TintaSiyasi.id -- BUMN pasti diperlakukan istimewa oleh negara, diberikan fasilitas, insentif, kemudahan berusaha, kemudahan pajak, kemudahan mendapatkan proyek- proyek, dan bahkan diberikan uang dari APBN. BUMN tidak mungkin diperlakukan sama dengan perusahaan swasta dan Asing yang beroperasi di dalam negeri. BUMN adalah tulang punggung negara untuk mencari uang di dalam maupun di luar negeri.
Mengapa demikian? Agar BUMN bisa mencari uang untuk APBN, sehingga negara tidak perlu mencari uang dengan memajaki masyarakat, memajaki orang makan, memajaki orang beli sandang, memajaki orang beli papan, memajaki orang beli BBM, memajaki orang beli listrik, memajaki orang naik kendaraan umum, bis, kereta api, dan seterusnya, yang seharusnya tidak boleh dilakukan, karena semua itu adalah kebutuhan dasar, kalau tidak terpenuhi orang bisa sekarat dan bahkan bisa mati.
Namun, sekarang yang terjadi sebaliknya, BUMN menumpang hidup pada masyarakat, mencari uang dengan menjual barang dan jasa kepada masyarakat, pasarnya diberikan oleh pemerintah, pasarnya captive. Barang dan jasa yang dijual BUMN lalu dipajakin setiap satuannya, setiap liternya dipajaki, lalu pajak yang dibayarkan masyarakat disetorkan kepada negara oleh BUMN tersebut lalu dikatakan kontribusi BUMN terhadap negara ratusan triliun, padahal itu adalah pajak yang dibayarkan oleh rakyat melalui mereka.
Lebih sadis lagi BUMN malah disuntik uang setiap tahun, kalau tidak disuntik maka BUMN akan bangkrut, tidak bisa bayar utang, karena utangnya banyak, sekarang tahun 2024 mungkin telah mencapai 9000-10.000 triliun. Tahun 2021 utang BUMN 7.238 triliun rupiah, tahun 2022 naik menjadi 7.857 triliun rupiah atau naik 619 triliun rupiah secara tahunan (sumber data BPS 2022). Ini logikanya dari mana? sudah diperbolehkan ngutang tapi masih minta uang dari negara. Seharusnya karena sudah boleh utang dan cari untung, maka harus dapat memberikan uang pada negara sebanyak banyaknya. Itulah maksudnya cabang produksi yang penting harus dikuasai negara. Bukan sebaliknya BUMN minta uang dari negara.
Anda bayangkan saja deh, tiap tahun BUMN mengemis uang dari negara atas nama Penyertaan Modal Negara (PMN) di BUMN. Apa prosentase saham pemerintah di BUMN bertambah karena itu? Tidak juga kan? Berarti ini cuma mengemis uang dari negara. Tiap tahun negara mberikan puluhan triliun kepada BUMN. Tahun 2020 PMN diberikan sebesar 45,1 triliun rupiah, tahun 2021 sebesar 93,1 triliun rupiah, tahun 2022 sebesar 38,4 triliun rupiah, tahun 2023 sebesar 41,3 triliun rupiah, tahun 2024 sebesar 13,6 triliun rupiah, tahun 2025 rencananya akan diberikan 44,2 triliun rupiah.
Ini maksudnya apa? Bukankah BUMN ditugaskan negara untuk mengeruk sumber daya alam, menguasai banyak cabang produksi, mengekspor hasil hasil produksi, mendapatkan miliaran dolar hasil ekspor semua untuk negara, negara membagi ke rakyat. Lah, mengapa malah mereka yang mengemis uang dari negara? Pemerintahan ke depan dapat mebenahi ini, mendesain BUMN sebagai sebagai ujung tombak negara dalam menguasai, mengelola sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Oleh: Salamudding Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia