi, tetapi semata-mata untuk meraih ridha Allaah SWT.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 168:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ 

“Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.” (QS 2 :168)

Mengonsumsi makanan haram akan menghalangi terkabulnya doa, juga menjadi penyebab rusak dan kotornya pikiran serta hati. Hal ini juga dapat memicu kemaksiatan, kekufuran, kefasikan, bahkan kezaliman. Ini merupakan langkah-langkah setan yang menjauhkan manusia dari ketaatan dan mendurhakai Allaah SWT.

Oleh karenanya, Islam mewajibkan negara untuk menjamin keterjagaan rakyatnya dari semua hal yang diharamkan Allah Swt dan Rasulullah Saw, termasuk masalah makanan dan minuman. Negara Khilafah melarang keras peredaran seluruh produk haram di tengah-tengah masyarakat tanpa mempertimbangkan untung-rugi maupun kemaslahatan.

Sebab sesuatu yang diharamkan Allah Swt pasti mendatangkan kemudaratan. Negara juga wajib mengedukasi masyarakat agar makan dan minum hanya yang halal dan thayyib. Namun demikian, Islam tidak melarang warga nonmuslim makan dan minum yang haram secara pribadi.

Negara juga hadir untuk menjamin kehalalan pangan dengan sungguh-sungguh, memantau kehalalan produk dari hulu ke hilir secara berkala, dan mengawasi secara ketat seluruh produk yang beredar di masyarakat.

Demikianlah jaminan produk halal yang seharusnya diwujudkan saat ini agar hati rakyat tenteram. Dimana makanan yang beredar di tengah umat Islam hanyalah yang halal dan thayyib.

Oleh karena itu, umat membutuhkan sistem negara yang bertakwa dan amanah untuk menjalankan kebijakan sesuai dengan syariat Islam kaffah. Dan ini jelas butuh negara Khilafah . Wallahu a’lam bishshawwab.[]

Oleh: apt. Betti Salimah Indrasari, S.Farm.
(Aktivis Muslimah)



Opini

×
Berita Terbaru Update