TintaSiyasi.id -- Pengamat ekonomi Islam Dr. Nuhbatul Basyariah, SEI.,M.Sc mengatakan, kebijakan melibatkan Organisasi Masyarakat (Ormas) mengelola sektor pertambangan adalah bentuk lepas tangan pemerintah dalam memelihara urusan rakyat.
“Penyerahan pengelolaan tambang pada Ormas merupakan bentuk berlepasnya penguasa dalam pengelolaan urusan rakyat. Untuk keamanan bersama, kekuasaan juga harus dibagi rata, hingga Ormas tidak lagi berfungsi yang notabenenya menjadi komponen muhasabah lil hukkam,” tuturnya dalam Live Discussion Fanpage MuslimahNewscom: Mengizinkan Ormas Kelola Tambang, Bertentangan dengan Syariah, Jumat (07/06/2024).
Menurut dia, itulah dampak dari liberalisai SDA yang merupakkan karakter sistem kapitalisme yang kini diterapkan. Katanya, rakyat kembali dirugikan dalam kebijakan ini, karena sebagai pemilik harta, tetapi tidak mendapatkan manfaat.
Menurutnya, beberapa dampak buruk dapat ditimbulkan dari penyerahan pengelolaan tambang kepada Ormas.
Pertama, kebijakan tersebut akan menciptakan ketimpangan ekonomi yang luas. Sebagai contoh katanya berdasarkan data Walhi dan Auriga tahun 2022, total tanah yang diberikan oleh pemerintah dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan yang mencapai 36,8 juta hektar. Sebanyak 92% diberikan kepada korporasi, sedangkan yang diberikan kepada rakyat hanya 3,1 juta hektar atau sekitar 8%.
Kedua, kata Nuhbatul, menyebabkan penguasaan sektor-sektor ekonomi, di antaranya sektor pertambangan yang hanya dikuasai oleh segelintir korporasi.
“Peran rakyat terpinggirkan. Bahkan, peran BUMN dan BUMD pada berbagai sektor, seperti pertambangan dan perkebunan, cenderung minimalis dibandingkan dengan pelaku swasta/asing,” lanjutnya.
Dampak buruk yang ketiga selanjutnya adalah, keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam tersebut, khususnya sektor pertambangan, lebih banyak mengalir kepada swasta/asing dibandingkan kepada negara.
Kemudian yang keempat, bisa mendorong peningkatan kerusakan lingkungan, karena katanya, perusahaan-perusahaan swasta/asing hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
“Mereka sering tidak peduli atas pencemaran air, udara, dan tanah yang memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Misalnya, membiarkan lubang-lubang tambang mereka terbengkalai tanpa melakukan reklamasi. Eksploitasi yang dilakukan perusahaan tambang nikel telah mengakibatkan kerusakan lingkungan di sekitar tambang,” imbuh Nuhbatul.
Ia menambahkan, karut marut pengelolaan tambang tidak akan terjadi jika negara menerapkan Syariah Islam (Khilafah). Pemimpin Negara Khilafah (Khalifah) sebagai penguasa yang terpilih, akan menerapkan syariah (niyabah ‘anil ummat) pada seluruh bidang kehidupan termasuk bidang ekonomi dan tambang.
“Khalifah wajib melaksanakan aturan syariah (sistem pemerintahah, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem kesehatan, sistem sosial, dan bidang kehidupan lainnya). Khalifah berkewajiban menegakkan sistem ekonomi Islam dan akan dimintai pertanggungjawaban atas pengelolaan urusan rakyatnya,” katanya melanjutkan.
Meskipun katanya, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduknya Muslim, tetapi karena tidak menerapkan syariah, melainkan menerapan aturan kufur, menjadikan negara tidak berdaulat, mengantarkan pada keserakahan, hingga berdampak pada kesengsaraan, kemiskinan, dan ketidakadilan.
Oleh karena itu, lanjutnya, diterapkannya sistem ekonomi Islam, hak atas harta kekayaan individu, ummat, dan negara diakui dan dilindungi. Melalui penerapan politik ekonomi Islam rakyat akan mendapatkan jaminan pemenuhan kebutuhan pokoknya, termasuk kebutuhan energi.
"Layanan jaminan kebutuhan pokok juga berlaku serta terwujud untuk seluruh rakyat (warga negara) tanpa membedakan agama, ras, suku, dan golongan," tuntasnya []M. Siregar