Tintasiyasi.ID -- Pengamat Politik Internasional Adnan Khan dalam bukunya Mitos-Mitos Palsu Ciptaan Barat yang diterbitkan oleh Pustaka Thariqul Izzah pada tahun 2010 menuliskan bahwa dukungan Amerika Serikat (AS) terhadap pemerintah Zionis Israel dipicu oleh kepentingannya untuk mengamankan kepentingan-kepentingan strategis.
“Dukungan AS kepada pemerintah Israell, seperti dukungan AS kepada para
sekutunya yang lain di dunia, tidak dilandasi oleh tujuan keamanan atau komitmen
moral yang kuat kepada negara yang bersangkutan. Sebagaimana di negara lainnya,
kebijakan luar negeri AS dipicu oleh kepentingannya untuk mengamankan
kepentingan-kepentingan strategis,“ tulisnya pada mitos kesembilan “Israel Mengontrol AS dan Dunia” pada halaman 45-49.
Dengan begitu jelas bahwa Israel tidak mengendalikan AS,
akan tetapi telah
bertindak efisien dalam memengaruhi kebijakan AS. “AS adalah aktor utama dalam
menentukan banyak hal. Kebijakan AS dan Israel memang banyak yang sama. Walau begitu, tidak bisa diartikan bahwa AS telah
mengabaikan kepentingannya atas Israel,” ulasnya.
Dalam buku tersebut
Adnan mengungkapkan, awalnya Zionis Israel
dibentuk berdasarkan kepentingan Inggris untuk sebuah organisai asing di tengah
dunia Islam. Akan
tetapi, melemahnya Inggris setelah Perang Dunia II membuat AS mengambil alih
kendali atas kawasan tersebut.
“AS mengakui kedaulatan Israel atas batas-batas yang aman dan
ditentukannya, sekalipun Israel memiliki ambisi untuk mewujudkan Eretz Israel
(Israel Raya). Ini adalah perbedaan pertama antara AS dan Israel. Posisi Israel
sejak awal berdirinya adalah jelas, mereka menolak menentukan batas wilayahnya sejak awal mereka berdiri. Ini menunjukkan
fakta bahwa Israel bukanlah koloni AS dan ada konflik kepentingan di antara
keduanya,” sambungnya.
Sejak berdirinya Gerakan Zionis, lanjut Adnan,
bangsa Yahudi diarahkan
untuk mencapai dominasi politik dan ekonomi di kawasan dunia Islam. Hanya
saja, AS menolak gagasan pergantian
pengaruh Eropa dengan pengaruh Yahudi, dan AS pun menolak gagasan pembagian
kekuasaan dengan negara lainnya.
Namun AS tetap melindungi Israel, menjamin keamanannya, dan
mengamankan standar hidup bangsa Yahudi
di sana, dan bersikeras tidak ingin
membagi pengaruhnya kepada Israel guna mencegah Israel melakukan
ekspansi dan meluasnya pengaruh Israel di kawasan dunia Islam.
“Kebijakan AS dilandaskan kepada upaya mengisolasi Israel
dari bagian kawasan lainnya untuk membatasi dan mengecilkan perannya dalam
upaya penyelesaian masalah Palestina dan masalah Timur Tengah,” lanjut Adnan
dalam bukunya.
Kebijakan AS terpusat pada usaha mendirikan sebuah negara
Palestina, sebagai bagian dari instrumen keterlibatan mereka di Timur Tengah,
dengan memberikan jaminan-jaminan internasional dan menempatkan pasukan
multinasional di sepanjang perbatasan Israel dan negara-negara Arab
tetangganya-Yordania, Suriah, Mesir, dan negara Palestina yang akan didirikan.
“Kebijakan AS juga berkisar pada usaha
internasionalisasi Yerusalem, karena AS memandang internasionalisasi sebagai solusi
masalah sensitif Yerusalem yang akan melegakan umat Kristen, dan menjamin
semakin kuatnya pengaruh AS melalui kehadiran PBB di sana,” ujarnya.
Israel telah berhasil mendirikan sebuah negara dan memobilisasi segala sumber daya
untuk pencapaian jangka panjang. Akan tetapi tanpa dukungan Barat, Israel tidak
akan mampu mencapai posisi yang mereka tempati saat ini.
“Bagaimanapun juga, Israel telah gagal mewujudkan tujuan
utamanya untuk mendirikan sebuah negara dengan batas-batas berdasarkan tanah
yang dijanjikan Tuhan, dan ini karena satu alasan, yaitu karena tujuan tersebut
tidak sejalan dengan kepentingan AS,” imbuhnya lagi.
“AS merencanakan agar Israel berbatasan dengan sebuah negara
Palestina. Partai Likud yang merupakan partai terkuat dalam sejarah Israel
berusaha untuk menentukan batasnya sendiri dengan membangun pemukiman-pemukiman
dan mendesak umat Islam keluar,” tandasnya.
Walau begitu, Israel masih membutuhkan AS dalam penyelesaian
urusan pemukiman tersebut, dan karena itu mereka memobilisasi lobi di AS dan media-media dunia
untuk memperoleh hasil yang mereka inginkan.
“Hasrat untuk mewujudkan negara Israel Raya menjadi lebih
kompleks akibat kenyataan bahwa Partai Buruh di Israel berkeinginan menyerah
dalam urusan penentuan batas permanen. Mereka yakin bahwa hal tersebut
merupakan harga yang pantas bagi keamanan yang diperlukan Israel,”
pungkasnya.[] M. Siregar