Tintasiyasi.id.com -- Meskipun seluruh fardhu'ain telah ditunaikan oleh kaum muslimin, tetapi dalam tataran pelaksanaannya ada skala prioritas atau awliyat. Jika seorang muslim mampu melaksanakan seluruh fardhu'ain dan fardu kifayah yang ada, maka inilah yang sangat diharapkan.
Sebaliknya, jika ada benturan diantara sejumlah fardhu'ain, maka yang berhak menetapkan segala prioritas di antara fardhu-fardhu tersebut adalah syariat Islam atau Allah SWT, bukan akal manusia.
Menafkahi keluarga misalnya, lebih diutamakan daripada membayar hutang. Membayar hutang lebih didahulukan daripada melakukan ibadah haji. Puasa Ramadhan lebih didahulukan daripada puasa nazar. Salat Jum'at lebih didahulukan daripada menepati janji, dan seterusnya.
Demikian juga dalam konteks fardhu kifayah, jika terjadi benturan di dalam pelaksanaan sejumlah fardhu kifayah, karena tidak mungkin dilaksanakan semuanya, maka syariat Allah SWT pula yang paling berhak menetapkan segala prioritas, bukan akal manusia.
Pembahasan ini sangat luas, pasalnya fardhu kifayah sangat banyak jumlahnya, diantaranya ada yang sangat sulit dan berat serta membutuhkan usaha keras dan waktu yang lama.
Kebanyakan fardhu kifayah ini sering tidak bisa dilaksanakan semuanya oleh seorang muslim, akibatnya dia hanya dapat menegakkan sebagiannya, sedangkan sebagian lainnya tertunda pelaksanaannya.
Sebagian kewajiban yang dilaksanakan maupun yang ditinggalkan atau ditunda, tentu tidak boleh ditetapkan berdasarkan hawa nafsu manusia, tidak boleh pula berdasarkan pertimbangan akal atau pilihan pribadinya, tetapi mesti berdasarkan pada pilihan syariat dan segala prioritas yang ditetapkan oleh syariat.
Upaya mengembalikan kehidupan Islam yang pernah dibangun oleh Rasulullah SAW atau penerapan Islam dalam bingkai negara, sesungguhnya berada pada puncak prioritas di antara berbagai fardhu kifayah yang ada. Hal itu berdasarkan firman Allah SWT, salah satunya terdapat di dalam QS. Al-Maidah ayat 44 yang artinya:
"Siapa saja yang tidak memberikan putusan berdasarkan Wahyu yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir."
(TQS. Al-Maidah: 44)
Selain itu, ada pula hal yang menjelaskan tentang hukum cambuk bagi peminum khamar, hukum rajam bagi pezina, hak qishash bagi orang yang dianiaya dan pelaksanaan sanksi lainnya, yang semua itu tidak bisa diperlakukan tanpa adanya negara yang memberlakukan hukum berdasarkan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT.
Oleh karena itu, para pengemban dakwah yang berjuang membangun kembali kehidupan Islam, harus memprioritaskan pelaksanaan fardhu kifayah ini. Mereka harus berjuang bersungguh-sungguh, mengerahkan waktu, tenaga, jiwa dan harta terbaiknya untuk perjuangan ini. Sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al Hujurat ayat 15 yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan hrta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.”
(TQS. Al Hujurat: 15)
Dengan perjuangan yang dilakukan oleh para pengemban dakwah tersebut, Insya Allah tegaknya syariat Islam kaffah sudah di depan mata. Wallahu a'lam bishshawwab
Oleh: Sumariya
(Anggota LISMA Bali)