Tintasiyasi.id.com -- Untuk kesekian kalinya, tepatnya sudah 40 kali peringatan hari anak nasional (HAN) diselenggarakan setiap tahunnya. Dengan mengusung tema yang berbeda, harapannya kondisi anak Indonesia lebih baik lagi.
"Anak Terlindungi, Indonesia Maju" masih menjadi tema peringatan HAN tahun ini, yang pada tahun lalu juga mengangkat tema yang sama, artinya kondisi anak tahun kemarin masih belum berubah, bahkan bisa dikatakan makin memprihatinkan.
Buktinya berita tentang anak selalu menjadi pemberitaan di linimassa. Dari sisi kesehatan, penanganan stunting belum menuai hasil yang diharapkan. Menurut data KemenKes, angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 21,6 persen.
Kemudian urusan judol pun anak tidak lepas dari jeratannya. Ada sekitar 2% dari pemain judol atau sekitar 80ribu anak dibawah 10 tahun terlibat judol. Belum lagi bicara tentang kekerasan pada anak, baik anak menjadi pelaku ataupun korban , Dalam bidang pendidikan pun ditemui masih banyak anak yang tidak dapat menikmati fasilitas pendidikan yang memadai. Hal ini makin menambah problematika anak yang sampai saat ini tak kunjung usai.
Ketika berbicara tentang anak dan permasalahannya, maka tidak bisa dilepaskan dari keluarga. Karena memang sejatinya pendidikan anak, perlindungan anak dan kebutuhan anak berawal dari keluarga. Keluarga memegang peranan penting dalam membentuk generasi.
Ini adalah mafhum yang sudah kita pahami bersama, namun ketika muncul anak-anak dengan kompleksnya permasalahan mereka, tentu yang dipertanyakan bagaimana keluarganya? Kemana orang tuanya? Bagaimana didikan di dalam keluarga tersebut?
Menjawab pertanyaan ini tentu harus melihat dengan sudut pandang yang menyeluruh, bukan hanya dari satu sisi. Misalnya anak terlibat judol disebabkan kurangnya perhatian orang tua karena sibuk mencari nafkah. Dari sisi ini kita tidak serta merta menyalahkan orang tua, karena bisa jadi karena kesulitan ekonomi akhirnya mereka berjibaku dengan pekerjaannya dari pagi hingga malam sehingga tidak lagi mampu mengawasi anak ketika bermain gadget.
Dan alasan para orang tua tentu saja karena kebutuhan hidup mahal, biaya pendidikan mahal, biaya kesehatan mahal dan sebagainya akhirnya mereka mau tidak mau harus bekerja bahkan hingga malam hari demi mendapatkan penghasilan untuk kebutuhan mereka dan anak-anaknya.
Ini adalah satu contoh dari sekian banyaknya permasalahan yang ada. Artinya kita tidak bisa hanya menyalahkan keluarga saja ketika ada masalah dengan anak atau tidak terpenuhinya kebutuhan anak. Sejatinya urusan anak bukan hanya menjadi urusan keluarga namun ada peran negara disitu.
Pembahasan mengenai apa saja penyebab permasalahan anak selalu berakhir disini. Padahal semua permasalahan anak pada dasarnya disebabkan oleh kegagalan negara dalam melindungi anak-anak Indonesia. Tidak ada usaha untuk menilik lebih dalam lagi permasalahan yang dihadapi anak saat ini.
Inilah dampak penerapan sistem kapitalis yang signifikan terhadap munculnya kemiskinan, kehancuran keluarga, tontonan yang merusak dan hukum yang tidak memberikan efek jera.
Dalam sistem ekonomi kapitalistik, hanya yang mempunyai modal yang memiliki akses terhadap sumber daya, sedangkan masyarakat dengan sedikit atau tanpa modal, penghidupan mereka makin miskin.
Kondisi serba kekurangan menimbulkan stres bagi orang tua yang dapat berujung pada kekerasan terhadap anak, penelantaran, perdagangan anak, gizi buruk, dan stunting.
Hilangnya peran keluarga juga disebabkan oleh sistem yang salah. Negara penganut sistem kapitalis selalu mengedepankan partisipasi ekonomi perempuan sebagai wujud pemberdayaan perempuan dalam pembangunan. Akibatnya, para ibu menjadi sibuk dengan pekerjaan dibandingkan mengurus keluarga dan anak-anaknya.
Dalam sisi penegakan hukum juga lemah.
Undang-undang yang merupakan hasil buatan manusia dalam praktik demokrasi yang penerapannya bergantung pada batas pemikiran dan akal manusia, tidak memberikan efek preventif dan tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan.
Dengan demikian, penyebab banyaknya permasalahan pada anak pada sejatinya terletak pada diterapkannya sistem yang rusak, sistem yang hanya menimbulkan kerusakan dan kemunduran di segala bidang kehidupan. Selama sistem ini masih menjadi landasan dalam mengatur urusan rakyatnya maka bagaimana bisa menghasilkan generasi emas yang berkualitas sebagaimana cita-cita negara saat ini? Lalu adakah sistem yang lebih baik dan sempurna dari pada sistem kapitalisme?
Sepanjang sejarah peradaban manusia, Islam telah menunjukkan bukti tak terbantahkan. Anak akan sejahtera dan terlindungi dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah.
Dalam Islam,ada tiga pilar yang memiliki kewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak;
Pertama, keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Ayah dan ibu harus bekerja sama dalam urusan mendidik dan mengasuh anak, mencukupi kebutuhan anak, dan menjaga anak dengan dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah Taala.
Kedua, lingkungan. Dalam hal ini, masyarakat memiliki peran dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat berperan sebagai pengawas perilaku anak dari berbagai kejahatan dan kemaksiatan. Masyarakat senantiasa akan melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapapun sebagai bentuk penerapan sistem sosial di tengah masyarakat.
Ketiga, negara sebagai ro'in yakni pengurus urusan rakyat. Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi setiap anak.
Dengan demikian, anak akan hidup dalam negara yang benar-benar mengayomi anak, karena anak bukan sekadar aset negara. Mereka adalah investasi masa depan, oleh karenanya negara harus memastikan kehidupan generasi bisa berjalan dengan pemenuhan dan jaminan segala kebutuhannya.
Menyiapkan generasi untuk menjadi generasi berkepribadian Islam dan berakhlak mulia sejatinya kita sedang menyiapkan masa depan cemerlang bagi peradaban Islam gemilang.[]
Oleh: Ema Darmawaty
(Aktivis Muslimah)