TintaSiyasi.com -- Menanggapi Polemik Tapera yang muncul setelah Presiden Jokowi meneken PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera. Cendekiawan Muslim, Ustaz Ismail Yusanto mengatakan bahwa Tapera adalah ironi yang kesekian kali bagi negara.
"Negara kita ini banyak sekali mengalami Ironi. Tapera ini adalah Ironi yang kesekian kali. Apa ironinya? Bahwa negara melalui Tapera sedang mengumpulkan uang receh dari kaum pekerja," ujar UIY sapaan akrabnya dalam Diskusi Online Media Umat, Tapera: Tambah Penderitaan Rakyat, Ahad (9/6/2024) di kanal YouTube Media Umat.
UIY mengungkapkan bahwa pemerintah memproyeksikan bisa mendapatkan Rp 60 triliun dari 13,1 juta pekerja sepanjang tahun 2024 saja. Tetapi disaat yang sama, mereka menghamburkan uang untuk proyek-proyek yang tidak jelas peruntukannya bagi siapa sebenarnya.
"Kereta cepat itu Rp 114 atau Rp120 trilliun gitu. Setelah itu jadi apa coba? Siapa sih yang akan selalu hilir mudik Jakarta Bandung? Itu Bandung bukan Bandung kota, tapi Bandung coret," paparnya.
Alhasil, lanjutnya, penumpang tidak seperti yang diharapkan dan beban operasional sangat tinggi hingga akhirnya meminta subsidi bunga segala macam untuk pengembalian pinjaman. Alih-alih memberikan nilai tambah, tetapi yang ada justru menjadi beban.
"Begitu juga dengan Ibu Kota Nusantara (IKN). Jadi, apa betul kita ini sudah begitu rupa mendesak untuk pindah ibukota di saat masyarakat masih sangat memerlukan kebutuhan-kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan," lanjutnya.
Ia mengingatkan kasus sebelumnya yaitu ribut-ribut persoalan uang kuliah tunggal (UKT) mengalami kenaikan karena perguruan tinggi mengatakan bahwa subsidi dari pemerintah kecil sekali.
"UI itu Rp 2,1 trilliun setiap tahunnya hanya dapat Rp 500 miliar. Dari SPP UKT normal itu hanya sekitar satu koma sekian. Jadi, masih ada defisit kurang lebih sekitar Rp1 triliun. Itu ditutup dari mana? Mereka harus cari uang sendiri, jadi ironi ya," pungkasnya.[] Nabila Zidane