Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Dialog Antaragama Utopis Bisa Diwujudkan

Kamis, 18 Juli 2024 | 13:38 WIB Last Updated 2024-07-18T06:38:41Z

Tintasiyasi.ID -- Direktur Pusat Pendidikan Hadis Ajengan Yuana Ryan Tresna menegaskan bahwa dialog antaragama adalah konsep yang utopis bisa diwujudkan. “Dialog antaragama adalah konsep yang utopis bisa diwujudkan. Hal itu dilihat dari dua sisi,” rilisnya di akun Telegram Yuana Ryan Tresna Official: Afkar_Bahaya Dialog Antaragama, Selasa (17/07/2024).

 

Pertama, tidak ada titik temu antara hak dan batil, kecuali pasti sebuah kebatilan. "Dialog antaragama yang sebenarnya bermaksud untuk menciptakan “agama baru” bagi kaum Muslim yang didasarkan pada akidah pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Padahal, akidah ini menetapkan bahwa membuat hukum adalah hak manusia, bukan hak Allah Swt. yang telah menciptakan manusia.

 

“ Allah Swt. jauh-jauh hari telah memberikan peringatan kepada kaum Muslim dalam firman-Nya yang artinya, ‘Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka (dapat) mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran) seandainya mereka mampu.’,” sitatnya surah Al-Baqarah ayat 217.

 

"Juga dalam firman-Nya yang lain, artinya, ‘Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.’,” nukilnya surah Al-Baqarah ayat 120.

 

Ia menuturkan, karena peradaban Islam berasaskan akidah Islam, sementara peradaban kapitalisme berasaskan akidah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), maka titik temu di antara keduanya hakikatnya tak mungkin ada, kecuali kekalahan salah satunya.

 

"Jadi, maksud dialog antaragama yang dipimpin oleh Barat adalah agar kaum Muslim melepaskan persepsi-persepsi Islam untuk kemudian digantikan dengan persepsi-persepsi kapitalisme, sebab Barat telah mengerti bahwa mengompromikan dua ideologi yang kontradiktif adalah hal yang mustahil," terangnya.

 

Ia kembali menegaskan bahwa dialog antaragama dan antarperadaban untuk mencari titik temu di antara agama atau peradaban yang adalah utopis. "Justru yang harus ada adalah pertarungan pemikiran (al-shira’ al-fikr) di antara berbagai agama dan peradaban, agar dapat diketahui mana yang hak mana yang batil, mana yang mulia mana yang hina, dan mana yang baik mana yang buruk," lanjutnya.

 

Kedua, kesatuan agama-agama adalah gagasan yang batil. “Semua argumentasi yang mengarah pada kesatuan agama-agama bertujuan untuk memperkuat legitimasi dialog antara tiga agama, dengan anggapan dasar bahwa agama samawi yang tiga itu bersumber dari Nabi yang sama yaitu Nabi Ibrahim As. Narasi membentuk agama Ibrahimiah adalah usulan yang semestinya tertolak secara keyakinan," sebutnya.

 

"Kata “aslama” dalam Al-Quran di antara makna bahasanya adalah “inqada” (tunduk, patuh, berserah diri). Al-Quran telah menggunakan makna bahasa ini dalam kisah para nabi dan pemberian sifat para nabi itu sebagai orang-orang yang tunduk patuh kepada perintah Allah Swt.," paparnya.

 

Dengan demikian, ia katakan, jelas bahwa kata “muslimun” yang terdapat dalam berbagai ayat tersebut maknanya adalah “munqadun” (orang-orang yang patuh, tunduk, berserah diri). “Artinya, bukan berarti mereka itu memeluk agama yang satu, yaitu Islam yang diturunkan kepada Muhammad saw., sebab Islam belum dikenal oleh mereka, di samping mereka memang belum diperintahkan untuk memeluk Islam,” tuturnya.

 

"Setiap kaum dari mereka mempunyai seorang rasul yang khusus bagi mereka. Dan setiap rasul itu menyeru mereka kepada syariat (aturan) yang khusus. Allah Swt. berfirman yang artinya, Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan syariat (aturan) dan jalan yang terang.’,kutip Ajengan Yuana surah Al-Maidah ayat 48.

 

Lebih lanjut ia katakan, di antara kata-kata yang telah dipindahkan maknanya kepada makna syar’i adalah kata “Islam”. “Makna bahasanya adalah “inqiyad”, tetapi makna syar’i-nya adalah agama yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya Muhammad saw. Makna ini misalnya terdapat dalam firman Allah Swt. surah Al-Maidah ayat 3 yang ditujukan untuk semua manusia sampai Hari Kiamat, ‘…dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian.’,“ bebernya.

 

"Dengan demikian, jelaslah bahwa konsep dialog antaragama dibangun di atas landasan yang rapuh, motif yang buruk, serta merupakan gagasan utopis dan batil. Umat Islam tidak boleh terjebak rayuan dan janji manisnya," tandasnya.

 

Tujuan yang mereka kampanyekan untuk menciptakan perdamaian dunia, menurutnya, tidak akan terwujud jika mereka sendiri diam atas penjajahan dan kerusakan yang diakibatkan keserakahan negara-negara kapitalis.

 

"Jika hendak membangun sebuah dialog dan perdebatan antaragama yang sepadan, seharusnya dibangun di atas landasan keyakinan pada kesempurnaan din Islam, terbuka untuk membuktikan kesalahan agama lain, tidak tunduk pada skenario penjajahan negara Barat, dan selanjutnya baru membangun harmoni dalam pergaulan antarumat beragama," pungkasnya.[] Lanhy Hafa

Opini

×
Berita Terbaru Update