TintaSiyasi.com -- Direktur Mutiara Umat Institute Ika Mawarningtyas mengungkapkan beberapa sebab mengapa penjajahan di Palestina tidak kunjung berakhir.
"Ada beberapa penyebab, mengapa penjajahan di Palestina tidak kunjung berakhir," ujarnya kepada TintaSiyasi.id, Ahad (2/6/2024)
Pertama, kaum Muslim telah kehilangan perisai (junnah), yaitu khilafah. Tidak ada militer negara yang melindungi Masjidil Aqsa sampai titik darah penghabisan.
"Kedua, perjanjian perdamaian dan diplomasi yang selama ini ditempuh telah dijadikan alat untuk mengikis wilayah Palestina dari kaum Muslim. Bagaimana solusinya kaum Muslim disuruh berbagi wilayah dengan penjajah?" tanyanya.
Ketiga, PBB, Amerika Serikat, dan Inggris telah bersatu untuk melahirkan negara stunting Zionis Yahudi dengan segala rekayasa yang mereka lakukan. Sampai pada tahun 1947, negara Yahudi mendapatkan legitimasi yang disebut Israel oleh restu mereka.
"Keempat, Israel menjadi alat penjajahan Barat, ketika kaum Muslim kehilangan Khilafah Islamiah, justru Israel mendapatkan dukungan penuh dari negara kapitalisme seperti AS dan Inggris," jelasnya.
Kelima, ketika Zionis Yahudi menyerang Palestina, PBB selalu datang sebagai pahlawan padahal ia datang untuk menjadikan wilayah Palestina makin kecil. Bagaimana bisa ketika Israel menyerang Palestina justru Palestina disuruh menyerahkan wilayahnya?
"Inilah yang menyebabkan wilayah Palestina makin lama makin kecil, bahkan hari ini hanya tersisa di Rafah. Rafah adalah kota paling selatan di Gaza," simpulnya.
Keenam, semua negara Yahudi mendukung penuh Zionis Israel untuk merebut Palestina dari kaum Muslim. Disisi lain, negeri-negeri kaum Muslim membiarkan Palestina berjuang sendiri, sehingga makin ke sini, wilayah Palestina hanya tersisa di Rafah.
"Ketujuh, negeri-negeri Muslim di sekitar Palestina justru membantu Israel. Mesir malah membuat tembok sehingga kaum Muslim tidak bisa mencari suaka ke Mesir. Turki membiarkan Israel mendapatkan aliran pipa minyak bumi dari sumber energi di Rusia. Mengapa penguasa-penguasa negeri-negeri Muslim membantu Israel? Karena mereka berada dalam tekanan Amerika Serikat dan Inggris. Penguasa-penguasa negeri Muslim lebih tunduk kepada Amerika daripada Allah untuk melindungi Palestina membiarkan Palestina berjuang sendiri hingga kehilangan wilayahnya dan mereka digenosida," paparnya.
Ia melanjutkan, mereka menormalisasi hubungan mereka dengan zionis Yahudi dan mengakui keberadaan negara Yahudi mereka tidak ubahnya seperti Yahudi yang zalim dan biadab.
"Kedelapan, gerakan kemanusiaan yang bergema terhadap Palestina tidak mampu menggerakkan hati dunia untuk bersatu mengusir Zionis Yahudi dari wilayah Palestina," lanjutnya.
Kesembilan, boikot produk Yahudi yang dilakukan umat Islam belum menyeluruh, gerakan boikot yang dilakukan umat Islam harus dibarengi dengan seluruh penguasa negeri-negeri Muslim untuk benar-benar memboikot perusahaan mereka. Jadi, tidak hanya kaum Muslim tidak boleh beli, tetapi pemerintah harus menutup gerai-gerai perusahaan yang berafiliasi dengan Israel.
"Kesepuluh, umat Islam tidak paham, membela Palestina adalah kewajiban dan konsekuensi akidah. Gerakan pembelaan terhadap Palestina hanya soal kemanusiaan bukan soal tuntutan akidah. Membela Muslim di Palestina adalah wajib, tidak boleh berdiam diri membiarkan kaum kafir menjajah, membombardir, dan melakukan genosida di Gaza," tegasnya.
Kesebelas, umat Islam seharusnya paham jika ingin menyelesaikan masalah di Palestina harus dengan menghentikan penjajahan di sana dan mengusir Zionis Yahudi dari Masjidilaqsa. Namun, hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh seluruh umat Islam di dunia karena sekat-sekat nasionalisme. Solusi dua negara justru semakin membuat Zionis Israel brutal menjajah Palestina.
"Keduabelas, seluruh negeri-negeri Muslim yang menerapkan sistem sekuler demokrasi kapitalisme lebih tunduk kepada kepentingan Amerika daripada menolong saudaranya yang dibom oleh Zionis Yahudi laknatullah. Kaum Muslim dipimpin oleh penguasa-penguasa negeri Muslim adalah setan bisu antek Yahudi, mereka sama seperti Zionis Israel. Mereka lebih ridha melihat kebiadaban Israel laknatullah daripada bergerak mengusirnya dari Masjidil Aqsa," sesalnya.
Ketigabelas, kaum Muslim belum memahami untuk mengusir zionis laknatullah adalah dengan persatuan kaum Muslim di bawah naungan Khilafah Islamiah.
"Faktanya, semua negeri-negeri Muslim yang menerapkan sistem selain khilafah, penguasanya justru menghamba pada Amerika daripada memilih mengangkat senjata mengusir zionis laknatullah dari Masjidilaqsa. Hari ini tidak ada satu pun negara yang mau menerapkan sistem khilafah warisan Rasulullah SAW," bebernya.
Keempatbelas, kaum Muslim sibuk dengan propaganda kafir penjajah yang mendiskreditkan gagasan khilafah ajaran Islam. Mereka takut setuju dan menyuarakan hal tersebut. Ada pula kaum Muslim yang menolak persatuan umat Muslim di bawah Khilafah Islamiah karena termakan propaganda sesat Barat. Menganggap sistem hari ini sempurna, padahal faktanya sistem kehidupan demokrasi sekuler biang problematik kehidupan, dari rusaknya moral, banyak kejahatan, dan kezaliman di mana-mana.
"Kelimabelas, dakwah khilafah menuai persekusi dari rezim yang tunduk dengan Yahudi. Barat tahu, jika khilafah tegak maka kaum Muslim akan kuat dan memimpin dunia. Oleh karena itu, mereka melakukan segala daya upaya untuk menghambat, menghentikan, dan mengkriminalisasi dakwah," terangnya.
Ia mengatakan, kaum Muslim harus sadar untuk memiliki pemikiran yang satu yaitu mengembalikan kehidupan Islam dengan tegaknya Khilafah Islamiah. "Hanya dengan Khilafah umat Islam dapat disatukan untuk menyerahkan segala daya untuk mengusir Zionis Yahudi laknatullah dari Masjidilaqsa dan membebaskan Palestina dari kezaliman yang diciptakan oleh sistem kapitalisme dan antek-anteknya," pungkasnya.[] Nabila Zidane