TintaSiyasi.id -- "Anak durhaka," seketika istilah tersebut yang terlintas setelah membaca sebuah headline pada portal berita Liputan6.com (23/06/2024), yang bertajuk "Polisi Tangkap Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit, Pelaku 2 Putrinya Sendiri."
Teringat sebuah pribahasa "Kecil-kecil anak, sudah besar jadi onak" (saat masih kecil dirawat ketika sudah besar tidak membalas budi), atau peribahasa lain yang serupa "air susu dibalas air tuba," keduanya menggambarkan pengkhianatan atau kejahatan yang dilakukan seseorang terhadap orang yang telah berbuat baik kepadanya. Kembali pada kasus di atas, alih-alih membalas budi, mereka justru tega menghabisi nyawa sang ayah lantaran sakit hati dimarahi akibat ketahuan mencuri.
Serupa tapi sama, terjadi kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak di Pesisir Barat, Lampung, terhadap orang tuanya yang berawal dari permintaan korban untuk dibantu diantarkan ke kamar mandi. Namun sang anak kesal, dan dengan tega menghabisi ayahnya yang sakit stroke, dilansir dari liputan6.com (21/06/2024).
Fakta mengerikan, saat ini kriminalitas tak lagi pandang bulu, siapapun bisa menjadi pelaku kejahatan, dan siapapun bisa menjadi korban kejahatan. Bahkan yang lebih parahnya, korban dan pelaku kejahatan bisa berasal dari orang terdekat, seperti yang terjadi pada kasus di atas.
Kasus di atas hanyalah segelintir aksi sadis yang terjadi. Nyatanya, kejahatan serupa juga marak dijumpai di berbagai wilayah khususnya di Indonesia. Dengan banyaknya pemberitaan terkait kriminalitas yang terus meningkat, maka wajar jika masyarakat saat ini dibuat semakin khawatir.
Sekularisme Merusak Fitrah Manusia
Disadari atau tidak, kasus kejahatan yang kian meningkat saat ini diakibatkan penerapan sistem kehidupan yang salah. Meskipun Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar, nyatanya negara ini menerapkan sistem kapitalisme sekuler, yakni sebuah sistem yang memiliki konsep memisahkan agama dari kehidupan.
Sistem ini juga meniscayakan konsep liberalisme (kebebasan). Parahnya, penganut sistem ini berpendapat bebas melakukan apa pun yang dinginkan, termasuk membuat aturan kehidupannya sendiri, alhasil mereka bertingkah laku semaunya.
Sistem kehidupan inilah yang akhirnya melahirkan masyarakat yang juga jauh dari pemahaman agama. Bahkan orientasi hidupnya sekadar mencari kepuasan jasmani dan materi semata. Mereka tak lagi menghiraukan aturan agama, sebab mereka tak lagi peduli pahala dan dosa. Mereka menghalalkan segala cara untuk memuaskan naluri dan kebutuhannya, termasuk dengan melakukan tindak kejahatan atau pelanggaran hukum.
Mirisnya lagi, kapitalisme sekuler dan segala ide turunannya telah merenggut fitrah manusia dari rasa kasih sayang terhadap orang tua dan keluarga. Sekulerisme sejatinya membahayakan manusia. Ide ini melahirkan manusia-manusia yang tak mampu mengontrol emosinya, rapuh dan kosong jiwanya. Mereka tak lagi sadar akan tujuannya di dunia, dan abai pada keharusan untuk birrul walidain yang diperintahkan agama.
Itu semua tak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan sekuler. Sistem pendidikan yang jauh dari agama tidak mendidik agar manusia memahami pentingnya memiliki ketakwaan, yakni menjalankan perintah Allah (salah satunya birrul walidain), dan menjauhi larangan-Nya. Alhasil, lahirlah generasi rusak di tengah masyarakat dan keluarga, rusak pula hubungannya dengan Allah.
Sistem pendidikan ini juga terbukti gagal memanusiakan manusia, karena dianggap tak mampu menjaga fitrah dan akal agar tetap terpelihara. Yang ada manusia semakin jauh dari tujuan penciptaannya yaitu sebagai hamba dan khalifah pembawa rahmat bagi alam semesta. Wajarlah jika generasi rusak dan merusak semakin banyak.
Selain itu, berulangnya kasus serupa dalam sistem saat ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum yang ada. Dari lemahnya penegakkan hukum tersebut juga akhirnya berkelindan dengan meningkatnya angka kriminalitas saat ini.
Islam Solusi Tuntas
Hal di atas jelas jauh berbeda dengan sistem kehidupan yang didasarkan pada syariat Islam. Islam bukan hanya agama ruhiah semata, melainkan sebuah ideologi yang mampu diterapkan dalam tatanan kehidupan termasuk bernegara. Negara yang berdasarkan ideologi Islam sudah tentu akan memastikan syariat Islam dijadikan landasan dalam membuat segala aturan, membentuk masyarakat yang Islami, dan melahirkan individu-individu yang bertakwa.
Dengan penerapan syariat Islam secara sempurna dalam institusi Khilafah, manusia akan terjamin kehidupannya. Hal ini mengacu pada maqoshid syariah yang dimiliki oleh negara. Dengan begitu, penjagaan terhadap nyawa, kehormatan, harta, dan akal seseorang juga akan dilakukan dengan seoptimal mungkin.
Negara Khilafah juga akan menerapkan sistem pendidikan yang berbasis pada akidah Islam yang kuat. Sistem pendidikan Islam dipastikan melahirkan individu-individu yang memiliki keimanan dan ketakwaan tinggi, yang berorientasi pada akhirat. Selain itu, mereka juga akan memiliki kesadaran terhadap pertanggungjawaban di hadapan Allah, dengan demikian menjadikannya selalu berhati-hati dalam menjalani kehidupan di dunia.
Ketakwaan yang ada dalam diri setiap muslim akan mendorongnya untuk berusaha melakukan aktivitas birrul walidain atau berbakti kepada orang tua. Banyak dalil terkait hal itu, salah satunya adalah firman Allah Ta’ala dalam Al Quran surah An-Nisa ayat 36:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.”
Rasulullah pernah ditanya oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
أيُّ العَمَلِ أحَبُّ إلى اللَّهِ؟ قالَ: الصَّلاةُ علَى وقْتِها، قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: ثُمَّ برُّ الوالِدَيْنِ قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: الجِهادُ في سَبيلِ اللَّهِ قالَ: حدَّثَني بهِنَّ، ولَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزادَنِي
“Amal apa yang paling dicintai Allah ‘Azza Wa Jalla?”. Nabi bersabda: “Shalat pada waktunya”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?”.Nabi menjawab: “Lalu birrul walidain”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?”. Nabi menjawab: “Jihad fi sabilillah”. Demikian yang beliau katakan, andai aku bertanya lagi, nampaknya beliau akan menambahkan lagi." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari dalil di atas, jelas bahwa birrul walidain yang dilakukan oleh seorang muslim bukan hanya sekadar tuntunan norma susila dan norma kesopanan di tengah masyarakat, namun dikarenakan perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selain itu, dalam surah Al-Isra' ayat 23-24 Allah Ta'ala juga melarang seorang muslim bertindak kasar dengan mengatakan "ah" atau membentak keduanya. Dalam buku karangan Aminudin dan Harjan Syuhada yang berjudul Al-Qur'an Hadis Madrasah Aliyah Kelas XI, dikatakan bahwa "makna dari kata ah dalam ayat ke-23 tersebut merujuk pada semua kata yang mengandung kejelekan, kejengkelan, keluhan, kebosanan, dan sebagainya."
Mengatakan atau bersikap sesuatu yang menyakiti hati orang tua saja dilarang, apalagi sampai tega membunuhnya. Hal ini jelas merupakan pelanggaran hukum syarak yang harus disanksi dengan tegas. Ini juga didasarkan pada pemahaman: membunuh orang lain tanpa sebab yang dibolehkan syariat, merupakan hal yang diharamkan dan termasuk pada dosa besar kedua setelah dosa syirik. Karena itu, negara khilafah juga akan menerapkan sistem uqubat atau sistem hukum yang berdasarkan syariat Islam.
Pelaku kriminal dalam negara Khilafah akan diberi sanksi sesuai syariat. Sistem sanksi dalam Khilafah terbukti efektif meminimalisasi kejahatan karena berfungsi sebagai jawazir (pencegah) yang mampu memberikan efek jera bagi orang lain, sehingga orang lain tidak akan berpikir untuk melakukan kejahatan yang sama. Selain itu, sistem sanksi dalam Islam juga bersifat jawabir atau sebagai penebus dosa pelaku kelak di akhirat.
Demikianlah mekanisme Daulah Khilafah dalam menangani kasus anak durhaka yang semakin merebak. Yang perlu digarisbawahi bahwa fenomena "anak durhaka" tak akan pernah tersolusikan dengan tuntas dalam sistem rusak kapitalisme sekuler. Oleh karena itu, sudah seharusnya umat Islam menyadari bahwa hanya penerapan Islam dalam institusi Khilafah sajalah yang mampu memberikan solusi bagi segala permasalahan manusia. Wallahu a'lam bishshawab. []
Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
Pemerhati Media Sosial