Tintasiyasi.id.com -- Sejumlah politisi pendukung presiden terpilih Prabowo Subianto, diangkat sebagai petinggi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hal ini menjadi sorotan sejumlah pihak. Karena penempatan seseorang di jabatan publik termasuk BUMN, harus berdasarkan pada kompetensi dan proses seleksi yang terbuka (VOA Indonesia 16 Juni 2024)
Sejumlah pengamat menilai ada indikasi penyalah gunaan kekuasaan dari praktik bagi-bagi jabatan ini (BBC.com 14 Juni 2024).
Tak bisa dipungkiri bahwa fenomena ini adalah bagian dari politik transkasional atau politik kepentingan. Politik transaksional sebuah keniscayaan dalam sistem demokrasi, karena semua dinilai dari manfaat dan materi yang didapat, juga kerja sama yang dilakukan karena kepentingan atau imbalan yang hendak diraih, tanpa memperhatikan standart tertentu termasuk dalam hal kemampuan / kapabilitas.
Hal ini semakin memperkuat selama sistem demokrasi kapitalisme digunakan mengatur urusan publik, selama itulah rakyat akan dibohongi dengan berbagai tipuan manis korporatokrasi.
Jika para pejabat dalam tataran pemerintah diangkat dari balas budi jasa bukan tidak mungkin meniscayakan pemerintahan yang terwujud adalah pemerintahan yang korup dan merugikan kepentingan rakyat, karena kemampuan dan profesionalitas tidak dijadikan syarat utama.
Rosulullah saw menggambarkan jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, kehancuran yang akan didapat. Berdasarkan hal ini jabatan adalah amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Oleh karena itu ada dimensi ruhiyah yang harus diperhatikan, hal ini tidak ada dalam sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.
Islam menentukan para pejabat harus memiliki kapabilitas/profesional agar dapat menunaikan tugasnya dengan optimal. Syekh Taqiuddin An Nabhani menyatakan, seorang pejabat negara harus memiliki 3 kriteria yakni
Alquwwah atau kekuatan, at taqwa atau ketaqwaan dan arrifqu biarroiyyah atau lembut kepada rakyat.
Al quwwah yakni memiliki kekuatan akliyah dan nafsiyah dengan kekuatan akal ia akan mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan syariah Islam ia akan mampu mengeluarkan kebijakan cerdas dan bijaksana yang mampu melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Seorang pemimpin juga harus memiliki kekuatan nafsiyah seperti sabar dan tidak tergesa-gesa serta tidak emosional.
At taqwa yaitu Pemimpin yang bertaqwa dia akan selalu berhati hati dan tidak menyimpang dari aturan Allah swt karena dia yakin semua yang dilakukan akan dimintai pertanggung jawaban diakhirat. Sedangkan arrifqu (lemah lembut) tatkala bergaul dengan rakyatnya.
Dengan sifat ini pemimpin akan semakin dicintai oleh rakyatnya, dan tidak ditakuti oleh rakyatnya, karena dia akan mampu membuat kebijakan yang mensejahterakan rakyat. Inilah kriteria yang harus dijadikan sandaran dalam memilih pemimpin atau pejabat, kriteria ini hanya ada dalam sistem negara yang melandasi aturannya dengan aqidah Islam. Wallahu a'lam bish showwab.[]
Oleh: Dewi Asiya
(Aktivis Muslimah)