Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ekonom Prediksi Ekonomi Indonesia ke Depan Akan Makin Terpuruk

Minggu, 14 Juli 2024 | 11:38 WIB Last Updated 2024-07-14T04:39:21Z
TintaSiyasi.com -- Pakar Ekonomi Islam Dr. Arim Nasim, mengatakan jika tidak ada pembenahan, maka ke depan ekonomi Indonesia akan makin terpuruk, rusak dan makin parah.

"Kalau ini tidak terjadi pembenahan ke depan ya ekonomi Indonesia akan semakin terpuruk. Menurut saya, ekonomi ke depan semakin rusak, semakin parah. Jadi, kalau ada yang mengatakan optimis itu hanya lip service saja," bebernya di Kabar Petang Live: Akibat tak Fokus Soal Industrialisasi, Ekonomi RI dalam Bahaya? di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (11/07/2024).

Dia mengungkapkan salah satu tanda dari akan terpuruknya ekonomi Indonesia adalah utang makin menumpuk. "Bahkan bunganya saja, sudah menjadi beban APBN. Dalam RAPBN tahun 2025 itu, untuk bayar bunga utangnya saja sampai menembus di angka kurang lebih 500 triliun. Dengan rincian 460 triliun bunga utang dalam negeri dan sekitar 40 triliun bunga utang luar negeri. Jadi, makin membebani APBN. Makanya ekonomi akan semakin buruk," terangnya.

Dia mengatakan tidak melihat ada optimisme justru kondisi ekonomi ke depan makin parah, makin terpuruk. Utang makin tinggi, sumber daya alam makin di eksploitasi oleh negara-negara kapitalisme. Sementara rakyat terus diperas dengan berbagai pungutan atau pajak. Sehingga wajar jika tahun depan subsidi untuk rakyat akan dikurangi. Rakyat akan makin dibebani dengan kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan mereka, sementara yang diuntungkan itu adalah para kapitalis.

Menurut dia, Indonesia justru tidak akan bisa berkembang, kelihatannya sulit untuk makin berkembang, makin rusak ekonominya. Kalau dilihat saat ini yang membuat ekonomi Indonesia ke depan makin terpuruk bukan makin baik yaitu banyak pabrik-pabrik yang bangkrut. Pabrik-pabrik yang bangkrut bukan karena tidak ada yang beli produknya, bukan karena masyarakat tidak membutuhkan produk tekstil tetapi karena memang tidak mampu bersaing dengan produk impor.

Dari sisi industri menengah saja, kata Arim sudah ambruk, sudah hancur karena serangan barang-barang impor. Sehingga Indonesia betul-betul menjadi negara konsumtif. "Selain itu, kalau kita bicara terkait teknologi tinggi. Kita juga melihat bahwa industrialisasi yang sedang dijalankan juga memang tidak berjalan karena negara-negara kapitalisme itu hanya memberikan janji-janji palsu saja untuk melakukan proses industrialisasi di negara kita," cercanya.

Dia menjabarkan contoh, "sekarang itu kan sedang rame-ramenya tuntutan pemerintah agar perusahaan-perusahaan asing yang melakukan eksplorasi tambang di Indonesia itu melakukan apa yang mereka sebut dengan hilirisasi salah satunya adalah tuntutan untuk membuat smelter. Tetapi sampai sekarang jalan ditempat. Jadi, mereka hanya membangun smelter untuk memanipulasi pemerintah dan rakyat. Atau mungkin juga sebenarnya pemerintah sebagai agen para kapitalis tahu juga kalau mereka sebenarnya enggak serius. Sekedar agar izin eksplorasi tambang itu terus diberikan sehingga mereka berjanji akan melakukan proses hilirisasi, maka dibangunlah smelter Indonesia," paparnya.

Padahal, lanjutnya, sampai sekarang realisasinya jalan ditempat. Bahkan, kalau diperhatikan, kata dia, dalam konteks industri batu bara, yang terjadi adalah makin mereka bebas mengeksploitasi sumber daya alam tetapi hasilnya untuk rakyat dan negara enggak ada.

"Bayangkan dengan kebijakan undang-undang Omnibus Law itu yang disitu ada kebijakan yang terkait dengan tambang batubara. Perusahaan yang berniat untuk melakukan hilirisasi berarti dianggap proses industrialisasi meningkat sehingga Indonesia bisa mengekspor barang tidak hanya bahan baku saja tetapi meningkat menjadi barang setengah jadi bahkan barang jadi," imbuhnya.

Dalam undang-undang Omnibus Law, tegas dia, pemerintah memberikan dorongan insentif dalam bentuk royalti nol persen adalah suatu kebijakan yang gila. Bagaimana kemudian sumber daya alam dikeruk, perusahaan baru mau berjanji akan melakukan hilirisasi dengan mendirikan smelter itu sudah diberikan bonus yang luar biasa royalti nol persen.

"Akhirnya apa yang terjadi? Yang terjadi semakin memperburuk kondisi ekonomi Indonesia dan ekonomi rakyat. Rakyat semakin terpuruk karena pemasukan ke negara semakin sedikit dari sumber daya alam, pengelolaan alam. Negara kemudian terus mengeksploitasi masyarakat dengan pajak dan berbagai pungutan. Sementara sumber daya alam yang banyak itu hanya dinikmati oleh oligarki para kapitalis. Sisi lain dampak buruknya itu terjadi pencemaran, kerusakan lingkungan alam yang menanggung hanya rakyat dan negara," jabarnya.

Ia tidak menampik pertumbuhan ekonomi mungkin akan terjadi dengan eksploitasi sumber daya alam atau investasi asing yang masuk, tetapi pertumbuhan ekonomi tersebut tidak menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. "Justru sebaliknya masuknya investasi, meningkatnya PDB itu hanya akan dinikmati oleh segelintir orang, sementara rakyat tetap akan berada pada titik krisis, kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan primer maupun sekunder nya. Karena semua sumber daya ekonomi sudah dikuasai oleh oligarki di sisi lain juga kerusakan lingkungan semakin menjadi-jadi," tutupnya.[] Heni

Opini

×
Berita Terbaru Update