TintaSiyasi.id -- Dalam kitabnya "Adab al-'Alim wa al-Muta'allim," Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy'ari memberikan beberapa kriteria untuk mengidentifikasi ulama. Berikut adalah beberapa kriteria yang diajarkan oleh beliau:
1. Takwa: Ulama harus memiliki takwa, yaitu ketakutan dan kepatuhan yang kuat terhadap Allah SWT. Takwa merupakan landasan moral dan spiritual bagi seorang ulama untuk mengemban tugas-tugasnya dengan baik.
2. Ilmu: Seorang ulama harus memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam dalam bidang agama Islam. Pengetahuan ini meliputi pemahaman yang baik tentang Al-Quran, Hadis, Fiqih, Tafsir, dan bidang-bidang lainnya yang relevan dengan agama.
3. Kualitas Akhlak: Ulama harus menunjukkan akhlak yang baik dan mulia dalam kehidupan sehari-hari. Mereka harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam hal kesabaran, kejujuran, keadilan, dan sikap baik terhadap orang lain.
4. Kemampuan Mengajar: Ulama harus memiliki kemampuan untuk mengajar dan menyampaikan ilmu agama dengan jelas dan efektif kepada masyarakat. Mereka harus mampu berkomunikasi dengan baik dan menjelaskan konsep-konsep agama dengan cara yang mudah dipahami oleh orang awam.
5. Komitmen terhadap Kebaikan dan Keadilan: Ulama harus memiliki komitmen yang kuat terhadap kebaikan dan keadilan dalam masyarakat. Mereka harus bersikap adil dalam memutuskan perkara-perkara agama dan sosial, serta berusaha untuk memperbaiki kondisi masyarakat secara keseluruhan.
Ini adalah beberapa kriteria umum yang diajarkan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari dalam kitabnya "Adab al-'Alim wa al-Muta'allim." Tentu saja, terdapat kemungkinan bahwa ada kriteria tambahan atau penekanan khusus dalam konteks pengajaran beliau.
Pertama. Selalu Istiqomah dalam muraqabah kepada Allah SWT baik dalam keadaan tersembunyi maupun di tempat ramai.
Jika Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari menyebutkan kriteria tersebut dalam kitabnya "Adab al-'Alim wa al-Muta'allim," maka itu adalah tambahan kriteria yang sangat penting.
"Istiqomah dalam muraqabah kepada Allah SWT," atau konsistensi dalam menjaga kesadaran akan Allah SWT, baik dalam kondisi tersembunyi maupun di tempat yang ramai, adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan seorang ulama. Ini menunjukkan bahwa ulama tidak hanya menjalankan kewajiban mereka secara publik, tetapi juga memiliki hubungan pribadi yang kuat dengan Allah SWT.
Konsistensi dalam muraqabah, atau pengawasan diri dan kesadaran spiritual, membantu ulama untuk tetap mengikuti ajaran agama Islam dalam segala aspek kehidupan mereka, baik dalam tindakan maupun pikiran mereka. Hal ini juga membantu mereka untuk tetap teguh dan tidak tergoyahkan oleh godaan dunia atau tekanan sosial.
Dengan menjaga kesadaran akan Allah SWT, baik dalam keadaan tersembunyi maupun di tempat ramai, ulama dapat menjadi teladan yang lebih baik bagi umat Islam, menginspirasi mereka untuk mengikuti jejak yang benar dalam kehidupan spiritual mereka.
Kedua. Senantiasa berlaku khauf (Takut kepada Allah SWT) dalam segala ucapan dan tindakan karena guru adalah orang yang dipercaya untuk menjaga amanah, baik berupa ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada Allah SWT.
Kriteria yang diberikan juga sangat relevan dan penting dalam konteks keilmuan dan kepemimpinan agama. Mengutamakan rasa khauf (takut kepada Allah SWT) dalam segala ucapan dan tindakan menunjukkan sikap bertanggung jawab dan penuh kesadaran terhadap amanah yang diberikan kepada seorang ulama.
Seorang guru atau ulama memegang peran penting dalam menyebarkan ilmu, hikmah, dan nilai-nilai agama kepada masyarakat. Dengan memiliki rasa khauf kepada Allah SWT, seorang ulama akan lebih memperhatikan kebenaran dalam setiap ucapan dan tindakannya, serta menjaga agar tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.
Khauf kepada Allah SWT juga dapat menjadi motivasi bagi seorang ulama untuk selalu meningkatkan kualitas diri dan menghindari perilaku yang tidak bermoral atau tidak sesuai dengan tuntunan agama. Hal ini membantu memperkuat integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap ulama sebagai pemimpin spiritual dan moral yang dapat diandalkan.
Dengan demikian, tambahan kriteria tersebut menegaskan pentingnya integritas moral dan spiritual dalam kepemimpinan agama, serta menekankan bahwa seorang ulama harus senantiasa menjalankan tugasnya dengan kesadaran penuh akan tanggung jawabnya kepada Allah SWT dan kepada umatnya.
Ketiga. Senantiasa bersikap tawadhu' dan bersikap wara' serta bersikap tenang.
Tambahan kriteria ini juga sangat penting dalam menjelaskan karakter seorang ulama yang ideal. Mari kita bahas kriteria yang Anda berikan:
1. Tawadhu' (kesederhanaan dan rendah hati): Seorang ulama yang memiliki sifat tawadhu' tidak sombong atau merasa lebih tinggi dari orang lain karena pengetahuannya. Mereka bersikap rendah hati dan tidak memandang rendah orang lain. Tawadhu' memungkinkan seorang ulama untuk berinteraksi dengan masyarakat secara dekat dan terbuka, serta menerima kritik dan saran dengan lapang dada.
2. Wara' (kehati-hatian dalam menjauhi hal-hal yang meragukan): Ulama yang wara' berusaha menjauhi segala sesuatu yang bisa membawa mereka kepada hal yang meragukan atau dosa. Mereka sangat berhati-hati dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik dalam ibadah maupun dalam urusan dunia. Wara' membantu seorang ulama untuk menjaga integritas moral dan spiritualnya, serta memelihara kepercayaan masyarakat terhadapnya.
3. Ketenangan (sakinah): Sikap tenang dan tabah adalah karakteristik penting dari seorang ulama. Dalam menghadapi tantangan atau konflik, mereka tidak terpancing emosi atau terpengaruh oleh situasi eksternal. Ketenangan membantu mereka untuk tetap fokus pada tujuan mereka dalam melayani Allah SWT dan umat-Nya, serta mengambil keputusan yang bijaksana dan tepat.
Dengan bersikap tawadhu', wara', dan tenang, seorang ulama mampu menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan lebih efektif. Mereka menjadi teladan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tawadhun, kehati-hatian, dan ketenangan dalam menghadapi segala situasi.
Keempat. Selalu bersikap khusyu' kepada Allah SWT.
Bersikap khusyu' (khusyu' bermakna rasa takut, hormat, dan pengabdian yang dalam kepada Allah SWT) merupakan sifat yang sangat penting bagi seorang ulama. Ketika seorang ulama menjalani kehidupannya dengan khusyu' kepada Allah SWT, ini mencerminkan penghormatan dan kepatuhan yang mendalam terhadap Sang Pencipta.
Berikut adalah beberapa hal yang tercermin dari sikap khusyu' seorang ulama:
1. Kepatuhan Terhadap Ajaran Agama: Seorang ulama yang khusyu' akan senantiasa berusaha menjalankan ajaran agama dengan penuh kepatuhan. Mereka memperhatikan segala perintah dan larangan Allah SWT dalam setiap aspek kehidupan mereka, baik dalam ibadah maupun dalam urusan dunia.
2. Ketundukan Dalam Ibadah: Khusyu' dalam ibadah merupakan ungkapan dari rasa hormat dan takut kepada Allah SWT. Seorang ulama yang khusyu' akan menjalankan ibadah dengan sepenuh hati, fokus, dan kesadaran akan kebesaran Allah SWT.
3. Kehadiran Sepenuh Hati dalam Doa dan Dzikir: Seorang ulama yang khusyu' akan merasakan kehadiran Allah SWT dalam setiap doa dan dzikir yang mereka lantunkan. Mereka menyadari bahwa komunikasi dengan Allah SWT adalah inti dari hubungan spiritual mereka dan mereka meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan-Nya dengan penuh kekhusyu'an.
4. Ketabahan dan Sabar dalam Menghadapi Ujian: Khusyu' juga membantu seorang ulama untuk tetap tabah dan sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dalam kehidupan. Mereka percaya bahwa setiap ujian datang atas izin Allah SWT dan bersikap khusyu' membantu mereka menerima ujian tersebut dengan lapang dada.
5. Keterbukaan Terhadap Hidayah dan Petunjuk Allah SWT: Seorang ulama yang khusyu' akan senantiasa terbuka terhadap hidayah dan petunjuk Allah SWT. Mereka menyadari bahwa kebenaran dan kebijaksanaan sejati datang dari Allah SWT dan mereka siap untuk menerima arahan-Nya dengan hati yang terbuka.
Dengan bersikap khusyu' kepada Allah SWT, seorang ulama dapat menginspirasi umat Islam untuk meneladani kepatuhan dan pengabdian yang mendalam kepada Sang Pencipta. Sikap khusyu' juga membantu seorang ulama untuk menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran akan kebesaran dan keadilan Allah SWT.
Kelima. Bersikap Zuhud dalam urusan duniawi, bersikap sederhana dan qana'ah.
Bersikap zuhud, sederhana, dan qana'ah merupakan aspek penting dalam kehidupan seorang ulama. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masing-masing konsep:
1. Zuhud (keengganan terhadap dunia): Zuhud adalah sikap mental, dimana seseorang tidak terikat secara berlebihan pada urusan dunia dan materi. Seorang ulama yang zuhud mengutamakan nilai-nilai spiritual dan keabadian, sementara mereka memperlakukan dunia sebagai sementara dan tidak mutlak. Mereka tidak tergoda oleh kemewahan atau kekayaan materi, dan lebih fokus pada akhirat.
2. Sederhana: Sikap sederhana menekankan pentingnya menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan dan tanpa kemewahan berlebihan. Seorang ulama yang sederhana tidak mencari kemewahan dunia, tetapi memilih gaya hidup yang sederhana dan terpuji. Mereka tidak tergiur oleh kesenangan materi, tetapi lebih memperhatikan kebutuhan dasar mereka dan masyarakat.
3. Qana'ah (puas dengan apa yang dimiliki): Qana'ah adalah sikap puas dan bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan. Seorang ulama yang qana'ah menghargai nikmat Allah SWT dan tidak terus-menerus menginginkan lebih dari apa yang telah mereka miliki. Mereka merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah dan tidak tergoda untuk terus mengejar dunia dengan penuh ambisi.
Dengan bersikap zuhud, sederhana, dan qana'ah, seorang ulama menunjukkan bahwa mereka tidak terikat pada kepentingan duniawi atau keinginan materi. Mereka memilih untuk fokus pada pencapaian spiritual dan memimpin hidup yang sederhana dan puas dengan apa yang telah Allah berikan. Sikap ini juga membantu seorang ulama untuk menjadi teladan bagi umat Islam dalam menghadapi godaan dunia dan memprioritaskan nilai-nilai spiritual yang lebih tinggi.
Keenam. Selalu menjaga syiar-syiar Islam dan menegakkan Syariah Islam di tengah-tengah masyarakat.
Menjaga syiar-syiar Islam dan menegakkan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat merupakan tugas penting seorang ulama dalam memimpin umat dan menjaga keberlangsungan nilai-nilai agama. Berikut adalah beberapa aspek yang terkait dengan kriteria ini:
1. Menjaga Syiar-syiar Islam: Syiar-syiar Islam mencakup berbagai praktik ibadah, tradisi, dan simbol-simbol yang menjadi identitas umat Islam. Seorang ulama bertanggung jawab untuk menjaga dan mempromosikan syiar-syiar tersebut, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya. Mereka juga dapat memainkan peran penting dalam memastikan syiar-syiar ini dipahami dan diamalkan dengan benar oleh masyarakat.
2. Menyebarkan Pendidikan dan Pemahaman tentang Syariat Islam: Seorang ulama harus berusaha untuk menyebarkan pendidikan dan pemahaman yang benar tentang syariat Islam di tengah-tengah masyarakat. Hal ini meliputi memberikan pengajaran tentang hukum-hukum Islam, prinsip-prinsip moral, dan nilai-nilai etika yang terkandung dalam ajaran agama Islam.
3. Memberikan Nasihat dan Bimbingan Moral: Ulama juga berperan sebagai pembimbing moral yang memberikan nasihat dan petunjuk kepada masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam. Mereka harus menjadi sumber inspirasi dan teladan dalam menjalankan prinsip-prinsip agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
4. Memperjuangkan Keadilan dan Kesejahteraan Sosial: Ulama memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Mereka harus membela hak-hak rakyat, memerangi kemiskinan, ketidakadilan, dan segala bentuk penindasan, serta mempromosikan perdamaian dan harmoni antarumat beragama.
5. Menyebarkan Dakwah dan Kebenaran Islam: Ulama memiliki peran dalam menyebarkan dakwah dan kebenaran Islam kepada seluruh masyarakat, baik umat Islam maupun non-muslim. Mereka harus berupaya untuk mengajak orang-orang untuk mengenal, memahami, dan menerima ajaran Islam dengan cara yang bijaksana dan persuasif.
Dengan menjaga syiar-syiar Islam dan menegakkan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat, seorang ulama dapat memainkan peran yang signifikan dalam membentuk dan memperkuat identitas keagamaan umat Islam, serta memberikan kontribusi positif dalam membangun masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai agama dan kemanusiaan.
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual.
Dosen Psikologi Pendidikan Pascasarjana UIT Lirboyo