TintaSiyasi.id -- Sungguh bejat! Demi cuan Rp15 juta yang dijanjikan pemilik akun Facebook Icha Shakila, seorang ibu (R, 22 tahun) di Tangerang Selatan, Banten, membuat video pornografi dengan mencabuli anak laki-lakinya sendiri yang masih balita. Perbuatan tak senonoh itu viral setelah videonya diunggah di media sosial X (cnnindonesia.com, 3/6/2024).
Tambah miris! Kasus pencabulan anak yang dilakukan ibu kandung kembali terjadi. Seorang ibu (AK, 26) di Bekasi, Jawa Barat, merekam persetubuhannya dengan anak lelakinya (10 tahun) dan mengirimkan videonya ke akun Facebook Icha Shakila. Motifnya sama dengan kasus sebelumnya yaitu ekonomi (detik.com, 8/6/2024).
Dua kasus di atas bikin menyesakkan dada dan sulit dicerna oleh akal sehat. Betapa tidak? Hanya demi konten berkompensasi uang, ibu tega mencabuli sang buah hati. Anak yang dikandung dan dilahirkannya sendiri.
Fitrah keibuan mereka telah tercabut dan mati. Ibu yang seharusnya mendidik, menyayangi, dan melindungi buah hati, justru mencabuli anaknya sendiri. Diakui atau tidak inilah salah satu potret buram penerapan sekularisme kapitalistik liberalistik. Hidup tidak berdasarkan agama, serba bebas, dan hanya mengejar keuntungan materiil.
Fitrah Ibu Tercabut dalam Dekapan Sistem Hidup nan Rusak
R dan AK yang mencabuli anak lelakinya sendiri diduga karena motif ekonomi. Keduanya sama-sama tergiur uang jutaan yang dijanjikan pemilik akun Facebook Icha Shakila bila mengirim video cabul dengan anaknya. Meski akhirnya uang tersebut tak mereka dapatkan. Dan justru berujung pada penangkapan pihak berwajib.
Akibat perbuatannya, keduanya disangkakan pasal berlapis. Melanggar Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 88 jo Pasal 76 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Untuk ITE, ancaman pidana 6 tahun. Ancaman pidana UU Pornografi maksimal 12 tahun. Sedangkan untuk UU Perlindungan Anak, ancaman pidana maksimal 10 tahun.
Secara fitrah, seorang ibu adalah sosok pendidik, penyayang bagi putra-putrinya. Bahkan rela berkorban demi melindungi sang buah hati. Ketika fitrah ini tak hadir dalam sosok ibu, bahkan menjelma menjadi orang jahat nan tega, pasti ada yang salah dalam proses kehidupannya.
Berikut beberapa faktor penyebab yang memungkinkan fitrah keibuan tercabut. Pertama, lemah iman. Lemah iman membuat seseorang mudah berbuat maksiat atau keharaman. Ketika diiming-imingi uang banyak dengan cara mudah, ia tak berpikir panjang menyetujui membuat video cabul dengan anak sendiri. Tak peduli mencelakakan buah hati hingga melanggar aturan Allah. Akalnya tunduk pada hawa nafsu. Hatinya mati. Derita ekonomi tak disikapi dengan kesabaran. Tapi mencari solusi dengan cara instan yang memalukan.
Kedua, tekanan ekonomi akibat kemiskinan. Akal terganggu dan hati nurani yang mati erat kaitannya dengan situasi di luar dirinya seperti kemiskinan yang meluas. Di negeri ini, kemiskinan adalah persoalan klasik yang tak kunjung usai.
Bukan bersifat kultural, tapi yang terjadi adalah kemiskinan struktural. Akibat penerapan sistem ekonomi kapitalistik yang membuat tidak semua anggota masyarakat memiliki akses memanfaatkan sumber ekonomi yang ada. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, adalah realitas yang tak terbantahkan.
Beban hidup rakyat kian berat di tengah himpitan harga bahan pokok keseharian, tingginya biaya pendidikan dan kesehatan, serta berbagai pungutan (pajak). Terlebih para ibu yang berhubungan langsung dengan pengelolaan dana rumah tangga. Maka saat iman pas-pasan dan cuan kekurangan, ada yang menjanjikan memberi uang berjumlah cukup besar meski dengan aksi tercela, bagaimana tidak tergoda?
Ketiga, keberadaan orang jahat yang memanfaatkan kesusahan seseorang demi kepentingan dan manfaat dirinya. Manusia berkarakter jahat merebak saat ini tak lepas dari sistem sekularisme liberalistik. Sebuah aturan hidup yang memisahkan agama di hampir semua sisi kehidupan dan cenderung memfasilitasi manusia untuk hidup bebas (liar).
Sistem ini telah menggerus keimanan dan menghilangkan karakter negara (penguasa) yang adil dan peduli nasib rakyat. Pun yang terjadi pada individu masyarakat. Tak lagi saling empati, meringankan beban sesama, justru memanfaatkan kelemahan orang lain demi menangguk keuntungan pribadi.
Seperti pemilik akun Facebook Icha Shakila yang membohongi R dan AK agar mengirimkan video cabul dengan imbalan uang. Beban perempuan kian berat, sehingga kelembutannya tercabut, dan mudah melakukan kejahatan.
Demikianlah beberapa faktor penyebab tercabutnya fitrah keibuan hingga mengubah perempuan menjadi sosok jahat. Bila ditelisik, akar penyebabnya adalah akibat penerapan sistem kehidupan sekularisme kapitalistik liberalistik yang kini diadopsi oleh negeri-negeri Muslim di seluruh dunia.
Akibat Rusaknya Citra Diri Ibu terhadap Kualitas Generasi Penerus Bangsa
Idealnya, seorang ibu memiliki fitrah keibuan sebagaimana yang Allah SWT kehendaki. Allah telah bebankan fungsi mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, mendidik putra-putri kepada perempuan (ibu). Untuk menjalankan fungsi tersebut, Allah SWT melengkapinya dengan karakter kelembutan dan kasih sayang.
Ketika karakter di atas hilang, fitrah keibuan terenggut, tentu akan memunculkan masalah. Tak hanya bagi si ibu, tapi juga berakibat terhadap kualitas generasi penerus bangsa. Di bawah ini beberapa akibat buruknya.
Pertama, generasi lemah iman. Bila iman ibu lemah, bagaimana ia mampu mendidik putra-putrinya dengan baik? Sementara iman adalah pondasi pengajaran apa pun tentang kehidupan. Sesuatu yang sangat mungkin terjadi, bila ibu tak membekali diri dengan keimanan kuat maka kualitas iman ananda pun tak akan berbeda.
Kedua, tumbuh kembang anak tidak maksimal atau bahkan tidak normal. Ibu yang kehilangan fitrahnya tidak akan peduli pada proses tumbuh kembang sang anak. Pun tidak telaten dalam membersamai di tiap fase tumbuh kembangnya. Hal ini mengakibatkan ketidakoptimalan atau bahkan anak tidak normal dalam tumbuh kembangnya. Baik secara fisik maupun mental.
Ketiga, anak mencontoh karakter buruk sang ibu. Anak apalagi di usia balita, ibarat sebuah cermin yang memantulkan gambar dari apa yang terjadi di sekitar mereka. Selain berbagi kesamaan genetik dengan orang tua, anak-anak juga mencerminkan gerakan, bahasa, dan minat orang dewasa dalam kehidupan mereka. Apalagi dalam kasus pelecehan seksual seperti ini. Awalnya mungkin anak terpaksa dan tersiksa, tapi ketika di dalamnya ia juga merasakan kenikmatan, lantas menjadi ketagihan. Bukankah ini akan mendorongnya berbuat hal yang sama dengan orang lain?
Keempat, anak tumbuh dengan karakter negatif. Perlakuan buruk yang diterima anak akan memunculkan karakter negatif pada dirinya. Sandra Turner Brown, seorang ahli dalam pendidikan anak usia dini, mengatakan bahwa anak-anak muda yang secara teratur terpapar dengan kekerasan dapat mengembangkan karakteristik perilaku yang sama yang akan mereka jalani sepanjang hidup. Selain itu, kekerasan juga dapat mengurangi rasa kepercayaan anak pada orang lain dan mereka mulai melihat dunia sebagai tempat berbahaya yang dipenuhi dengan orang dewasa yang tidak bisa menjaganya tetap aman.
Demikian akibat buruk yang menimpa ada generasi bila citra diri ibu telah rusak. Selanjutnya bagaimana kualitas generasi penerus bangsa akan bagus bila mereka "dididik" oleh guru yang kehilangan jiwa mendidik?
Strategi Islam Menciptakan Generasi Muda Melalui Citra Ibu Sebagai Pendidik Pertama
Berbeda dengan sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan hingga menyebabkan tercabutnya fitrah keibuan seorang perempuan, sistem Islam justru mewajibkan agama sebagai landasan kehidupan hingga merawat fitrah ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi putra-putrinya.
Islam memuliakan kaum ibu dengan penggambaran beratnya tugas hamil dan melahirkan yang ditanggung perempuan. Allah SWT berfirman, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu” (QS. Luqman: 14).
Demikian mulianya posisi seorang ibu di dalam Islam sehingga ia merupakan kehormatan yang harus dijaga. Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai junnah (perisai) yang melindungi perempuan dari berbagai kesulitan, termasuk masalah ekonomi. Berikut ini strategi Islam menciptakan generasi muda melalui citra ibu sebagai pendidik pertama dan utama.
Pertama, negara melakukan pembinaan pada kaum ibu untuk menguatkan fungsi mereka sebagai ummun wa rabbatul bait. Upaya ini dilakukan melalui instansi terkait. Materi pembinaan berbasis akidah serta ilmu praktis tentang pendidikan anak, pengelolaan keluarga, dan lain-lain. Selain itu mendorong mereka terus belajar sebagai sarana menjalankan fungsinya tersebut.
Kedua, mengatur jalur nafkah. Perempuan tidak diwajibkan untuk bekerja. Ia berhak mendapatkan nafkah dari suaminya atau walinya. Dengan demikian, ia tidak menanggung beban ekonomi keluarga. Dengan mekanisme ini, perempuan bisa menjalankan fungsi utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dengan optimal, tanpa terbebani untuk menanggung urusan ekonomi keluarga.
Ketiga, dukungan masyarakat. Prinsip ta'awun dijunjung tinggi di dalam masyarakat Islam. Ketika ada salah satu anggota masyarakat yang kekurangan secara ekonomi, anggota masyarakat lain akan membantu meringankan bebannya dengan memberikan sedekah, tawaran pekerjaan bagi kepala keluarga, dan bantuan lainnya yang dibutuhkan.
Keempat, mekanisme negara. Negara akan memberikan santunan kepada warga yang terkategori fakir atau miskin. Kisah Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang memanggul sekarung gandum untuk seorang ibu yang merebus batu sungguh demikian masyhur. Kisah ini menggambarkan perhatian khilafah terhadap nasib kaum ibu.
Demikian strategi Islam untuk menguatkan fungsi ibu sebagai pendidik pertama. Dari sini diharapkan akan tercipta generasi bangsa yang tangguh, cerdas, beriman, dan bertakwa demi keberlangsungan kepemimpinan di negeri ini. Namun kepedulian Islam ini akan terlaksana bila terdapat sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan tiap individu.
Dengan penerapan syariat kaffah dalam naungan khilafah islamiyah, kaum ibu akan sehat jiwa dan raganya sehingga mampu menyayangi anak-anaknya, mengasuh serta mendidiknya dengan baik. Inilah bekal untuk mewujudkan generasi Islam yang cemerlang. []
Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati (Analis Politik dan Media)