TintaSiyasi.id -- Setelah kebijakan menjadi daerah pelopor perpanjangan SK kepala desa di Jawa Tengah dengan berbagai potensi mengakarnya korupsi dana desa yang bisa terjadi hingga level pemerintahan desa kali ini justru terungkap bukan hanya ASN tetapi juga oknum kades yang terlibat dalam kasus kongkalikong praktek haram dugaan pemerasaan terhadapan warga masyarakat yang nilainya ditaksir mencapai 70 juta rupiah dalam rekrutmen Satpol PP Kebumen. kebumenekspres.com (30/05/2024)
Meskipun Pemkab Kebumen tengah berupaya untuk mencegah adanya tindak pemerasan ataupun pungli yang dilakukan oleh ASN ataupun oknum tertentu sebagaimana yang dilakukan oleh Bupati Kebumen dalam menangani kasus tersebut dengan ditegakkan proses pidana agar kejadian serupa tidak berulang.
Sekalipun demikian hal ini masih sering terjadi dikalangan pejabat sampai hari ini yang justru semakin menguatkan nepotisme di kalangan pejabat bahkan pada level pemerintahan daerah dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi di level desa dengan adanya keterlibatan oknum kepala desa pada kongkalikong kasus yang terungkap tersebut. Sungguh ini patut diwaspadai.
Demokrasi Sistem Cacat
Sistem demokrasi sekularisme meniscayakan hukum yang ada dibuat oleh akal manusia yang lemah lagi terbatas. Di dalam sistem demokrasi tidak menjadikan halal haram sebagai standar perbuatan sebab yang dilihat adalah seberapa besar manfaat yang bisa diambil hal ini juga meniscayakan hukum berubah-ubah sesuai kepentingan para pembuatnya untuk mendapatkan keuntungan materi yang bisa didapat, maka wajar ketika demokrasi melahirkan pejabat mental penjilat, pemeras, dan korup yang tersistem dari pusat hingga merambah ke level desa demi meraup pundi-pundi rupiah sekalipun harus menempuh jalan haram. Hal inilah yang menjadi sebab mengapa demokrasi disebut sebagai sistem cacat.
Maka adalah wajar jika seringkali didapati jual beli jabatan ataupun tindak pemerasan dalam rekrutmen jabatan/pekerjaan demi mencapai pundi-pundi rupiah yang didambakan oleh oknum ASN bahkan kades telah turut serta.
Jika hal ini terus dibiarkan tanpa tindakan dan sanksi yang tegas maka bukan tidak mungkin adanya nepotisme pejabat semakin kuat dan mengakar, potensi pegawai yang bekerja tidak sesuai dengan kompetensinya pun semakin besar jika hal ini terjadi pada rekrutmen petugas satpol PP maka ini juga berdampak langsung kepada masyarakat yang bisa menjadi tindak kezaliman sebab ia dapat masuk dan bekerja dalam sebuah instansi tersebut dilihat dari seberapa besar kemampuan dia dalam “membayar”
Pejabat dalam Sistem Pemerintahan Islam
Kepemimpinan dalam Sistem Pemerintahan Islam bertujuan untuk menegakkan agama dengan melaksanakan syariat Islam dalam rangka memenuhi kemaslahatan umat.
Dalam Islam rekrutmen SDM pegawai terutama pegawai negara wajib amanah, sesuai dengan kompetensi keahlian atau memenuhi syarat-syarat kualifikasi, berdiri diatas asas profesionalitas dan berintegritas bukan pada koneksitas atau nepotisme. Allah Swt, telah berfirman di dalam Al-Qur’an tentang sikap amanah sebagai berikut :
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal[8]: 27)
Kemudian negara juga wajib memberikan pembinaan terhadap apart ataupun pegawainya, negara juga wajib memberikan gaji serta fasilitas yang layak dan mumpuni, Islam melarang tegas praktik suap. Rasulullah Saw, bersabda :
“Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuknya, maka apa yang ia ambil setelah itu adalah harta ghulul.” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)
Di dalam Islam dilakukan perhitungan kekayaan bagi aparat ataupun pegawai negara, serta pengawasan langsung oleh negara dan masyarakat.
Selain itu, negara dalam Islam juga mengemban tugasnya sebagai kontrol ketaqwaan individu masyarakat hal ini menjadikan setiap individu beraktifitas dengan halal haram sebagai standar perbuatan. Ketaqwaan ini pula yang mendorong individu untuk taat dalam menjalani hukum-hukum Allah di muka bumi sebab menyadari bahwa setiap perbuatan di dunia akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak.
Dengan demikian baik para pemimpin maupun para pejabat yang lahir dari sistem Islam pun menyadari bahwa mengemban amanah untuk mengurusi urusan umat adalah perkara yang berat. Hal ini akan mendorong siapa saja yang menduduki jabatan berhati-hati dalam mengambil kebijakan dan tindakan. Wallahualam.
Oleh: Lulita Rima Fatimah, And. Kom.
Aktivis Muslimah