1. Marah: Ketika seseorang marah, mereka bisa kehilangan kendali atas pikiran dan tindakan mereka, yang membuka peluang bagi setan untuk mempengaruhi mereka.
2. Hawa Nafsu (Syahwat): Nafsu yang tidak terkendali, baik itu nafsu makan, seks, atau keinginan lainnya, bisa menjadi jalan bagi setan untuk menggoda dan menyesatkan.
3. Tamak dan Ambisi: Keinginan yang berlebihan terhadap harta, kekuasaan, atau status sosial bisa membuat seseorang mudah dipengaruhi oleh setan.
4. Kebodohan dan Kekurangan Pengetahuan: Ketidaktahuan akan agama dan kurangnya pengetahuan bisa membuat seseorang lebih rentan terhadap bisikan setan, karena mereka tidak tahu cara melindungi diri mereka.
5. Cinta Dunia Berlebihan: Ketika cinta dunia menguasai hati seseorang, mereka bisa lupa pada tujuan akhirat dan menjadi lebih mudah dipengaruhi oleh setan.
6. Takut Miskin: Ketakutan akan kemiskinan bisa membuat seseorang mengambil jalan yang tidak benar dan membuka pintu bagi setan untuk menghasut tindakan yang tidak bermoral.
7. Fanatisme: Terlalu berpegang teguh pada pandangan atau kelompok tertentu tanpa mempertimbangkan kebenaran bisa membuat seseorang mudah dihasut oleh setan untuk bersikap tidak adil atau bahkan melakukan kekerasan.
8. Riak dan Pamer: Keinginan untuk selalu terlihat baik di mata orang lain dan mencari pujian bisa membuat seseorang melakukan perbuatan yang tidak tulus dan membuka diri pada godaan setan.
9. Hasad (Iri Hati): Rasa iri terhadap orang lain bisa membuat seseorang melakukan perbuatan tercela dan membuka pintu bagi setan untuk terus menghasut.
Al-Ghazali menekankan pentingnya menjaga hati dan pikiran agar tetap bersih dari sifat-sifat yang bisa membuka pintu bagi setan. Ia juga menekankan pentingnya ibadah, ilmu, dan zikir sebagai sarana untuk melindungi diri dari gangguan setan.
Nafsu dan amarah adalah pintu utama masuknya syetan dalam hati. Amarah ini adalah perusak akal.
Imam Al-Ghazali dalam karya-karyanya, seperti "Ihya Ulumuddin", menekankan bahwa nafsu dan amarah adalah dua pintu utama yang digunakan oleh setan untuk memasuki hati manusia. Beliau menguraikan bahwa amarah, khususnya, adalah perusak akal yang bisa membawa dampak besar terhadap kehidupan spiritual dan emosional seseorang.
Amarah sebagai Perusak Akal
Amarah memiliki dampak merusak yang sangat besar karena bisa mengganggu keseimbangan pikiran dan emosi seseorang. Al-Ghazali mengajarkan bahwa amarah dapat menutupi kebijaksanaan dan logika, membuat seseorang bertindak impulsif dan tanpa pertimbangan. Berikut adalah beberapa cara bagaimana amarah bisa menjadi perusak akal:
1. Mengaburkan Penilaian: Ketika seseorang marah, mereka sering kehilangan kemampuan untuk menilai situasi dengan benar. Emosi yang meluap-luap dapat menutupi rasionalitas dan kebijaksanaan, sehingga keputusan yang diambil sering kali tidak bijaksana atau berbahaya.
2. Menghilangkan Kontrol Diri: Amarah yang berlebihan dapat membuat seseorang kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Ini bisa mengarah pada tindakan kekerasan, baik fisik maupun verbal, yang kemudian bisa menimbulkan penyesalan dan kerusakan jangka panjang.
3. Menimbulkan Kebencian dan Dendam: Amarah yang tidak terkendali bisa memupuk perasaan benci dan dendam, yang lebih lanjut mengikis rasa kasih sayang dan kemanusiaan dalam diri seseorang. Ini membuka peluang bagi setan untuk terus menanamkan pikiran negatif dan destruktif.
4. Menghancurkan Hubungan: Amarah bisa merusak hubungan dengan orang lain. Konflik yang disebabkan oleh amarah dapat menghancurkan ikatan keluarga, persahabatan, dan hubungan profesional.
Nafsu sebagai Pintu Masuk Setan
Selain amarah, nafsu juga merupakan pintu masuk utama bagi setan. Nafsu, atau keinginan yang berlebihan, bisa berupa keinginan fisik, emosional, atau material. Al-Ghazali menggambarkan bahwa nafsu adalah alat yang sering digunakan oleh setan untuk mengarahkan manusia pada tindakan yang menyimpang dari jalan kebenaran.
1. Nafsu Makan dan Minum: Kelebihan dalam makan dan minum bisa membuat seseorang malas dan tidak peka terhadap kebutuhan spiritual. Nafsu ini bisa membuat seseorang lebih fokus pada kepuasan fisik daripada mendekatkan diri kepada Allah.
2. Nafsu Seksual: Nafsu seksual yang tidak terkendali bisa mengarahkan seseorang pada perbuatan zina dan maksiat, yang membuka peluang besar bagi setan untuk terus mempengaruhi dan merusak hati.
3. Nafsu Kekuasaan dan Harta: Keinginan yang berlebihan akan kekuasaan dan harta benda bisa membuat seseorang menghalalkan segala cara untuk mencapainya. Ini bisa mengarah pada korupsi, ketidakadilan, dan berbagai bentuk kejahatan lainnya.
Mengatasi Amarah dan Nafsu
Al-Ghazali memberikan beberapa langkah praktis untuk mengatasi amarah dan nafsu, antara lain:
1. Meningkatkan Kesadaran Diri: Selalu menyadari keadaan emosi dan nafsu dalam diri sendiri dan belajar untuk mengenal tanda-tanda awal sebelum amarah atau nafsu mengambil alih.
2. Bertafakur dan Berzikir: Memperbanyak tafakur (meditasi) dan zikir (mengingat Allah) untuk menenangkan hati dan pikiran, serta menguatkan hubungan spiritual dengan Allah.
3. Berpuasa: Puasa adalah latihan spiritual yang efektif untuk mengendalikan nafsu dan meningkatkan ketakwaan.
4. Belajar dan Mencari Ilmu: Dengan memperdalam pengetahuan agama, seseorang bisa lebih memahami cara-cara melawan godaan setan dan memperkuat iman.
5. Berkumpul dengan Orang Saleh: Bergaul dengan orang-orang yang saleh dan berakhlak baik bisa membantu seseorang dalam menjaga diri dari pengaruh buruk.
Dengan mengikuti nasihat-nasihat ini, seseorang bisa lebih baik dalam menjaga hati dari godaan setan melalui pintu amarah dan nafsu.
Iri hati dan tamak.
Imam Al-Ghazali juga menjelaskan bahwa iri hati (hasad) dan tamak (greed) adalah dua pintu masuk setan ke dalam hati manusia. Keduanya dapat merusak spiritualitas dan integritas seseorang, serta membuka jalan bagi setan untuk menyesatkan.
Iri Hati (Hasad)
Iri hati adalah perasaan tidak senang atau benci terhadap keberuntungan atau kelebihan orang lain, disertai keinginan agar kenikmatan tersebut hilang dari mereka. Menurut Al-Ghazali, hasad adalah penyakit hati yang sangat berbahaya dan bisa membawa dampak negatif yang besar:
1. Merusak Keharmonisan Sosial: Hasad dapat menyebabkan permusuhan dan konflik di antara individu atau kelompok. Ini bisa menghancurkan hubungan dan mengganggu kedamaian dalam masyarakat.
2. Mengikis Keimanan: Iri hati bertentangan dengan prinsip qana'ah (kepuasan) dan tawakkul (berserah diri kepada Allah). Orang yang hasad sering kali tidak puas dengan takdir Allah dan meragukan kebijaksanaan-Nya.
3. Menghalangi Kebaikan: Hasad dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan buruk, seperti menyebar fitnah, merencanakan kejahatan, atau menghalangi kebaikan yang dilakukan orang lain.
Tamak (Greed)
Tamak adalah keinginan yang berlebihan untuk memiliki lebih banyak harta, kekuasaan, atau kesenangan duniawi. Al-Ghazali memperingatkan bahwa tamak adalah salah satu pintu masuk utama bagi setan karena ia dapat mengarahkan seseorang untuk mengejar kepuasan materi tanpa memperhatikan halal dan haram:
1. Mengabaikan Nilai-Nilai Moral dan Etika: Tamak dapat membuat seseorang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan, termasuk cara-cara yang tidak bermoral atau melanggar hukum.
2. Menghancurkan Ketenangan Hati: Orang yang tamak tidak pernah merasa puas dan selalu merasa kurang. Ini dapat menyebabkan kecemasan, stres, dan ketidakbahagiaan.
3. Merusak Hubungan Sosial: Tamak dapat menyebabkan seseorang mengeksploitasi orang lain atau merusak hubungan sosial demi keuntungan pribadi.
Mengatasi Iri Hati dan Tamak
Imam Al-Ghazali memberikan beberapa langkah untuk mengatasi iri hati dan tamak:
1. Meningkatkan Rasa Syukur: Belajar untuk bersyukur atas apa yang dimiliki dan melihat nikmat Allah dalam setiap aspek kehidupan. Rasa syukur dapat mengurangi perasaan iri dan tamak.
2. Mengembangkan Qana'ah: Menerima dan merasa puas dengan rezeki yang telah Allah berikan. Ini membantu seseorang untuk tidak selalu melihat apa yang dimiliki orang lain.
3. Memperbanyak Zikir dan Tafakur: Mengingat Allah dan merenungkan kebesaran-Nya dapat membantu membersihkan hati dari perasaan negatif seperti hasad dan tamak.
4. Berbuat Kebaikan dan Berbagi: Aktif dalam beramal dan membantu orang lain dapat membantu mengikis sifat tamak dan hasad. Dengan memberi, seseorang dapat merasakan kebahagiaan yang lebih mendalam.
5. Memahami Takdir: Memahami dan menerima bahwa setiap orang memiliki takdir masing-masing yang telah ditetapkan oleh Allah. Dengan memahami hal ini, seseorang bisa lebih mudah menerima dan merasa puas dengan apa yang mereka miliki.
6. Bergaul dengan Orang-Orang Saleh: Bergaul dengan orang-orang yang memiliki akhlak baik dan hati yang bersih dapat membantu memperbaiki diri dan menjauhkan diri dari sifat iri hati dan tamak.
Dengan memahami dan mengatasi pintu-pintu masuk setan ini, seseorang bisa menjaga hati dan spiritualitas mereka, serta hidup dengan lebih damai dan seimbang.
Rasulullah SAW bersabda, "Kecintaanmu kepada sesuatu bisa membuatmu buta dan tuli."
Sabda Rasulullah SAW yang berbunyi, "Kecintaanmu kepada sesuatu bisa membuatmu buta dan tuli," mengandung makna yang sangat mendalam dan relevan dalam kehidupan sehari-hari. Hadis ini mengingatkan kita tentang bahaya kecintaan yang berlebihan terhadap dunia atau terhadap sesuatu di dunia ini.
Penjelasan Hadis
Hadis ini secara lebih lengkap diriwayatkan dalam beberapa versi, salah satunya dari Abu Dawud dalam Sunannya, yang menyatakan bahwa kecintaan yang berlebihan bisa menutup mata dan telinga seseorang dari kebenaran. Ini berarti bahwa ketika seseorang terlalu mencintai sesuatu—baik itu harta, kekuasaan, kedudukan, atau bahkan manusia lainnya—mereka bisa kehilangan kemampuan untuk melihat dan mendengar hal-hal yang benar dan adil.
Implikasi Kecintaan yang Berlebihan
1. Mengaburkan Penilaian: Ketika seseorang mencintai sesuatu secara berlebihan, mereka bisa menjadi bias dan tidak objektif. Mereka mungkin menutupi kesalahan, mengabaikan fakta, atau bahkan berbohong demi mempertahankan apa yang mereka cintai.
2. Mengabaikan Kewajiban: Cinta yang berlebihan bisa membuat seseorang melalaikan kewajiban mereka, baik kepada Allah, keluarga, maupun masyarakat. Misalnya, seseorang yang terlalu mencintai pekerjaannya mungkin mengabaikan waktu untuk beribadah atau bersama keluarga.
3. Menyebabkan Ketidakadilan: Cinta yang buta bisa membuat seseorang bersikap tidak adil, baik terhadap diri mereka sendiri maupun orang lain. Mereka mungkin mengorbankan prinsip dan nilai-nilai moral demi mempertahankan kecintaannya.
4. Menjerumuskan dalam Dosa: Kecintaan yang berlebihan terhadap sesuatu yang tidak baik bisa menjerumuskan seseorang dalam perbuatan dosa. Misalnya, kecintaan terhadap harta bisa membuat seseorang serakah dan melakukan kecurangan.
Cara Mengatasi Kecintaan yang Berlebihan
1. Meningkatkan Kesadaran Diri: Selalu introspeksi diri dan sadari ketika kecintaan terhadap sesuatu mulai menguasai pikiran dan tindakan.
2. Menjaga Keseimbangan: Cintailah sesuatu dengan proporsional. Jangan sampai cinta terhadap dunia mengalahkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
3. Memperbanyak Ibadah: Mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah dan zikir dapat membantu menjaga hati dari kecintaan yang berlebihan terhadap dunia.
4. Meminta Pertolongan Allah: Berdoalah kepada Allah agar diberikan hati yang seimbang dan tidak tergoda oleh kecintaan yang berlebihan.
5. Bergaul dengan Orang-Orang Saleh: Bergaul dengan orang-orang yang memiliki pandangan hidup yang sehat dan seimbang dapat membantu menjaga diri dari kecintaan yang berlebihan.
Kesimpulan
Hadis Rasulullah SAW tentang kecintaan yang bisa membuat buta dan tuli adalah peringatan penting bagi umat Islam untuk selalu menjaga keseimbangan dalam mencintai sesuatu. Kecintaan yang berlebihan terhadap dunia atau hal-hal duniawi dapat menutupi kebenaran dan mengarahkan seseorang pada jalan yang salah. Oleh karena itu, menjaga hati tetap bersih dan seimbang dalam mencintai sesuatu adalah bagian penting dari kehidupan seorang Muslim.
Sifat kikir dan takut miskin.
Imam Al-Ghazali dalam karyanya banyak membahas tentang sifat-sifat hati yang bisa menjadi pintu masuk bagi setan untuk merusak manusia. Dua di antaranya adalah sifat kikir (bakhil) dan takut miskin (khauf al-faqr). Kedua sifat ini bisa sangat merusak, baik dari segi spiritual maupun sosial.
Sifat Kikir (Bakhil)
Sifat kikir adalah sifat yang membuat seseorang enggan untuk mengeluarkan harta atau kekayaan mereka untuk tujuan yang baik, seperti membantu orang lain, beramal, atau berinfak di jalan Allah. Al-Ghazali menekankan bahwa kikir adalah salah satu sifat tercela yang harus dihindari.
Dampak Negatif dari Sifat Kikir:
1. Merusak Keimanan: Kikir menunjukkan kurangnya kepercayaan kepada Allah sebagai pemberi rezeki. Orang yang kikir sering kali lupa bahwa harta mereka sebenarnya adalah titipan dari Allah dan harus digunakan sesuai dengan ketentuan-Nya.
2. Menghalangi Kebajikan: Kikir menghalangi seseorang dari berbuat kebaikan, seperti membantu sesama atau menyumbang untuk amal. Ini juga menghambat perkembangan moral dan spiritual.
3. Menimbulkan Kebencian Sosial: Orang yang kikir sering kali dijauhi oleh masyarakat dan dianggap tidak peduli terhadap orang lain. Ini bisa menyebabkan isolasi sosial dan merusak hubungan antar manusia.
4. Menyebabkan Ketidakbahagiaan: Meskipun memiliki banyak harta, orang yang kikir biasanya tidak merasa bahagia karena mereka terus menerus cemas dan khawatir tentang kehilangan harta mereka.
Sifat Takut Miskin (Khauf al-Faqr)
Takut miskin adalah rasa khawatir yang berlebihan akan kekurangan harta atau jatuh ke dalam kemiskinan. Sifat ini juga sangat berbahaya karena bisa mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang tidak baik demi menghindari kemiskinan.
Dampak Negatif dari Sifat Takut Miskin:
1. Menumbuhkan Keserakahan: Orang yang takut miskin sering kali menjadi serakah dan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa peduli cara mendapatkannya, apakah halal atau haram.
2. Mendorong pada Perbuatan Dosa: Takut miskin bisa mendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, penipuan, atau bahkan kejahatan demi memastikan mereka tidak jatuh miskin.
3. Menghambat Kedermawanan: Rasa takut miskin membuat seseorang enggan untuk berbagi atau berinfak, meskipun mereka memiliki kemampuan untuk melakukannya.
4. Merusak Kedamaian Hati: Rasa takut miskin yang berlebihan bisa menyebabkan stres dan kecemasan yang berkepanjangan, merusak ketenangan dan kedamaian hati.
Mengatasi Sifat Kikir dan Takut Miskin
Imam Al-Ghazali memberikan beberapa cara untuk mengatasi sifat kikir dan takut miskin:
1. Memperbanyak Sedekah dan Amal: Salah satu cara terbaik untuk melawan sifat kikir adalah dengan memperbanyak sedekah dan amal. Ini tidak hanya membantu orang lain tetapi juga membersihkan hati dari sifat kikir.
2. Menguatkan Keimanan dan Tawakkul: Memperkuat iman kepada Allah dan selalu bertawakkul (berserah diri) kepada-Nya membantu mengatasi rasa takut miskin. Percayalah bahwa Allah adalah pemberi rezeki dan Dia akan mencukupi kebutuhan hamba-Nya yang beriman dan bertawakkul.
3. Menghayati Nilai Kehidupan Akhirat: Menyadari bahwa harta dan kekayaan duniawi adalah sementara dan tidak ada artinya dibandingkan dengan kehidupan akhirat dapat membantu seseorang untuk tidak terlalu terikat pada kekayaan dunia.
4. Bergaul dengan Orang-Orang Dermawan: Mengelilingi diri dengan orang-orang yang dermawan dan memiliki sifat mulia bisa menjadi inspirasi dan motivasi untuk mengatasi sifat kikir dan takut miskin.
5. Meningkatkan Pemahaman tentang Rezeki: Memahami bahwa rezeki adalah ketetapan Allah dan bahwa rezeki bukan hanya harta, tetapi juga kesehatan, kebahagiaan, dan ketenangan hati.
Dengan memahami dan mengatasi sifat kikir dan takut miskin, seseorang bisa mencapai kehidupan yang lebih seimbang, damai, dan diberkahi, baik di dunia maupun di akhirat.
Kemewahan dalam perabotan, pakaian, dan rumah.
Imam Al-Ghazali memberikan banyak nasihat tentang sikap terhadap kemewahan dalam perabotan, pakaian, dan rumah. Dalam karyanya, seperti "Ihya Ulumuddin," Al-Ghazali mengingatkan umat Islam tentang bahaya cinta dunia dan anjuran untuk hidup sederhana. Berikut adalah beberapa pandangannya terkait kemewahan:
Kemewahan dalam Perabotan, Pakaian, dan Rumah
Kemewahan dalam Perabotan
1. Mengalihkan Perhatian dari Allah: Kemewahan dalam perabotan rumah bisa mengalihkan perhatian seseorang dari ibadah dan zikir kepada Allah. Terlalu banyak waktu dan energi dihabiskan untuk memikirkan dan merawat barang-barang mewah tersebut.
2. Meningkatkan Kecenderungan Materialisme: Perabotan mewah sering kali menciptakan kecenderungan materialisme, di mana seseorang mengukur kebahagiaan dan kesuksesan berdasarkan kepemilikan materi.
3. Menimbulkan Rasa Iri dan Kompetisi: Memiliki perabotan mewah bisa menimbulkan rasa iri dan kompetisi yang tidak sehat di antara tetangga atau saudara.
Kemewahan dalam Pakaian
1. Mengundang Riya' dan Kesombongan: Pakaian mewah dapat mendorong seseorang untuk merasa lebih unggul dari orang lain, mengundang riya' (pamer) dan kesombongan. Ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan kesederhanaan dan kerendahan hati.
2. Mengalihkan Fokus dari Nilai-Nilai Spiritual: Fokus berlebihan pada pakaian dan penampilan fisik dapat mengalihkan perhatian dari nilai-nilai spiritual dan moral yang lebih penting.
3. Mendorong Konsumerisme: Kecenderungan untuk terus-menerus mengikuti tren dan membeli pakaian mewah bisa mendorong perilaku konsumtif yang berlebihan dan tidak berkelanjutan.
Kemewahan dalam Rumah
1. Memupuk Cinta Dunia: Memiliki rumah yang mewah bisa memupuk cinta dunia dan membuat seseorang lupa pada tujuan akhirat. Al-Ghazali mengingatkan bahwa dunia ini sementara dan harus digunakan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat.
2. Membebani dengan Hutang: Sering kali, untuk memiliki rumah mewah, seseorang bisa terjebak dalam hutang yang berat. Ini bisa mengganggu ketenangan hidup dan mengalihkan fokus dari hal-hal yang lebih penting.
3. Meningkatkan Kesenjangan Sosial: Rumah yang sangat mewah bisa meningkatkan kesenjangan sosial di antara masyarakat, menciptakan jurang antara yang kaya dan yang miskin.
Prinsip Hidup Sederhana
Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya hidup sederhana dan bersahaja. Berikut adalah beberapa prinsip yang bisa diterapkan:
1. Zuhud (Asketisme): Mengembangkan sikap zuhud, yaitu hidup sederhana dan tidak terlalu terikat pada kemewahan dunia. Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi menggunakan dunia secukupnya dan fokus pada kehidupan akhirat.
2. Syukur dan Qana'ah: Selalu bersyukur atas apa yang dimiliki dan merasa cukup (qana'ah) dengan rezeki yang diberikan oleh Allah. Ini membantu menghindari sifat tamak dan kecenderungan untuk selalu mencari kemewahan.
3. Infak dan Sedekah: Mengalihkan sebagian harta untuk infak dan sedekah kepada yang membutuhkan. Ini tidak hanya membantu orang lain tetapi juga membersihkan harta dan hati dari sifat kikir dan cinta dunia.
4. Kesederhanaan dalam Penampilan: Memilih untuk berpakaian dan tinggal di tempat yang sederhana namun bersih dan nyaman. Kesederhanaan dalam penampilan mencerminkan kerendahan hati dan menghindarkan diri dari riya' dan kesombongan.
5. Menjaga Fokus pada Akhirat: Selalu mengingat bahwa tujuan utama hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Kemewahan dunia tidak boleh menghalangi atau mengalihkan perhatian dari ibadah dan taqwa kepada Allah.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, seseorang dapat menjalani hidup yang lebih bermakna dan berfokus pada hal-hal yang benar-benar penting, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.
Riya': Mengharap pujian manusia.
Riya', atau tindakan mengharapkan pujian dari manusia, adalah salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya menurut ajaran Islam. Imam Al-Ghazali dalam karya-karyanya, terutama "Ihya Ulumuddin," banyak membahas tentang riya' dan dampaknya yang merusak pada spiritualitas seseorang. Berikut adalah penjelasan tentang riya', dampaknya, dan cara menghindarinya.
Riya': Definisi dan Contoh
Definisi Riya' Riya' adalah melakukan suatu amal ibadah atau perbuatan baik dengan tujuan agar dilihat, dipuji, atau dihormati oleh orang lain, bukan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah. Riya' adalah bentuk syirik kecil (syirik khafi) karena mencampurkan niat beribadah kepada Allah dengan keinginan mendapatkan pujian dari manusia.
Contoh Riya'
1. Sholat: Memperpanjang atau memperindah sholat ketika ada orang lain yang melihat.
2. Sedekah: Memberikan sedekah dengan harapan mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain.
3. Menuntut Ilmu: Belajar dan menunjukkan ilmu yang dimiliki bukan untuk mengamalkannya tetapi untuk mendapatkan gelar atau pujian.
Dampak Negatif dari Riya'
1. Menghapus Pahala: Riya' dapat menghapus pahala amal ibadah. Amal yang dilakukan dengan niat riya' tidak diterima oleh Allah dan tidak memiliki nilai di sisi-Nya.
2. Merusak Hati: Riya' menumbuhkan sifat munafik dan merusak keikhlasan hati. Hati yang dipenuhi dengan riya' sulit untuk merasakan kehadiran dan kedekatan dengan Allah.
3. Menimbulkan Ketidakjujuran: Orang yang sering melakukan riya' cenderung menjadi tidak jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Mereka lebih peduli pada citra yang dilihat orang lain daripada kebenaran yang hakiki.
4. Menyebabkan Ketergantungan pada Pujian: Riya' membuat seseorang selalu haus akan pujian dan pengakuan dari orang lain, sehingga kebahagiaan dan kepuasan diri bergantung pada apa yang orang lain katakan.
Cara Menghindari Riya'
1. Memperkuat Keikhlasan: Senantiasa mengingatkan diri sendiri bahwa semua ibadah dan amal perbuatan hanya untuk mendapatkan ridha Allah semata. Latih diri untuk melakukan kebaikan secara tersembunyi, tanpa diketahui orang lain.
2. Berdoa Memohon Keikhlasan: Berdoalah kepada Allah agar
diberikan hati yang ikhlas dan terhindar dari riya'. Doa adalah senjata yang kuat untuk membersihkan hati dari penyakit ini.
3. Mengingat Akibat Riya': Renungkan dampak negatif dari riya', termasuk hilangnya pahala dan kerusakan hati. Ini dapat membantu memperkuat niat untuk menjauhi riya'.
4. Bergaul dengan Orang-Orang Saleh: Bergaul dengan orang-orang yang ikhlas dan memiliki integritas moral yang tinggi. Lingkungan yang baik akan membantu menjaga niat tetap murni.
5. Mendahulukan Amal yang Tersembunyi: Biasakan melakukan amal-amal baik yang tidak diketahui orang lain, seperti berinfak secara diam-diam atau sholat malam ketika orang lain tidur. Ini membantu melatih keikhlasan.
6. Menjaga Niat: Sebelum melakukan amal kebaikan, selalu periksa niat. Tanyakan pada diri sendiri apakah tujuan dari amal tersebut semata-mata untuk Allah atau ada keinginan lain yang tersembunyi.
7. Bersikap Tawadu (Rendah Hati): Kembangkan sikap rendah hati dan tidak terlalu peduli pada pujian atau kritikan manusia. Fokuslah pada penilaian Allah, bukan penilaian manusia.
Kesimpulan
Riyak adalah penyakit hati yang harus dihindari oleh setiap Muslim. Dengan memperkuat keikhlasan, menjaga niat, dan berdoa kepada Allah, seseorang bisa melindungi diri dari godaan riya'. Ingatlah bahwa tujuan utama dari segala amal ibadah adalah untuk mendapatkan ridha Allah, bukan pujian dari manusia. Dengan demikian, kita dapat menjaga kemurnian hati dan memastikan bahwa amal ibadah kita diterima dan diberkahi oleh Allah.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Psikologi Dakwah Pascasarjana UIT Lirboyo