TintaSiyasi.id -- Ibnu Athaillah, seorang sufi besar dan penulis kitab "Al-Hikam," menyampaikan sebuah hikmah yang mendalam tentang rasa syukur: "Siapa yang tidak mensyukuri nikmat, berarti ia telah menghilangkan nikmat itu, dan siapa yang mensyukurinya maka ia telah mengikatnya dengan tali kekangnya."
Pernyataan ini memiliki beberapa makna penting:
1. Menghilangkan Nikmat: Ketika seseorang tidak bersyukur atas nikmat yang diterimanya, ia cenderung tidak menghargai atau bahkan menyia-nyiakan nikmat tersebut. Akibatnya, nikmat itu dapat hilang darinya. Rasa syukur adalah bentuk pengakuan dan penghargaan terhadap nikmat yang diberikan, dan tanpa rasa syukur, seseorang mungkin tidak akan merasakan atau menyadari betapa berharganya nikmat tersebut hingga ia kehilangannya.
2. Mengikat Nikmat: Mensyukuri nikmat adalah cara untuk menjaga dan mempertahankan nikmat tersebut. Dalam pernyataan Ibnu Athaillah, mensyukuri nikmat diibaratkan seperti mengikat nikmat dengan tali kekang, yang berarti memastikan bahwa nikmat itu tetap bersama kita. Rasa syukur menarik lebih banyak kebaikan dan keberkahan dalam hidup seseorang.
Pesan ini menekankan pentingnya rasa syukur dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bersyukur, kita tidak hanya menjaga nikmat yang ada, tetapi juga membuka pintu untuk mendapatkan lebih banyak nikmat di masa depan.
وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim (14): 7)
Sobat. Dalam ayat ini Allah swt kembali mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Bila mereka melaksanakannya, maka nikmat itu akan ditambah lagi oleh-Nya. Sebaliknya, Allah juga mengingatkan kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya, dan tidak mau bersyukur bahwa Dia akan menimpakan azab-Nya yang sangat pedih kepada mereka.
Mensyukuri rahmat Allah bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, dengan ucapan yang setulus hati; kedua, diiringi dengan perbuatan, yaitu menggunakan rahmat tersebut untuk tujuan yang diridai-Nya.
Dalam kehidupan sehari-hari, dapat kita lihat bahwa orang-orang yang dermawan dan suka menginfakkan hartanya untuk kepentingan umum dan menolong orang, pada umumnya tak pernah jatuh miskin ataupun sengsara. Bahkan, rezekinya senantiasa bertambah, kekayaannya makin meningkat, dan hidupnya bahagia, dicintai serta dihormati dalam pergaulan.
Sebaliknya, orang-orang kaya yang kikir, atau suka menggunakan kekayaannya untuk hal-hal yang tidak diridai Allah, seperti judi atau memungut riba, maka kekayaannya tidak bertambah, bahkan lekas menyusut. Di samping itu, ia senantiasa dibenci dan dikutuk orang banyak, dan di akhirat memperoleh hukuman yang berat.
Sobat. Syukur nikmat meliputi tiga hal :
1. Menjaganya dari perubahan, perpindahan atau kehilangan.
2. Menambahi keadaannya dan memberkahi hartanya dengan terus melakukan kebaikan dan memberikan manfaat.
3. Senantiasa menjaga hubungan kepada Allah dalam keadaan diampuni.
Sobat, memang benar bahwa syukur nikmat memiliki makna yang mendalam dan mencakup beberapa aspek penting. Berikut adalah tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mensyukuri nikmat:
1. Menjaganya dari Perubahan, Perpindahan, atau Kehilangan: Mensyukuri nikmat berarti menjaga dan melestarikan nikmat tersebut. Ini bisa berarti merawat nikmat dengan baik, menggunakannya dengan bijak, dan memastikan bahwa nikmat tersebut tidak disia-siakan. Contohnya, menjaga kesehatan dengan pola hidup sehat, atau menjaga harta dengan mengelolanya secara bijaksana.
2. Menambah Keadaan dan Memberkahi Harta dengan Terus Melakukan Kebaikan dan Memberikan Manfaat: Rasa syukur dapat diwujudkan dengan cara memanfaatkan nikmat tersebut untuk kebaikan. Ini bisa berupa memperbanyak amal sholeh, memberikan sedekah, atau menggunakan waktu dan kemampuan yang dimiliki untuk membantu orang lain. Dengan demikian, nikmat tersebut tidak hanya bertahan, tetapi juga bertambah dan membawa berkah bagi diri sendiri dan orang lain.
3. Senantiasa Menjaga Hubungan kepada Allah dalam Keadaan Diampuni: Syukur juga berarti selalu mengingat dan menghubungkan diri kepada Allah SWT dalam segala keadaan. Memohon ampunan dan rahmat-Nya, serta tetap dalam ketaatan dan keimanan. Dengan menjaga hubungan yang baik dengan Allah, kita akan selalu berada dalam lindungan dan kasih sayang-Nya.
Ketiga hal ini menunjukkan bahwa syukur bukan hanya tentang ucapan terima kasih, tetapi juga tentang tindakan nyata dan pemeliharaan yang berkelanjutan. Dengan menjaga, menambah, dan menghubungkan nikmat kepada Allah, kita akan merasakan manfaat yang lebih besar dan keberkahan yang terus menerus.
Sobat. Umar ibn al-Khaththab mengatakan, "Nikmat adalah hewan liar , ikatlah ia dengan syukur." Syukur adalah gembiranya hati kepada yang memberi nikmat karena nikmat yang diberikannya sehingga kegembiraan itu menjadi biasa baginya dan menyebar kepada seluruh anggota tubuhnya sehingga ia mudah melakukan ketaatan dan menjauhi segala larangan.
Sobat, pernyataan Umar ibn al-Khaththab, "Nikmat adalah hewan liar, ikatlah ia dengan syukur," mengandung makna yang sangat dalam tentang pentingnya rasa syukur dalam menjaga dan mengendalikan nikmat yang kita terima. Berikut penjelasan yang lebih rinci tentang konsep ini:
1. Nikmat sebagai Hewan Liar: Nikmat diibaratkan sebagai hewan liar karena jika tidak dijaga dan dikendalikan, nikmat tersebut dapat hilang atau menjadi tidak terkendali. Hewan liar cenderung bergerak bebas dan sulit untuk ditangkap atau dijaga, sama halnya dengan nikmat yang tidak disyukuri bisa lenyap atau disalahgunakan.
2. Mengikat dengan Syukur: Mengikat nikmat dengan syukur berarti kita menjaga dan memanfaatkan nikmat tersebut dengan penuh kesadaran dan penghargaan. Syukur menjadi alat untuk memastikan nikmat tetap berada dalam kendali kita dan tidak hilang begitu saja. Ini bisa diwujudkan melalui tindakan nyata, seperti memelihara kesehatan, mengelola harta dengan bijak, dan menggunakan waktu dengan produktif.
3. Syukur sebagai Gembiranya Hati: Rasa syukur tidak hanya sekedar ucapan terima kasih, tetapi juga merupakan kebahagiaan hati yang mendalam kepada Allah SWT, Sang Pemberi nikmat. Ketika hati gembira karena nikmat yang diberikan, perasaan ini menyebar ke seluruh anggota tubuh, mendorong kita untuk lebih taat dan menjauhi larangan-Nya. Kebahagiaan ini membuat kita lebih ringan dalam menjalankan ketaatan dan menghindari perbuatan yang dilarang.
4. Efek Syukur pada Ketaatan: Syukur yang tulus membuat seseorang lebih mudah melakukan kebaikan dan ketaatan. Ketika kita menyadari dan merasakan betapa besar nikmat yang diberikan, kita akan terdorong untuk membalas kebaikan tersebut dengan ketaatan. Ini termasuk menjalankan perintah Allah, menjaga hubungan baik dengan sesama, dan menjauhi perbuatan yang tidak diridhoi.
Dengan demikian, syukur bukan hanya tentang mengucapkan "terima kasih," tetapi juga tentang merasakan kebahagiaan dan penghargaan mendalam yang kemudian diwujudkan dalam bentuk ketaatan dan tindakan positif. Syukur mengajarkan kita untuk selalu menjaga dan memanfaatkan nikmat dengan sebaik-baiknya, serta mengarahkan kita untuk tetap berada dalam jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo