TintaSiyasi.id -- Pengamat Ekonomi Syariah Ustazah Nida Sa’adah, S.E.Ak., MEI., mengungkapkan bahwa debt trap (jebakan utang) memberikan peluang menjajah keuangan negara.
"Debt trap (jebakan utang) memberikan peluang bagi negara pengutang untuk melakukan intervensi, dominasi, dan menjajah keuangan negara,” tuturnya dalam Economic Understanding : “Benarkah Indonesia dalam Jebakan Utang (Debt Trap)?" di YouTube Muslimah Media Hub (MMH), Jumat (28/06/2024).
“Ada dua bahaya bagi negara yang telah masuk dalam debt trap. Pertama, bahaya jangka pendek yaitu, keberadaan utang yang telah menjadi trap atau jebakan ini menciptakan kekacauan moneter,” ujarnya.
Nida menjelaskan, pada saat utang itu jatuh tempo harus dilunasi dengan mata uang yang telah ditetapkan negara yang memberi utang, maka bisa dipastikan mata uang negara yang berutang itu akan terpukul dan harganya anjlok. “Sebab dia membutuhkan uang yang sangat banyak untuk bisa melunasi utang-utangnya,” paparnya.
Ia juga menambahkan, sebagaimana kejadian di tahun 1997-1998 Indonesia mengalami penurunan mata uang rupiah, sehingga berbagai aset perusahaan negara harus dijual dengan sangat murah atau bahkan diberikan sebagai pelunasan terhadap semua utangnya.
“Kedua, bahaya dalam jangka panjang, yaitu pada saat utang ini harus dilunasi dengan long term debt (pelunasan utang dalam jangka panjang) akan menciptakan kekacauan pada sistem keuangan negara atau pada sistem APBN. Karena utang yang makin bertumpuk, pada akhirnya harus dilunasi dengan berbagai aset yang dimiliki oleh negara tersebut. Baik tanah, pabrik, atau pun berbagai sumber daya alam dan barang tambang,” bebernya.
APBN Islam Surplus
“APBN negara Islam terus mengalami surplus, sehingga tidak membutuhkan pembiayaan proyek dengan berutang kepada negara luar maupun lembaga keuangan Internasional,” sebutnya.
Ia membeberkan, catatan sejarah peradaban Islam pertama yang dibangun pada masa Rasulullah dan dilanjutkan para sahabat dapat mewujudkan kemandirian keuangan negara, bahkan terus menerus mengalami surplus.
“Negara melakukan pembiayaan terhadap proyek-proyeknya, sebagaimana yang telah diajarkan di dalam Islam dengan sistem Baitulmal. Ada tiga tumpuan utama yang menjadi pemasukan Baitulmal yakni, pengelolaan sumber daya alam dan barang-barang milik umum, berbagai aset deposit diatur dengan sistem syariah, sehingga dikelola negara secara mandiri,” jelasnya.
Selanjutnya, negara tidak membebani masyarakat dengan pungutan pajak. “Negara mempunyai sumber dana yang besar dari pungutan pajak tanah yang dibebankan atas tanah non-Muslim (kharaj). Terakhir, pemasukan Baitulmal berasal dari sistem pengelolaan zakat mal,” terangnya.
Nida mengatakan, penyebab mendasar negara jatuh ke dalam debt trap karena negara mendanai proyek-proyeknya dengan cara berutang kepada negara luar atau kepada lembaga keuangan internasional.
“Saat ini setiap proyek pendanaan produktif ataupun yang tidak produktif di Indonesia dibiayai dengan mencari utang kepada negara luar atau lembaga keuangan internasional, maka bisa dipastikan Indonesia sudah masuk ke dalam debt trap (jebakan utang),” tegasnya.[] Yesi