TintaSiyasi.com -- Merespons adanya konten yang mengandung pornografi, kecabulan, dan pedofelia masuk di kurikulum sastra, Direktur Siyasah Institut Ustaz Iwan Januar menilainya sebagai hal yang fatal. "Ini fatal sekali," ungkapnya kepada TintaSiyasi.Id, Selasa ( 4/6/2024).
Ia menyayangkan karena sebelumnya diketahui Kemendikbudristek bertekad untuk memberantas kekerasan seksual di dunia pendidikan, tetapi pada saat yang sama, justru meloloskan naskah-naskah yang berbau pencabulan.
"Artinya, ada ketidaksinkronan antara apa yang diucapkan dengan tindakan yang dilakukan. Atau bisa karena tidak profesionalnya pejabat terkait, misalnya tidak membaca sama sekali naskah-naskah itu. Perilaku seperti ini sering terjadi, pemeriksaan hanya sebagai formalitas," ungkapnya.
Iwan menilai hal ini kian menambah catatan buruk kinerja Kemendikbudristek. Lolosnya konten yang mengandung unsur pornografi dan kekerasan seksual itu sebagai hal yang memalukan dan keterlaluan. Patut ditelusuri adanya unsur kesengajaan untuk menanamkan nilai-nilai liberal.
"Bagaimana bisa naskah-naskah untuk bahan literasi para pelajar diisi konten cabul, pedofil, dan pornografi? Patut ditelusuri apakah lolosnya naskah-naskah itu ada unsur kesengajaan untuk menanamkan paham liberalisme pada pelajar, ataukah sekedar kecerobohan karena bekerja tidak profesional, tidak meneliti naskah-naskah tersebut," imbuhnya.
Karenanya, ia menilai Kemendikbudristek harus melakukan investigasi mendalam terhadap vendor penyedia buku agar benar-benar buku yang ada terjamin kualitasnya. Ia menduga kemungkinan adanya unsur gratifikasi dari vendor. Maka pihak terkait mestinya teliti dan tidak percaya begitu saja terhadap promo dari vendor penyedia.
"Bila sebabnya karena unsur tidak profesional, tidak bekerja keras menyeleksi naskah-naskah itu, maka harus diberikan sanksi juga. Karena sudah meloloskan naskah-naskah liberal yang bisa merusak pemikiran para pelajar," ujarnya.
Ia juga meminta buku-buku itu harus segera ditarik agar tidak tersebar di lingkungan pendidikan. Serta segera dilakukan investigasi internal untuk mencari faktor penyebabnya dan memberi sanksi kepada pihak terkait yang telah meloloskan naskah-naskah tersebut.
"Tidak mungkin naskah itu lolos tanpa proses seleksi. Bila terbukti mereka secara sengaja meloloskan naskah-naskah cabul itu maka patut diberikan sanksi berat. Sebab, mereka tahu bila naskah-naskah itu akan jadi bahan literasi para pelajar. Jadi, ada tujuan buruk untuk meliberalkan pemikiran pelajar dengan meloloskan," pungkasnya.[] Witri Osman