TintaSiyasi.com -- Merespons program Tapera yang dikeluarkan pemerintah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera, Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz S.H. menegaskan bahwa buruh dimiskinkan secara struktural
“Kami para buruh betul-betul dimiskinkan secara struktural,” ujarnya dalam diskusi online Media Umat, Tapera: Tambah Penderitaan Rakyat di kanal YouTube Media Umat, Ahad (09/06/2024).
Menurut Aziz, buruh dimiskinkan secara struktural, karena menurutnya, daya beli buruh berasal dari upah, sementara upah buruh sekarang secara regulasi sudah diatur.
“Yang namanya inflasi itu kan semua kenaikan harga-harga barang. Masa untuk menutupi kenaikan inflasi saja kita tidak dikasih oleh pemerintah, tiba-tiba hari ini kita diwajibkan memotong upah kita 2,5 persen,” ujarnya
Sebelum ada PP nomor 21 tahun 2024 tentang Tapera, dia mengatakan sudah ada potongan penghasilan terhadap buruh, ditambah dengan potongan BPJS kesehatan 1 persen, jaminan pensiun 2 persen, kemudian jaminan hari tua (JHT) 2 persen.
“Nah hari ini PPh 21 dinaikkan menjadi 5 persen, artinya total potongan kami itu sudah hampir 9 persen. Sekarang ditambah lagi tapera. Ini penderitaan buruh ini 2,5 persen, pengusaha 0,5 persen bagi pengusaha,” tegasnya.
“Kami juga para buruh yang sudah masa kerja di atas 10 tahun yang statusnya karyawan tetap, itu mereka juga rata-rata kan sudah mencicil rumah. Sekarang diwajibkan lagi, berarti nanti dia mencicil rumahnya yang dia sudah bayar dari awal. Nah sekarang dia bayar lagi cicilan Tapera. Ini berarti tambah beban berat lagi,” tambahnya.
Aziz menegaskan bahwa Pangkal utamanya adalah Undang-Undang nomor 6 tahun 2023 tentang Omnibus Law Cipta Kerja. “Saya ingin katakan bahwa terhadap Tapera ini PP 21 tahun 2024 ini dengan adanya omnibus law itu sangat tidak mungkin karyawan akan punya kemampuan untuk mengambil perumahan itu,” jelasnya.
Selain itu menurutnya, status kerja buruh hari ini adalah mayoritas kontrak dan magang, harian lepas, outsourcing, dimana menurutnya, masa kerjanya tidak jelas waktunya hanya 3 bulan 6 bulan, bahkan setahun juga bisa.
“Sekali lagi bagi kami, pakai logika mana pun tidak ketemu. Bahkan sampai hari kiamat pun, tidak akan terbeli ini rumah. Karena untuk DP nya saja tidak terbayar, tapi kok kenapa dipaksakan dan bahasanya wajib,” pungkasnya. [] Aslan La Asamu