TintaSiyasi.id -- Berapa dana pekerja sekarang yang terkumpul dan dikelola oleh Badan Pengelola Jaminan Kesehatan (BPJS) Ketenagakerjaan? Yaitu mencapai 735 triliun rupiah. Uang iuran masyarakat atau pekerja yang terbesar yang dikelola satu lembaga non bank di Indonesia. Apakah dana ini masih aman atau makin berisiko? Mengingat seluruh dana telah dialokasikan bagi kegiatan investasi untuk mengejar keuntungan. Termasuk di dalamnya usaha-usaha spekulasi seperti membeli saham secara tidak langsung di bursa saham untuk mengejar keuntungan besar dan cepat.
Apakah BPJS ketenagakerjaan boleh mengejar keuntungan? Lembaga ini sejak disahkan UU SJSN dan UU BPJS serta ditransformasikan dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) menjadi BPJS Ketenagakerjaan, maka lembaga ini telah berubah menjadi lembaga nirlaba. Seluruh dana yang dikelola harus dikembalikan kepada pemilik dana, yakni masyarakat, dan semua dana yang dikelola hasilnya harus disampaikan ke pemilik dana setiap periode keuangan melalui email peserta. Namun, ini tidak dilakukan. Pengelolaan dana publik atau pekerja yang tertutup semacam ini tentu berisiko.
Lebih dari 62 triliun rupiah dana BPJS ketenagakerjaan diinvestasikan dalam kegiatan spekulasi. Dana-dana ini terancam hilang seiring dengan rontoknya harga saham di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir (tabel di bawah). Harga saham tempat dana BPJS Ketenagakerjaan ditempatkan terus memerah dan rontok sampai tingkat sangat rendah. Lembaga nirlaba ini terancam kehilangan dana cukup besar akibat kerugian investasi semacam ini.
Investasi BPJS membeli saham di pasar kurang dilakukan secara transparan. Selama direksi ini tidak mengumumkan kepada publik perusahaan siapa saja yang dibeli sahamnya, apa alasannya? Sebab kalau mau investasi yang benar, bukan pada perusahaan yang selama ini mereka berinvestasi. Investasikan saja ke saham perusahaan global yang benar-benar bagus. Karena motif cuma satu yakni mengejar keuntungan yang besar.
Perkembangan terakhir penempatan dana BPJS Ketenagakerjaan dalam instrumen surat utang negara sebesar 71% dari total dana BPJS ketenagakerjaan meninggalkan berbagai risiko di antaranya adalah kerugian akibat pelemahan kurs rupiah terhadap USD, serta kemungkinan lain seperti penundaan pembayaran kepada BPJS Ketenagakerjaan karena kas negara sedang seret.
Sebagaimana dilaporkan baru-baru ini oleh Menteri Keuangan bahwa sampai bulan Mei 2024 penerimaan perpajakan Indonesia anjlok cukup dalam antara 8-10 persen. Ini bisa-bisa dana pekerja di sana menjadi bamper menghadapi tekanan fiskal. Sehingga risiko tidak terbayar.
Kerugian lainnya jika dana 110 triliun rupiah yang diinvestasikan Jamsostek pada deposito terancam mengalami kerugian kurs yang sangat besar. BPJS Ketenagakerjaan tidak menjelaskan apakah deposito tersebut diamankan dalam mata uang Asing atau dalam rupiah. Ini harus dilaporkan secara transparan dan terbuka pada pemilik dana.
Oleh: Salamudding Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia