TintaSiyasi.id -- Menyikapi wacana pelajaran agama diganti budi pekerti, Direktur Siyasah Institute Ustaz Iwan Januar mengatakan, hal itu berpotensi menimbulkan kecaman.
"Kabar bahwa pelajaran agama dan juga yang berkaitan dengan agama ada wacana akan diganti dengan pendidikan budi pekerti. Ini masih wacana yang menimbulkan kecaman. Itu yang menjadi kekhawatiran saya tapi semoga tidak terjadilah,” paparnya Ustaz Iwan, sapaan akrabnya, dalam Rubrik Podcast "Sepulang Mengajar": Pelajaran Agama, Apakah Sudah Nggak Penting? di YouTube Guru Muslim Inspiratif, Sabtu (01-06-2024).
Menurutnya, standar budi pekerti di masing-masing wilayah berbeda-beda, sehingga wacana tersebut berpotensi menjadi kecaman. "Kalau (pelajaran agama diganti) dari budi pekerti, kita bingung nih mau ambil budi pekerti yang di mana, apa di Aceh, Jawa, Kalimantan, atau Papua. Standarnya beda-beda,” tuturnya.
Melihat kondisi hari ini, tambah Ustaz Iwan, sikap pemerintah yang berencana mengganti pelajaran agama dengan budi pekerti makin tidak jelas. Ia mengajak untuk melihat kondisi generasi hari ini, "Bagaimana kondisi anak-anak pelajar dalam pergaulan, dunia sosial, dan dunia maya, itu kan makin bebas?".
Ia menerangkan, pemerintah berdalih diubahnya pelajaran agama ke budi pekerti dianggap pelajaran agama tidak ngefek, karena banyak sekolah-sekolah berbasis agama yang muncul banyak masalah seperti tawuran, pacaran, sampai pergaulan bebas.
"Bukan salah konten agamanya, tapi jika ditelaah lagi, materi agama tidak relate dengan kehidupan remaja dan para pelajar. Jadi dari muatan konten yang disajikan, harusnya isinya itu relate dengan kehidupan anak-anak remaja dan pelajar, istilah filosofis nya kayak di ruang hampa gitu, enggak ada kaitannya dengan anak-anak,” jelasnya.
Ie menegaskan, seharusnya ini menjadi perhatian pengambil kebijakan untuk mengoreksi kembali mulai dari isi materi yang disajikan hingga media penyajian agar tidak langsung menyimpulkan agama kurang relevan.
“Harusnya pengambil kebijakan mengoreksi dari konten sampai media penyajian, bukan malah yang dipikirkan pelajaran agama kurang cocok lah dengan kehidupan sekarang dan yang penting anak itu baik,” terangnya.
Deradikalisasi
Ustaz Iwan menjelaskan, jika bicara politik, beberapa tahun belakang memang ada kebijakan deradikalisasi, agama dituduh menjadi bibit-bibit radikalisme dan kekerasan. Daripada nanti jadi penyemai radikalisme mending di-cut aja, atau kontennya diganti dengan konten misalnya budi pekerti.
Menurutnya, hal itu haruslah menjadi perhatian negara, krisis akut di kalangan pelajar seperti tawuran, geng motor, dan sebagainya harus terbaca oleh negara. "Bagaimana pun juga ini menjadi tugas negara tentunya, pelajar kita sedang berada dalam keadaan krisis yang akut, masa sih enggak dibaca oleh pengambilan kebijakan, yang kita bahas tadi tawuran, pembegalan, geng motor, harusnya kan itu terbaca. Berarti ada suatu yang salah di dunia pendidikan kita ini,” jelasnya.
Ia menambahkan, negara juga harus memberikan pembekalan kepada para tenaga pendidik bukan hanya guru agama, tapi semua. "Karena agama itu untuk semua lini bukan hanya spesifik di pelajaran agama tapi juga di muatan ilmu lainnya seperti fisika, biologi, bahasa indonesia. Jadi harus terintegrasi dengan semua materi-materi pelajaran itu," paparnya.
Ia menjelaskan, negara itu sampai dinamai suprastruktur, karena dia yang bisa membuat lingkungan untuk mencetak generasi terbaik penerus negeri ini.
“Negara itu disebut suprastruktur, super begitu, karena dia itu punya kekuatan yang bisa membentuk rakyat jadi apa saja. Mereka punya sumber daya, dan salah satu wujud yang paling besar adalah mencetak generasi penerus ini baik,” pungkasnya. [] Nabila Sinatrya