TintaSiyasi.id -- Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa Dr. Ahmad Sastra, M.M. mengatakan, Indonesia emas hanya akan jadi ilusi jika rakyatnya justru sulit mengakses pendidikan karena tingginya biaya.
“Indonesia emas hanya akan jadi ilusi jika rakyatnya justru sulit mengakses pendidikan karena tingginya biaya, padahal SDM unggul adalah syarat kemajuan masa depan bangsa ini,” ujarnya dalam FGD Fordok ke-43 bertajuk UKT dan Kapitalisme Pendidikan: Membedah Akar Masalah Pendidikan Nasional, Sabtu (25-5-2024) di Youtube Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa.
Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia Prof. Dr. Syahidin, M.A. mengatakan, inti pendidikan adalah memanusiakan manusia. “Inti pendidikan itu memanusiawikan manusia. Karena sekarang banyak tubuhnya manusia tapi kelakuan tidak manusiawi,” ungkap Prof. Syahidin, sapaannya.
Dalam prespektif Islam, Guru Besar UPI itu tersebut menilai Rasulullah diutus untuk mendidik. Termasuk mendidik para sahabatnya.
“Nah, kalau melihat model pendidikan yang berhasil itu yang dilakukan Rasul. Semua berhasil menjadi orang hebat. Sampai-sampai Arnold Toynbee sejarawan menyatakan tidak ada satu generasi yang paling unggul dalam sejarah peradaban manusia, selain generasi yang dibina Muhammad langsung,” bebernya.
Prof. Syahidin pun menilai ketidakadilan pendidikan selama kolonialisme penjajahan. Rakyat diperlakukan agar tidak manusiawi. Kalaupun terdidik tujuannya ekonomis yang akan membantu usaha kolonial.
Guru Besar Universitas Terbuka Prof. Dr. Hanif Nurcholis pun mempertanyakan maksud dari pejabat pendidikan yang menyatakan pendidikan tinggi itu tersier. Padahal barang dan jasa privat tersier itu seperti rumah mewah, jet pribadi, plesir ke Eropa dan Amerika.
“Barang publik dan jasa itu ditanggung negara dan gratis. Itu terjadi di negara-negara dunia. Termasuk kebutuhan dasar pendidikan, perawatan kesehatan, sanitasi, air bersih, jalan, listrik, dan lainnya,” jelasnya melalui slide presentasi.
Prof. Hanif menambahkan, pendidikan dasar, menengah, dan tinggi adalah barang dan jasa publik. Semuanya adalah primer, bukan sekunder ataupun tersier.
“Pendidikan sebagai barang publik dan jasa publik wajib diberikan oleh negara kepada rakyat secara gratis. Jika belum bisa menggratiskan, maka negara harus memberikan subsidi kepada penyelenggara penddiikan dan peserta didik. Negara tidak boleh lepas tangan,” bebernya tegas.
Senada dengan hal itu, Ketua FDMPB Dr. Ahmad Sastra menilai jika kisruh tingginya UKT hanyalah efek domino dari gagal pahamnya pemerintah terhadap sistem pendidikan karena penerapan ideologi kapitalisme sekuler, akibatnya negeri ini salah kelola.
“Ini juga sebagai kegagalan relasi dengan rakyatnya. seperti anak TK yang tinggal serumah dengan orang tua tapi diminta bayar makan dan pendidikan sendiri,” ungkapnya menyontohkan.
Ia mengatakan, kondisi relasi juga diperpuruk dengan pengelolaan sumber daya alam, ironis, sebuah negara besar dan kaya raya, tapi biaya pendidikan begitu mahal yang tak terjangkau oleh rakyat.
“Tampaknya ada relasi yang salah antara pemerintah dan rakyatnya yakni pendidikan dipandang sebagai kebutuhan tersier,” ungkapnya.
Forum ini mencerdaskan dan mencerahkan. Agenda diskusi ini bisa menjadi pertimbangan dan solusi jalan keluar dari kapitalisme dunia pendidikan.[]