TintaSiyasi.id -- Al-Ghazali, seorang ulama besar dalam tradisi Islam, memberikan perhatian besar terhadap ilmu dan kewajiban mencarinya dalam berbagai karyanya, terutama dalam "Ihya' Ulum al-Din" (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama). Berikut adalah beberapa pandangannya mengenai kemuliaan ilmu dan kewajiban mencarinya:
Kemuliaan Ilmu
1. Kedudukan Tinggi dalam Islam: Al-Ghazali menekankan bahwa ilmu memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Menurutnya, ilmu adalah salah satu bentuk ibadah tertinggi yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah. Ilmu adalah cahaya yang menerangi hati manusia dan membimbingnya menuju jalan yang benar.
2. Ilmu sebagai Warisan Para Nabi: Al-Ghazali sering mengutip hadits yang menyatakan bahwa "Para ulama adalah pewaris para nabi." Ilmu yang diwariskan para nabi bukanlah harta benda, melainkan pengetahuan yang dapat membimbing umat manusia menuju keselamatan di dunia dan akhirat.
3. Manfaat Ilmu: Ilmu, menurut Al-Ghazali, bukan hanya untuk pengetahuan teoritis tetapi harus membawa manfaat praktis. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan dan digunakan untuk memperbaiki diri dan masyarakat. Ilmu yang tidak diamalkan, menurutnya, ibarat pohon tanpa buah.
Kewajiban Mencari Ilmu
1. Kewajiban Individual dan Kolektif: Al-Ghazali membedakan antara fardhu 'ain (kewajiban individual) dan fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Mencari ilmu dasar agama adalah kewajiban setiap individu Muslim (fardhu 'ain), sementara ilmu yang lebih spesifik dan mendalam dapat menjadi fardhu kifayah, di mana jika sebagian umat sudah mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban bagi yang lain.
2. Ilmu Duniawi dan Akhirat: Al-Ghazali tidak hanya menekankan pentingnya ilmu agama tetapi juga ilmu-ilmu duniawi yang dapat membawa kemaslahatan bagi umat. Ia mengakui pentingnya ilmu-ilmu seperti kedokteran, matematika, dan ilmu alam dalam kehidupan sehari-hari.
3. Proses Mencari Ilmu: Menurut Al-Ghazali, proses mencari ilmu harus dilakukan dengan niat yang tulus dan tujuan yang benar, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan ridha-Nya. Ia juga menekankan pentingnya adab dalam menuntut ilmu, seperti menghormati guru, bersabar, dan bersungguh-sungguh dalam belajar.
4. Pentingnya Ilmu dalam Kehidupan: Al-Ghazali menekankan bahwa ilmu adalah alat utama untuk memahami perintah dan larangan Allah. Tanpa ilmu, seseorang tidak akan dapat beribadah dengan benar. Oleh karena itu, menuntut ilmu adalah kewajiban yang tidak boleh diabaikan.
Integrasi Ilmu dan Amal
Al-Ghazali juga menekankan bahwa ilmu harus diiringi dengan amal. Ilmu yang tidak diikuti dengan amal tidak akan membawa manfaat. Ia sering mengutip pepatah bahwa "Ilmu tanpa amal adalah gila, dan amal tanpa ilmu adalah sia-sia."
Kesimpulan
Menurut Al-Ghazali, ilmu memiliki kedudukan yang sangat mulia dalam Islam dan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim untuk mencarinya. Ilmu harus dicari dengan niat yang tulus dan diamalkan untuk mendapatkan manfaatnya. Dengan ilmu, seseorang dapat mendekatkan diri kepada Allah dan memperbaiki diri serta masyarakat di sekitarnya.
Kewajiban seorang hamba hanyalah menyibukkan diri untuk ilmu dan ibadah, tidak mengikuti selain keduanya.
Pandangan ini sejalan dengan pemikiran Al-Ghazali yang menekankan pentingnya ilmu dan ibadah dalam kehidupan seorang Muslim. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai kewajiban seorang hamba untuk menyibukkan diri dengan ilmu dan ibadah, menurut Al-Ghazali:
1. Ilmu dan Ibadah sebagai Kewajiban Utama
A. Kewajiban Menuntut Ilmu:
1. Ilmu Sebagai Dasar Ibadah: Menurut Al-Ghazali, ilmu adalah fondasi bagi ibadah yang benar. Tanpa ilmu, ibadah bisa jadi tidak sah atau tidak diterima. Oleh karena itu, mencari ilmu yang benar menjadi kewajiban pertama dan utama.
2. Ilmu untuk Mengenal Allah: Menuntut ilmu bertujuan untuk mengenal Allah dan memahami syariat-Nya. Al-Ghazali berpendapat bahwa ilmu yang paling utama adalah ilmu yang membawa seseorang untuk mengenal Tuhannya, yaitu ilmu agama.
3. Pembagian Ilmu: Al-Ghazali membedakan antara ilmu fardhu 'ain (wajib bagi setiap individu) seperti ilmu tentang akidah, fiqh dasar, dan ibadah, serta ilmu fardhu kifayah (wajib kolektif) seperti ilmu kedokteran, matematika, dan ilmu duniawi lainnya yang bermanfaat untuk masyarakat.
B. Kewajiban Beribadah:
1. Ibadah sebagai Tujuan Hidup: Al-Ghazali menekankan bahwa tujuan utama hidup seorang Muslim adalah beribadah kepada Allah. Ibadah mencakup semua perbuatan yang dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah, baik ibadah ritual seperti shalat dan puasa, maupun perbuatan baik lainnya yang bernilai ibadah.
2. Kualitas Ibadah: Ia juga menekankan pentingnya kualitas ibadah, bukan hanya kuantitasnya. Ibadah harus dilakukan dengan khusyuk dan penuh kesadaran akan kehadiran Allah.
2. Menjauhi Hal-hal yang Tidak Bermanfaat
1. Menghindari Kelalaian dan Kesia-siaan: Al-Ghazali menasihati agar seseorang tidak menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dan dapat melalaikan dari tujuan utama hidup, yaitu beribadah kepada Allah. Ini termasuk menghindari perdebatan yang tidak berguna, terlalu banyak hiburan, dan kesenangan duniawi yang berlebihan.
2. Prioritas Hidup: Seorang Muslim seharusnya memprioritaskan aktivitas yang mendekatkan diri kepada Allah. Aktivitas yang tidak membawa manfaat spiritual atau intelektual sebaiknya dihindari atau dikurangi.
3. Mengintegrasikan Ilmu dan Ibadah dalam Kehidupan
1. Ilmu untuk Ibadah yang Lebih Baik: Ilmu tidak hanya untuk pengetahuan tetapi harus diaplikasikan dalam ibadah sehari-hari. Misalnya, memahami fiqh shalat untuk menjalankan shalat dengan benar.
2. Ibadah dalam Setiap Aktivitas: Menurut Al-Ghazali, setiap aktivitas duniawi dapat bernilai ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar dan sesuai dengan syariat. Bekerja untuk mencari nafkah dengan niat menafkahi keluarga dan berkontribusi pada masyarakat juga merupakan ibadah.
4. Adab dan Etika dalam Menuntut Ilmu dan Beribadah
1. Menghormati Guru dan Sesama Pencari Ilmu: Al-Ghazali menekankan pentingnya adab dalam menuntut ilmu, termasuk menghormati guru, bersabar dalam belajar, dan menjauhi sifat sombong.
2. Khusyuk dalam Ibadah: Ibadah harus dilakukan dengan sepenuh hati, menjauhi riya (pamer) dan mencari keridhaan Allah semata.
Kesimpulan
Al-Ghazali menegaskan bahwa seorang hamba seharusnya fokus pada dua hal utama dalam hidupnya: menuntut ilmu dan beribadah. Ilmu menjadi dasar untuk melaksanakan ibadah yang benar, dan ibadah menjadi tujuan utama hidup yang harus dilakukan dengan ilmu yang tepat. Dengan memprioritaskan kedua hal ini, seorang Muslim dapat menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam dan mendekatkan diri kepada Allah.
Allah mewajibkanmu untuk mengetahui apa yang wajib kau ketahui dan menunaikan apa yang wajib kau kerjakan, serta meninggalkan segala hal yang wajib kau tinggalkan demikian nasehat al-Ghazali.
Pandangan Al-Ghazali yang menasihati agar seorang Muslim mengetahui apa yang wajib diketahui, menunaikan kewajiban, dan meninggalkan hal-hal yang wajib ditinggalkan sangat relevan dalam membentuk kehidupan yang seimbang antara ilmu dan ibadah. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai nasihat tersebut:
1. Mengetahui Apa yang Wajib Diketahui
A. Pentingnya Ilmu yang Fardhu ‘Ain:
1. Ilmu Akidah: Setiap Muslim wajib mengetahui dasar-dasar iman, seperti rukun iman dan rukun Islam. Ini termasuk keyakinan terhadap Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari kiamat, dan takdir.
2. Ilmu Fiqh Dasar: Pengetahuan tentang fiqh dasar yang mencakup tata cara shalat, puasa, zakat, dan haji. Ini adalah ilmu yang setiap Muslim harus ketahui agar dapat melaksanakan ibadah dengan benar.
3. Ilmu Moral dan Akhlak: Setiap Muslim juga wajib mengetahui dasar-dasar moral dan akhlak yang baik, seperti kejujuran, keikhlasan, dan kesabaran. Ini penting untuk membentuk karakter yang sesuai dengan ajaran Islam.
2. Menunaikan Apa yang Wajib Dikerjakan
A. Pelaksanaan Kewajiban Ibadah:
1. Ibadah Ritual: Melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, membayar zakat, dan, jika mampu, menunaikan haji. Ini adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim.
2. Kewajiban Sosial: Selain ibadah ritual, terdapat kewajiban sosial seperti berbuat baik kepada orang tua, menjaga hubungan silaturahmi, membantu tetangga, dan berperan aktif dalam kemaslahatan masyarakat.
B. Mengamalkan Ilmu:
1. Penerapan Ilmu dalam Kehidupan: Ilmu yang telah dipelajari harus diamalkan. Misalnya, ilmu tentang zakat harus diaplikasikan dengan membayar zakat yang sesuai dengan ketentuan.
2. Menyebarkan Ilmu: Menurut Al-Ghazali, setelah mempelajari ilmu, seseorang juga dianjurkan untuk mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain. Ini adalah bagian dari menyebarkan manfaat ilmu dan berkontribusi pada peningkatan pengetahuan umat.
3. Meninggalkan Hal-hal yang Wajib Ditinggalkan
A. Meninggalkan Perbuatan Haram:
1. Menghindari Dosa Besar: Setiap Muslim wajib menjauhi dosa besar seperti syirik, zina, mencuri, membunuh, dan minum alkohol. Ini adalah kewajiban dasar dalam menjaga diri dari perbuatan yang merusak hubungan dengan Allah dan manusia.
2. Menghindari Dosa Kecil: Selain dosa besar, dosa kecil juga harus dihindari. Al-Ghazali menekankan pentingnya menjaga hati dan pikiran dari dosa-dosa kecil yang dapat merusak kesucian jiwa.
B. Meninggalkan Hal-hal yang Tidak Bermanfaat:
1. Menghindari Kegiatan Sia-sia: Waktu adalah salah satu nikmat terbesar dari Allah, dan menyia-nyiakannya adalah salah satu hal yang harus dihindari. Kegiatan yang tidak bermanfaat, seperti terlalu banyak bermain atau menonton hal-hal yang tidak mendidik, sebaiknya dihindari.
2. Menghindari Debat yang Tidak Berguna: Al-Ghazali juga menasihatkan untuk menghindari debat dan perbincangan yang tidak membawa manfaat atau bahkan bisa menimbulkan fitnah dan permusuhan.
Kesimpulan
Nasihat Al-Ghazali menekankan pentingnya mengetahui dan menunaikan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah serta menjauhi larangan-Nya. Ini mencakup tiga aspek utama: (1) menuntut ilmu yang wajib diketahui, (2) melaksanakan ibadah dan kewajiban sosial yang diperintahkan, dan (3) menjauhi perbuatan haram dan kegiatan yang tidak bermanfaat. Dengan mengikuti nasihat ini, seorang Muslim dapat menjalani kehidupan yang seimbang antara ilmu dan ibadah, serta mencapai ridha Allah.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis 33 Buku mengenai Motivasi dan Pengembangan diri. Dosen Psikologi Pendidikan Pascasarjana UIT Lirboyo